Setelah Mengkritisi Menteri BUMN, Ada Apa Adian Dipanggil ke Istana?

oleh
oleh
Adian Napitupulu (PINTER POLITIK)

JAKARTA, REPORTER.ID —  Politisi PDIP Adian Napitupulu dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Negara, Jakarta dan ia datang sendirian sekitar pukul 13.40 WIB, kemarin. Banyak yang menyebut, dia dipanggil karena sering mengkritik kinerja Menteri BUMN Erick Thohir.

Sehari sebelum dipanggil ke Istana, Adian menulis opini soal kinerja Kementerian BUMN dan membanding-bandingkan utang luar negeri BUMN dengan utang luar negeri Malaysia.

Menurut dia, utang BUMN sebanyak Rp 5.600 triliun, sedangkan utang Malaysia hanya Rp 3.500 triliun. ‘’Prok…. prok …. ayo tepuk tangan karena BUMN ternyata juara, unggul Rp 2.100 triliun mengalahkan Malaysia,’’ katanya..
Kenapa utang BUMN sedemikian besar, Adian menyebut ada yang bilang karena korupsi, ada yang katakan karena tidak efisien, tidak produktif, dan lain-lain.

Bekas aktivis ini menulis, pada 5 Desember 2019, Menteri BUMN Erick Thohir mengeluh bahwa BUMN banyak diisi pensiunan dan itu tidak sesuai dengan visi misi Presiden.

Adian lalu bertanya dan dijawabnya sendiri. Apa yang dilakukan Erick terkait para pensiunan di BUMN, apakah ia mengganti para pensiunan itu dengan generasi yang lebih muda?

‘’Eng ing eeeeng, 19 hari berikutnya, tepatnya 24 Desember 2019 Erick Thohir mengangkat Zulkifli Zaini yang berusia 64 tahun menjadi Dirut PLN, pada 17 Febuari 2020, Erick Thohir mengangkat Abdul Ghani di usia 61 tahun menjadi Dirut PTPN 3, pada 29 Mei 2020, Erick Thohir mengangkat Krisna Wijaya yang berusia 65 tahun menjadi Komut Danareksa. Jreeeng….. BUMN kembali diisi para pensiunan dan yang muda kembali tersingkirkan. Memang lidah tak bertulang,’’ ujarnya.

Dikatakan, beberapa waktu lalu Pemerintah sudah setuju memberi dana talangan lagi ke BUMN sebesar Rp 152 triliun. Lucunya, beberapa BUMN yang dapat dana talangan itu adalah BUMN yang sudah go publik, salah satunya Garuda Indonesia sebesar Rp 8,5 triliun. Di Garuda pemerintah punya saham sebesar 60 %, sisanya dimiliki pihak swasta, salah satunya 25,6 % dimiliki Chairul Tanjung.

Di sini ada yang aneh dan membingungkan, kata Adian, logikanya perusahaan Go Public ketika butuh dana segar setidaknya punya dua pilihan, yakni mencari pinjaman atau menambah / menerbitkan saham baru.

‘’Nah, lucunya status Rp 8,5 triliun yang di dapat Garuda ini tidak jelas diberikan sebagai apa. Apakah sebagai pinjaman atau penambahan modal (saham) negara. Dalam PP 23 tahun 2020, tidak dikenal istilah Pinjaman negara. Yang ada hanyalah PMN, Penempatan Dana (tidak bisa di luar Perbankan), Investasi atau Penjaminan,’’ kata Adian.

Menurut dia, ketika negara memberikan uang kepada Garuda dari anggaran PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional), maka tidak ada pilihan pemberian tersebut harus dalam bentuk PMN atau Investasi, tidak bisa yang lain. Kecuali, pemerintah nekat menabrak PP yang dibuatnya sendiri, dan itu adalah pelanggaran hukum yang tentunya sedang ditunggu para penggemar Impeachment.

‘’Menteri itu untuk memecahkan masalah, bukan membuat masalah. Kalau pemberian uang itu masuk pada kategori PMN atau Investasi, maka konsekuensi hukum yang timbul adalah persentase saham pemilik saham yang lain bisa tergerus atau delusi,’’tegas Adian.****

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *