JAKARTA, REPORTER.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bicara soal risiko yang terjadi bila Pilkada Serentak 2020 tetap dilakukan pada masa pandemi virus corona atau Covid-19. KPK menyebut program penanganan Covid-19 berpotensi dijadikan alat untuk politik uang atau money politics.
“Risiko yang dihadapi, politik uang akan bersembunyi di program Covid-19,” kata Direktur PJKAKI KPK Sujanarko dalam diskusi bertajuk Menolak Pilkada di Tengah Covid-19: Perspektif Ancaman Politik Uang/Korupsi pada Pilkada 2020, kemarin.
Sujanarko melihat potensi politik uang itu bisa muncul dengan memanfaatkan program bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19. Hal itu sudah terlihat bansos akan dimanfaatkan sebagai ajang kampanye.
“Karena itu kemarin bansos banyak juga yang viral di medsos. Digunakan untuk kampanye, yang celakanya bansos itu diberikan bukan by name dan by address, tapi dalam bentuk uang tunai dan ini akan sangat berbahaya dalam konteks korupsi,” kata Sujanarko mengingatkan.
Ia juga mengatakan pilkada di tengah pandemi virus corona berpotensi mengurangi partisipasi publik. Ia menyebut, jika partisipasi publik rendah, potensi terjadi terjadi korupsi bisa makin tinggi.
“KPK punya pengalaman menarik. Ada satu wilayah kota di Sumatera yang berkali-kali ditangkap KPK. Apa yang terjadi saat pemilu kemarin partisipasi pemilih sangat rendah, kalau nggak salah 26 persen. Bisa dibayangkan dengan persentase yang rendah itu, kalau ada 4 kandidat saja, kira-kira para pengusaha yang korup itu bisa mengkooptasi pilkada,” ujar Sujanarko.
Selain itu, ia mengatakan pilkada di masa pandemi juga berisiko pada keselamatan masyarakat. Ia menyebut pilkada di tengah pandemi berpotensi memunculkan klaster penyebaran virus Corona baru.
“Kalau kita paksa pemilukada diselenggarakan, yang mengkhawatirkan akan menghasilkan klaster baru corona yang sangat luas Covid-nya. Ini akan menjadi bencana nasional baru,” sebutnya.
Sujanarko lalu mencontohkan salah satu event olahraga internasional terpaksa dibatalkan karena ada pandemi. Padahal, menurutnya, event itu sudah melakukan persiapan yang matang tapi harus dibatalkan. Untuk itu, ia berpendapat harusnya pilkada ditunda dengan cara pemerintah membuat regulasi terkait penundaan pilkada itu.
“Kalau pilkada itu kira-kira ditunda, solusinya seperti apa, solusinya tidak terlalu sulit, kira-kira presiden bisa membuat regulasi atau itu KPU atau presiden buat regulasi untuk melakukan penundaan yang kira-kira risiko tadi bisa kita selesaikan,” kata Sujanarko.
“Jadi tentu KPK tidak bisa menjustifikasi pemilukada harus ditunda, tapi dengan risiko yang luas itu perlu dipertimbangkan baik-buruknya,” pungkasnya. ***