Oleh: Suprihardjo
(Wartawan Berita Buana 1979 -2004)
JAKARTA, REPORTER.ID — Pasar Kenari di Jl Salemba Raya, Jakarta Pusat sejak lama terkenal sebagai pasar peralatan listrik, khususnya pompa air. Entahlah setiap lewat pasar tersebut ingatanku selalu pada gedung bersejarah di Jl Kenari II no.15, sekitar 200 meter di belakangnya.
Gedung yang sejak 11 Januari 1986 resmi menjadi Museum Mohammad Hoesni Thamrin itu cukup luas halamannya untuk parkir mobil maupun minibus, dan ada hiasan patung tokoh Pahlawan Nasional tersebut. Di gedung itulah sejak tahun 1928 Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) berkantor dan berkiprah, dan pada tahun 1935 diselenggarakan Kongres Partai Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Ir. Soekarno, Dr. Tjipto Mangunkoesoemo, Mr.Iskak dan kawan kawan tahun 1927.
Pertama saya mengunjungi museum MH Thamrin ini tahun 1993 juga merupakan peristiwa yang tak terlupakan.
Betapa tidak. Saat itu beberapa wartawan Balaikota DKI Jakarta termasuk saya dari Berita Buana meliput acara di situ.
Sambil menunggu kedatangan Wakil Gubernur DKI Jakarta Bidang Kesra R Museno kami sesama wartawan ngobrol. Saat itu belum ada hanphone apalagi smartphone yang multifungsi seperti saat ini yang bermanfaat untuk bermacam keperluan dari serius sampai iseng.
Auw..auw. Tiba tiba ada gejolak di celanaku membuat kaget. Sambil berdiri kugerayangi kantong celanaku untuk menghentikan gejolak dan getaran benda itu. Teman teman cuma tertawa terkekeh sambil menunjukku.
Rupanya itu _radio pager_ atau alat penyeranta-ku meronta pertanda ada pesan masuk. Saat itu memang sedang kusetel getar atau silent agar tak mengganggu lingkungan.
Radio pager kala itu hanya ada 3 merk, Starko, Starpage dan Motorola. Sayang musimnya berhenti sampai tahun 1997 setelah banyak orang lapangan menggunalan handphone untuk komunikasinya.
Kala itu display ruang pamer Museum MHT belum serapi dan sebagus sekarang. Malah ada yang menyebut sekarang ini ruangan museum harum mewangi.
Benar saja, Andri Laksana Kepala Satuan Pelayanan Museum Muhammad Hoesni Thamrin hari Minggu (14/6/2020) segera memberikan bukti itu. Ia memandu saya secara virtual melihat koleksi koleksi yang berkaitan dengan kehidupan Putra Indonesia dari etnis Betawi yang pertama menjadi anggota Volksraad dalam masa Hindia Belanda itu.
Koleksi unggulannya sebuah radio merk Philips buatan Italia tahun 1928. Dijelaskan, memang pabrik radio merk ini pusatnya di Eindhoven Negeri Belanda. Namun perakitan radio Philips telah memiliki cabang di negara lain. Bahkan tahun 1940 buka cabang di Bandung.
“Radio itu masih dapat menangkap siaran. Tetapi suaranya kurang bagus,” tutur Andri.
Radio itulah yang digunakan Hoesni Thamrin mengikuti perkembangan politik di luar negeri.
Koleksi lainnya adalah blangkon Surakarta yang dikenakan MH Thamrin menghadiri Kongres Pemuda di Solo, sepeda, alat musik tanjidor termasuk thrombone, dan kereta jenazah. Banyak benda benda memorabilia tokoh tersebut dipajang di museum ini dengan tata pamer yang artistik, dari yang asli maupun hanya replikanya.
Yang tidak kalah penting, koleksi naskah asli pidato M Hoesni Thamrin ketika menjadi anggota Volksraad, foto foto asli maupun reproduksi momen penting di gedung tersebut. Di gedung Perguruan Rakyat itulah tokoh tokoh nasional seperti H Agus Salim, Mr. Soenario memberikan pencerahan kepada para siswanya. Bahkan komponis Ismail Marzuki mendapatkan semangat kebangsaan di tempat ini. WR Soepratman konon memperdengarkan lagu Indonesia Raya tanpa syairnya di tempat ini.
Makanya tidak sia sia berkunjung ke bangunan yang bersejarah tersebut dan melihat saksi bisu peristiwa besar bangsa ini di masa lalu.
Sayangnya minat masyarakat berkunjung ke Museum M Hoesni Thamrin sebagai tempat wisata edukasi dan sejarah minim sekali. Pemprov DKI Jakarta mulai 8 Juni 2020 melonggarkan PSBB dan semua museum dibuka kembali. Namun museum ini tak ada pengunjung, kecuali 2 orang pada hari Minggu (14/6/2020).
Andri Laksana mencatat selama tahun 2019 pengunjungnya 5.503 orang. Berarti rata rata tiap hari hanya sekitar 16 sampai 17 orang.
Jumlah pengunjung itu menurun dibandingkan tahun 2018 dengan 6.059 orang, atau rata rata tiap hari 18 orang pengunjung.
Tidaklah salah bila kita mengingatkan masyarakat dengan ajakan, Bila ke Pasar Kenari jangan lupa ke Museum MH Thamrin yang hanya berjarak 200 meter.
Di situ kita dapat menikmati banyak hal yang dapat menginspirasi langkah ke depan selanjutnya baik sebagai warga masyarakat yang berbudaya dan bersemangat juang maupun sebagai pengusaha dan apalagi pemimpin.***