Tak Ada Aturan yang Haruskan Hakim Putus Perkara Sesuai Tuntutan Jaksa

oleh
oleh
Ketua Komisi III DPR RI, Herman Hery.

JAKARTA, REPORTER.ID – Ketua Komisi III DPR Herman Hery mengatakan keputusan sanksi pidana terhadap kedua terdakwa kasus penyerangan Novel Baswedan berada sepenuhnya di tangan hakim.

“Perlu diingat bahwa proses peradilan masih berlangsung. Tahapan yang berlangsung saat ini adalah pembacaan tuntutan terhadap tersangka oleh jaksa penuntut umum. Dalam proses persidangan, keputusan akhir mengenai sanksi pidana adalah kewenangan hakim,” kata Herman kepada wartawan, Senin (15/6).

Seperti diberitakan, dua terdakwa kasus penganiayaan terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis, dituntut 1 tahun penjara. Jaksa menilai Rahmat dan Ronny terbukti melakukan penganiayaan berat terhadap Novel dengan menyiramkan air keras.

Menurut Herman Heri, hakim dapat memutus perkara dengan keyakinannya. Tak ada aturan yang mengharuskan hakim memutus perkara sesuai dengan tuntutan jaksa.

“Apakah mungkin putusan hakim berbeda? Tentu saja secara normatif tidak ada aturan yang mengharuskan hakim memutus perkara sesuai tuntutan jaksa penuntut umum,” tegasnya.

Selaku legislator di bidang hukum, Herman meminta semua pihak menghormati proses persidangan. Ia berharap hakim dapat memutus kasus penyerangan Novel secara adil.

“Sebagai Ketua Komisi III, saya minta semua pihak untuk menghormati jalannya persidangan dan kebebasan hakim dalam memutuskan perkara. Saya harap hakim bisa memutus dengan seadil-adilnya,” ujar politisi PDIP ini.

“Di sisi lain, patut juga dipahami bahwa putusan hakim nantinya merupakan kewenangan yudikatif yang tidak bisa diintervensi oleh siapa pun,” tegas Herman Heri lagi.

Sementara itu peneliti PUKAT UGM Zaenur Rohman mengecam tuntutan 1 tahun penjara kepada 2 terdakwa penyerangan Novel Baswedan. Ia menilai tuntutan itu memperlihatkan bobroknya penegakan hukum di Indonesia.

“Tuntutan 1 tahun terhadap terdakwa penyerang Novel Baswedan ini memperlihatkan bobroknya dunia penegakan hukum di Indonesia,” kata Peneliti PUKAT UGM, Zaenur Rohman, kemarin.

Menurutnya, tuntutan tersebut jauh dari rasa adil, bahkan mencederai rasa keadilan masyarakat. Apalagi, penyerangan itu menyasar seorang penegak hukum yang tengah melaksanakan tugas pemberantasan korupsi.

“Karena tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU) 1 tahun terhadap pelaku penyerangan seorang penegak hukum yang sedang melakukan tugas-tugas penegakan memberantas korupsi besar itu sangat tidak layak,” ujarnya.

Tak hanya tuntutan JPU yang sangat tidak pas, dia juga menyebut selama jalannya sidang JPU terkesan menyudutkan Novel. Padahal, sebagai JPU seharusnya menggali keterangan dari Terdakwa untuk mengetahui siapa aktor intelektual di balik penyerangan tersebut.

“Dalam sidang banyak sekali pertanyaan JPU yang justru menyudutkan korban ya bukan menggali keterangan dari para terdakwa. Lalu tidak ada satu upaya mengungkap siapa aktor intelektual dari peristiwa penyerangan tersebut dan juga apa motif dari penyerangan,” ujar Zaenur.

Zaenur menilai, tuntutan tersebut sangat janggal karena JPU beranggapan bahwa pelaku tidak sengaja melempar air keras dan mengenai wajah Novel. Padahal, kedua pelaku adalah anggota Polri yang tentunya memiliki kemampuan khusus.

“Menurut saya itu tidak logis karena menurut saya itu suatu bentuk penyerangan terencana. Di mana ada survei dari pelaku dalam mengamati kegiatan, rumah dan lingkungan Novel. Apalagi pelaku yang merupakan anggota Brimob memiliki kemampuan yang mumpuni, jadi tidak masuk akal jika mengenai wajah (Novel) itu tidak sengaja. Kalau dilakukan oleh anak kecil mungkin masuk akal ya, tapi pelaku ini adalah orang yang punya kemampuan khusus sebagai anggota Brimob,” ujar Zaenur.

Zaenur berharap Presiden Jokowi memberi perhatian khusus dalam penanganan kasus Novel.

’Kita berharap, ke depan Jokowi harus mengambil langkah dalam memperbaiki institusi Polri dan Kejaksaan. Saya berharap kepala negara, Presiden untuk melihat kasus ini dan kemudian mengambil tindakan nyata di dalam upaya memperbaiki institusi penegakan hukum, khususnya Kepolisian dan Kejaksaan,” ucapnya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *