JAKARTA, REPORTER.ID – Menko Polhukam, Mahfud MD mengaku baru saja dipanggil Presiden Jokowi ke Istana Negara untuk menyampaikan pandangan dan sikap pemerintah terkait Rancangan Undang-Undang tentang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), sebagai usul inisiatif DPR yang disampaikan kepada pemerintah.
“Sesudah presiden berbicara dengan banyak kalangan dan mempelajari isinya maka pemerintah memutuskan untuk menunda atau meminta penundaan kepada DPR atas pembahasan rancangan undang-undang tersebut dan meminta kepada DPR untuk berdialog dan menyerap aspirasi lebih banyak lagi dengan seluruh kekuatan-kekuatan atau elemen-elemen masyarakat,” kata Mahfud saat konferensi pers di kantornya, Jalan Merdeka Barat, Jakpus, kemarin.
Mahfud yang didampingi Menkumham Yasonna Laoly itu menjelaskan, pemerintah tidak akan mengeluarkan surat presiden (surpres) untuk membahas RUU tersebut. Presiden Jokowi menyatakan bahwa Tap MPRS nomor 25 tahun 1966 masih berlaku.
“Jadi pemerintah tidak mengirimkan supres, tidak mengirimkan surat presiden untuk pembahasan itu. Itu aspek proseduralnya. Aspek substansinya presiden menyatakan juga bahwa Tap MPRS nomor 25 tahun 66 itu masih berlaku, mengikat, dan tidak perlu dipersoalkan lagi,” tuturnya.
Mahfud menegaskan pemerintah berkomitmen bahwa Tap MPRS 25/1966 merupakan satu kesatuan produk hukum, sehingga tidak bisa dicabut termasuk oleh lembaga negara. Oleh sebab itu pemerintah tetap pada komitmen bahwa Tap MPRS nomor 25 tahun 1966 tentang larangan komunisme, marxisme, leninisme itu merupakan satu produk hukum peraturan perundang-undangan yang mengikat dan tidak bisa lagi dicabut oleh lembaga negara atau oleh undang-undang sekarang ini.
Lebih jauh Menko Pohukam mengatakan rumusan Pancasila yang sah adalah rumusan Pancasila yang disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
“Kemudian yang ketiga, mengenai rumusan Pancasila. Pemerintah berpendapat bahwa rumusan Pancasila yang sah itu adalah rumusan yang disahkan tanggal 18 Agustus 1945 oleh panitia persiapan kemerdekaan Indonesia yang tercantum di dalam pembukaan UUD 1945 itu yang sah. Demikian penjelasan dari saya,” ucapnya.
Menkum HAM Yassona Laoly menambahkan, keputusan pemerintah menunda pembahasan RUU HIP akan disampaikan secara resmi ke DPR dalam waktu dekat. Dia menyebut, pemerintah akan mengirimkan surat secara resmi kepada DPR terkait penundaan tersebut.
“Kan kita pemerintah kan punya waktu 30 hari, saya tidak tahu tanggal pastinya, tapi saya cek bulan ini nanti akan kita sampaikan secara resmi. Kita berkomunikasi secara resmi aja nanti dengan surat,” kata Yasonna.
Menanggapi keterangan Menko Polhukam Mahfud MD, Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi mengatakan, DPR akan menunggu surat resmi dari pemerintah terkait permintaan penundaan pembahasan RUU HIP.
“Mekanisme yang diatur dalam UU 12/2011 jo UU 15/2019 (tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan), ya kami tunggu surat resmi pemerintah,” tegas Baidowi, kemarin.
Dijelaskan, DPR telah mengirimkan surat resmi kepada pemerintah terkait pembahasan RUU HIP, maka kalau pemerintah minta ditunda, maka harus menjawabnya dengan surat resmi pula.
“Karena DPR berkirim surat resmi kepada pemerintah, maka sebaiknya sikap pemerintah juga disampaikan secara tertulis. Apakah mau menunda, menolak, atau menyetujui pembahasan. Kami juga mengapresiasi aspirasi dan pendapat yang berkembang di masyarakat yang sangat kritis terhadap RUU ini,” ujarnya.
“Jika nanti pemerintah menolak pembahasan, ya berarti RUU HIP dikembalikan ke DPR dan tidak ada pembahasan lebih lanjut. Dan jika disusun kembali, DPR punya kesempatan luas untuk menampung aspirasi,” kata Baidowi. ***