Survei KedaiKOPI : Susi Pudjiastuti Calon Pemimpin Paling Disukai

oleh
oleh
Mantan Menteri KKP, Susi Pujiastuti.

JAKARTA, REPORTER.ID – Lembaga survei KedaiKOPI merilis sebuah survei terkait tokoh alternatif yang berpotensi menjadi pemimpin Indonesia ke depan. Adapun delapan nama yang disurvei dan hasilnya adalah Susi Pudjiastuti (24,6%), Anies Baswedan (20,1%), Ridwan Kamil (15,4%), Tri Rismaharini (14,7%), Sri Mulyani (10,1%), Andi Amran Sulaiman (8,7%), Khofifah Indar Parawansa (4,1%), Rizal Ramli (2,3%).

Survei bertajuk ‘Menanti Tokoh Alternatif Indonesia’ itu dilakukan secara online pada 1 – 10 Juni 2020 dengan responden yang tersebar di 35 provinsi. Total responden 1.200 orang yang memiliki hak untuk memilih dan memilih.

“Tokoh kesukaan yang paling disukai itu Susi Pudjiastuti 24,6%, kedua Anies Baswedan 20,1% untuk kepala daerah, dan Ridwan Kamil di posisi ketiga 15,4%,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei KedaiKOPI Kunto Adi Wibowo, dalam webinar, Kamis (18/6/2020).

Kunto mengatakan kemunculan nama itu didapatkan berdasarkan sistem big data dengan Google Trend. Kunto menyebut Anies menjadi yang terbanyak dicari di mesin pencarian Google.

“Kenapa nama-nama ini muncul, kita mencoba memadukannya dengan big data, ini hasil dari Google Trend. Kami cari nama-nama tersebut, ini kami bandingkan nama-nama kepala daerah, dan Anies dominan di Google Trend. Jadi orang banyak nyari tentang Anies terkait dengan pemberitaan di media-media, yang membuat orang pengin tahu apa sih yang dilakukan Anies Baswedan,” ujarnya.

Lebih lanjut, analis komunikasi politik Hendri Satrio menilai ada tantangan untuk kepala daerah saat menatap Pilpres 2024. Masa jabatan mereka akan habis sebelum 2024 sehingga mereka tidak akan punya panggung lagi.

“Pemilu 2024 akan membuat pemimpin daerah kesulitan menjaga elektabilitas, maksimal sampai 2023, jadi Anies selesai 2022. Kalau tanpa panggung politik, itu akan berat sekali, apalagi Anies bukan kader dari partai, yang dari kader saja kesulitan,” katanya.

Hendri mengatakan pemimpin alternatif itu akan berpotensi diduduki oleh anggota DPR, menteri, hingga ketua umum partai. Itu karena mereka memiliki panggung dan elektabilitas yang masih berjalan.

“Yang sampai 2024 itu punya panggung politik, ketum partai bisa, menteri bisa, juga wapres kalau mau. Selain itu, anggota DPR, dia mampu juga, orang DPR itu punya panggung politik sampai 2024, jadi pemimpin alternatif itu masih banyak, dan kemungkinan besar akan ada nama kepala daerah lain yang muncul,” ujarnya.

Sedangkan Founder dan Ketua Umum Innovator 4.0 Indonesia Budiman Sudjatmiko berpendapat ada 2 hal penting yang seharusnya dimiliki.

“Alternatif tokoh pemimpin ke depan itu harus memiliki imajinasi dan empati, dua itu aja, bukan cuma pemimpin itu sebenarnya modal kita juga sebagai manusia yang hidup era norma baru, imajinasi dan empati penting,” kata bekas anggota DPR dari PDIP ini.

Setelah itu, menurutnya, barulah diikuti hal yang bersifat teknis. Budiman mengatakan hal yang bersifat teknis bisa diperhitungkan nantinya, tapi empati dan imajinasi itulah yang terpenting.

“Setelah itu dapat diikuti dengan hal-hal teknis, hal-hal manajerial, dan ha-hal manajerial itu bisa dihitung. Kalau menurut saya imajinasi itu harus dimiliki pemimpin,” ujarnya.

Sama halnya dengan praktisi hukum Abraham Samad. Dia menyebut sikap empati wajib dimiliki seorang tokoh alternatif ke depan. Dengan empati, menurutnya, keadilan hukum dapat berjalan dengan baik.

“Terpenting adalah seseorang yang punya empati, dalam konteks ini mungkin saya lebih bicara lebih diskursus lagi dalam konteks negara hukum. Ketika pemimpin punya empati, maka saya pikir keadilan akan bisa diimajinasikan dalam bentuk penegakan hukum,” ujar Abraham.

Mantan Ketua KPK ini mengatakan presidenlah yang memegang kendali atas pucuk pimpinan instansi di Indonesia. Menurutnya, presiden merupakan panglima tertinggi dalam penegakan hukum.

“Presiden itu punya kewenangan memilih kewenangan dan melantik Kejagung, Kapolri, melantik Ketua KPK, presiden itu panglima tertinggi penegakan hukum, oleh karena itu, maka setidaknya mampu mengarahkan penegakan hukum itu agar tidak salah jalan,” ujarnya.

Sedangkan peneliti Perludem Nurul Amalia meminta agar dibukanya peluang kesempatan bagi anak muda untuk masuk tokoh alternatif. Dia menilai perlu dihapusnya ambang batas calon presiden.

“Penting sekali kita punya regulasi yang inklusif di mana tidak perlu ada ambang batas pencalonan yang itu justru memperkuat kekuatan oligarki partai. Kemudian syarat minimal usia presiden dan wapres yang mengganjal sehingga menghambat kesempatan masuk bagi kalangan muda,” ujarnya.

“Sebetulnya saya juga mau punya calon dari kalangan muda, sayangnya dengan nasib saya kita belum bisa mencalonkan, padahal banyak teman saya yang usia 30 tahun berpendidikan PhD, jadi tidak kalah dengan yang senior-senior, kita ingin ada ruang bagi kaum muda dibuka di pilpres,” kata Nurul. ***

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *