Kepala BMKG: Pengoperasionalan TMC, Kondisi Cuaca Harus Jadi Pertimbangan

oleh
oleh
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati.

JAKARTA, REPORTER.ID – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati menyampaikan kondisi cuaca dan iklim harus menjadi pertimbangan dalam melakukan operasional TMC.

“Hingga ke penghujung Juni dan memasuki Juli, potensi pertumbuhan awan hujan di Riau dan Sumatera Selatan akan semakin menurun,” kata Dwikorita, saat rapat bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), beberapa waktu lalu.

Begitu pula, lanjut dia, dengan faktor kelembapan udara. Untuk wilayah Sumatera, secara umum mulai mengalami penurunan sehingga akan cukup menghambat pertumbuhan awan-awan konvektif. Sedangkan untuk potensi pertumbuhan awan di wilayah Kalimantan akan bertambah.

”Pada bulan Juni Dasarian III dan Juli Dasarian I untuk wilayah Riau, Jambi dan Sumsel hampir tidak mempunyai peluang mendapatkan curah hujan. Karena itu rekomendasi kami pada bulan Juli sangat kecil peluang TMC dilakukan, sehingga pencegahan Karhutla diprioritaskan dengan non TMC,” jelas Dwikorita.

Sedangkan pada Agustus di saat terjadi puncak musim kemarau, peluang TMC dapat dilakukan di sebagian wilayah Riau dan perbatasan dengan Jambi. Sedangkan pada September, peluang TMC dapat dilakukan di sebagian wilayah Jambi dan perbatasan wilayah Sumatera Selatan.

Kepala BPPT, Hammam Riza, menjelaskan selama pelaksanaan TMC selama periode Maret-Mei, berhasil mencegah adanya hotspot atau titik api, serta dapat meningkatkan Tinggi Muka Air (TMA) pada lahan gambut.

”TMC mampu menghasilkan air dalam jumlah yang sangat banyak sampai jutaan meter kubik per hari jika dilakukan pada saat yang tepat. Operasi ini sangat tergantung dari ketersediaan awan dan memperhatikan level air gambut,” kata Hammam.

Jumlah Titik Api Menurun

Perbandingan total jumlah hotspot pada 2019 dan 2020 per tanggal 1 Januari–9 Juni, berdasarkan Satelit Terra/Aqua (NASA) dengan Level kepercayaan =80 persen sebanyak 837 titik. Sementara pada periode yang sama 2019 jumlah hotspot sebanyak 1.381 titik. Artinya terdapat penurunan jumlah hotspot sebanyak 544 titik atau 39,39 persen.

Untuk semakin menurunkan jumlah hotspot dan mencegah karhutla, KLHK terus melakukan intervensi kebijakan agar para pemegang izin konsensi khususnya di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI) terus meningkatkan kewaspadaan melalui pemulihan ekosistem gambut yang rawan terbakar.

Salah satunya, telah dilakukan pembangunan infrastruktur 376 Titik Penataan-TMAT Manual, TMAT otomatis 106 unit, stasiun curah hujan 7 unit, dan 321 unit sekat kanal. Hasilnya tidak terjadi Karhutla signifikan pada 2019 di areal gambut yang telah diintervensi pembasahan ataupun pada areal gambut yang dipulihkan.

Namun tantangan terbesar berada di areal masyarakat yang mengalami alih fungsi lahan dan tidak memiliki perangkat pengawasan yang kuat. Ini menjadi tantangan bagi semua pihak. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *