JAKARTA, REPORTER.ID–Koordinator Program Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani berharap, Majelis Hakim PN Jakut mengesampingkan tuntutan jaksa yang menangani kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Soalnya, tuntutan jaksa tidak memberikan rasa keadilan kepada Novel selaku korban.
“Kita berharap majelis hakim mengesampingkan tuntutan JPU, dengan mempertimbangkan fakta sebenarnya dengan memperhatikan dampak bagi korban dan nasib pemberantasan korupsi ke depan, untuk menjatuhkan hukuman yang maksimal,” kata Julius, kemarin.
JPU, kata Julius, terkesan tidak mempertimbangkan dampak serangan seperti kebutaan dan pengobatan menahun yang harus dijalani Novel sehingga tidak dapat berkegiatan secara normal, sebagai bahan pertimbangan dalam mengajukan tuntutan.
Ia menilai, JPU terkesan bertindak layaknya pengacara terdakwa. Pasalnya, pembuktian yang dilakukan JPU justru diarahkan bahwa perbuatan pelaku penyerangan tidak direncanakan.
“Hal ini justru jadi indikator tuntutan yang meringankan para terdakwa. Nyaris tidak ada pembuktian yang diarahkan pada fakta sebenarnya bahwa ada perencanaan dan perbuatan yang sesuai rencana,” ujarnya.
Lebih jauh, Julius beranggapan bahwa tuntutan yang diajukan JPU justru mengancam proses pemberantasan korupsi yang lebih luas. Sebab, tuntutan yang diajukan terkesan tidak mencerminkan jaminan keadilan bagi aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi.
“Fakta bahwa Novel Baswedan adalah aparat penegak hukum yang berprestasi dalam mengungkap kasus mega korupsi tidak jadi pertimbangan,” ujarnya.
Terkait hal itu, Julius berharap Presiden Jokowi mengevaluasi secara menyeluruh aparat kepolisian dan kejaksaan, baik dari penyelidikan hingga penuntutan. Selain itu, ia juga berharap, DPR dapat menjadikan proses peradilan yang tengah berjalan sebagai momentum untuk memperbaiki sistem peradilan pidana yang lebih menjamin kepentingan keadilan bagi korban. ****