Spanduk Ganyang PKI di Demo Penolakan RUU HIP di Solo

oleh
oleh
Aksi massa di Solo (KRONOLOGI)

SOLO, REPORTER.ID — Ribuan massa ormas Islam menggelar demo penolakan terhadap RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) di bundaran Gladag, Jalan Slamet Riyadi, Solo, Minggu (14/6). Beberapa pesertanya membentangkan spanduk bertuliskan penolakan terhadap RUU HIP yang kini sedang dibahas di DPR. Di antaranya berbunyi, ‘Tolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila’ dan ‘Ganyang PKI’.

Humas aksi unjukrasa tersebut, Endro Sudarsono, mengatakan penolakan dilakukan sejalan dengan seruan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengritik RUU HIP. Salah satu alasannya ialah kekhawatiran munculnya kembali komunisme di Indonesia.

“Karena dalam RUU HIP tidak mencantumkan Tap MPRS nomor XXV/MPRS/1966 yang isinya larangan terhadap komunisme, leninisme, marxisme. Kami khawatir ini akan memunculkan komunisme,” ujar Endro Sudarsono.

Ia menjelaskan, penolakan juga dilakukan terhadap pasal yang ada di dalam RUU HIP, misalnya ada satu pasal yang menyebut Ketuhanan yang Berkebudayaan. “Ada pasal yang seharusnya Ketuhanan yang Maha Esa tapi di situ ditulis Ketuhanan yang Berkebudayaan. Padahal Ketuhanan yang Maha Esa melekat dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945,” tegas Endro.

Sebelumnya, dalam webinar bersama tokoh Madura lintas provinsi dan lintas negara yang digelar, Sabtu (13/6), Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, kebangkitan PKI tidak akan terjadi karena pelarangan komunisme di Indonesia sudah bersifat final.
Mahfud menjelaskan, RUU HIP disusun oleh DPR dan masuk dalam Prolegnas 2020. Tahapan sampai saat ini, pemerintah belum terlibat pembicaraan dan baru menerima RUU tersebut.

‘’Presiden belum mengirim supres (surat presiden) untuk membahasnya dalam proses legislasi. Pemerintah masih mempelajarinya secara saksama dan menyiapkan beberapa pandangan,” kata Mahfud lagi.

Mahfud mengatakan, nanti jika saat tahapan sudah sampai pada pembahasan, pemerintah akan mengusulkan pencantuman Tap MPRS No XXV/MPRS/1966 dalam konsiderans dengan payung “Mengingat: Tap MPR No. I/MPR/2003”. Di dalam Tap MPR No. I/MPR/2003 itu ditegaskan bahwa Tap MPRS No. XXV/1966 terus berlaku.

Mahfud menegaskan, pemerintah akan menolak jika ada usulan memeras Pancasila menjadi Trisila atau Ekasila. Bagi pemerintah, Pancasila adalah lima sila yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada 18 Agustus 1945 dalam satu kesatuan paham.

Ketua MPR Bambang Soesatyo sebelumnya juga menegaskan, tidak ada ruang bagi paham komunisme di Indonesia. Larangan bagi komunisme, tercantum dalam TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966.

Bamsoet menjabarkan, Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) diharapkan memperkuat Pancasila sebagai ideologi bangsa. Meskipun TAP MPRS XXV/MPRS/1966 belum dimasukkan ke dalam RUU tersebut, kedua payung hukum tersebut (mungkin maksudnya, Tap MPR No. I/MPR/2003 dan Tap MPRS No. XXV/1966, red) merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

“Baik TAP MPRS maupun RUU HIP, merupakan satu kesatuan hukum yang tak terpisahkan, sebagai pegangan bangsa Indonesia dalam menumbuhkembangkan ideologi Pancasila,” ujar Bamsoet.
Dijelaskan Bamsoet, TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 masih berlaku hingga sekarang dan memiliki kekuatan hukum mengikat. Oleh karena itu, berlakunya TAP MPRS mengenai larangan komunisme dibahas dalam Sidang Paripurna MPR RI Tahun 2003, yang kemudian dikeluarkan TAP MPR Nomor I Tahun 2003 yang secara populer disebut dengan ‘TAP Sapujagat’.

Disebut demikian karena TAP MPR Nomor I Tahun 2003 ini berisi peninjauan terhadap materi dan status hukum ketetapan MPRS dan ketetapan MPR RI sejak 1960 sampai 2002. Setelah keluarnya TAP MPR No I Tahun 2003, MPR sudah tidak lagi punya wewenang untuk membuat TAP MPR yang bersifat mengatur keluar (regeling).
Dari total 139 TAP MPRS/MPR yang pernah keluarkan, semuanya dikelompokkan menjadi enam kategori.

Adapun TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 masuk kategori kedua, termasuk dalam tiga TAP yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan tertentu.
“Jadi, TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 itu masuk dalam kelompok kedua dan dinyatakan masih berlaku. Sehingga kita tak perlu khawatir PKI bakal bangkit lagi,” kata Bamsoet. ***

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *