Kartu Prakerja Seharusnya Gandeng Kemendes PDT dan Kemenaker RI

oleh

JAKARTA, REPORTER.ID – Anggota Komisi III DPR Dipo Nusantara Pua Upa meminta agar Kemenko Perekonomian menggandeng Kemenaker dan Kemendes dalam implementasi Kartu Prakerja. Hal itu karena kedua Kementerian tersebut paling memahami kondisi lapangan. Terutama terkait data warga terdampak Covid-19.

“Sebaiknya koordinasi dengan ke Menaker dan Mendes PDT. Selain data dan ada pendamping desa, kepala desa, dia itu ujung tombak pemerintah,” tegas Dipo di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (22/6/2020) malam.

Legislator asal Dapil NTT ini mengakui program ini awalnya untuk mengatasi pengangguran, lalu berubah menjadi program bantuan sosial (Bansos) akibat pandemi Covid-19. “Masyarakat daerah itu paling terdampak Covid-19. Jadi bukan hanya masyarakat urban saja, alias perkotaan,” ujanya.

Namun politisi PKB itu menyayangkan karena masyarakat daerah di luar Jawa belum merasakan dan menikmati infrastruktur telekomuniksinya. Sehingga kesulitan ikut program tersebut. “Bagaimana yang ada di daerah, dapil saya NTT, warga mau daftar saja tidak ada sinyal,” ungkanya.

Menurut Dipo, Kemendes PDT dan Kementerian Ketenagakerjaan itu memiliki pengalaman dalam penyaluran dana desa dan BLT. “Jadi, tidak ada salahnya menggandeng menteri terkait untuk pemerataan Kartu Prakerja tersebut,” tambahnya.

Apalagi lanjut mantan Pengurus GP Ansor itu, masyarakat yang paling terdampak pandemi Covid-19 ini adalah masyarakat daerah di pedesaan.  “Dan, perangkat Desa memiliki peran yang signifikan dalam hal ini,” jelas Dipo lagi.

Usulannya itu kata Dipo, karena dirinya banyak mendapat keluhan dari masyarakat yang kesulitan mendaftar Kartu Prakerja. Dimana wilayah NTT memang kesulitan infrastruktur dan jaringan telekomunikasi belum merata.

Memang setiap kebijakan pasti ada plus minusnya, termasuk dalam program Kartu Prakerja. “Yang jelas dalan menghadapi Covid-19 ini anggaran naik terus. Karenanya program itu harus benar-benar dirasakan masyarakat. Jangan sampai ada kebocoran,” katanya.

Untuk itu dia mendukung langkah KPK untuk mengusut tuntas adanya dugaan penyalagunaan anggaran dalam program ini. “Ya, ini sangat positif. Jangan setengah-setengah karena rakyat miskin yang dirugikan,” pungkas Dipo.

Berdasarkan kajian KPK, (18/6/2020) disebutkan ada empat hal yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah terkait kartu prakerja tersebut.

Pertama, proses pendaftaran. KPK menemukan penyelenggara Kartu Prakerja belum mengoptimalisasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk validasi peserta. “Peserta terdaftar dalam data whitelist kementerian atau lembaga belum terdaftar pada laman program Kartu Prakerja,” kata Ketua KPK Firli Bahuri.

Kedua, platform digital sebagai mitra kerja dalam program kartu Prakerja. KPK menemukan adanya kekosongan hukum untuk pemilihan dan penetapan mitra yang menggunakan DIPA BA-BUN padahal Perpres 16/2018 hanya untuk PBJ yang menggunakan DIPA K/L
KPK juga melihat adanya potensi masalah pada penunjukan platform digital yang tidak dilakukan oleh penyelenggaraan Kartu Prakerja dan konflik kepentingan antara platform digital dan lembaga pelatihan.

Ketiga, konten. KPK menemukan banyak konten pelatihan kartu Prakerja yang tidak layak. Beberapa konten juga tersedia secara gratis di YouTube dan konten pelatihan tidak melibatkan ahli.

Keempat, tataran pelaksanaan. KPK menilai metode pelaksanaan program pelatihan berpotensi fiktif, tidak efektif, dan merugikan keuangan negara.(arpas)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *