JAKARTA, REPORTER.ID – Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengakui, KPK memang tidak pernah menetapkan terpidana kasus korupsi Wisma Altet Hambalang M Nazaruddin (MNZ) sebagai justice collaborator (JC), tetapi sebagai whistleblower.
“Pak Ali (Plt Jubir KPK) kan sudah sampaikan bahwa KPK tidak pernah beri JC. Tetapi, dalam beberapa dalam pemeriksaan, KPK beri surat yang bersangkutan kerjasamanya untuk membuka kasus yang lain, kemudian dia bertindak bukan sebagai JC tetapi whistleblower,” kata Alex di Gedung KPK Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, kemarin.
Alex menyebutkan, Nazaruddin menjadi whistleblower untuk mengungkap adanya kasus korupsi lain, salah satunya proyek e-KTP. Menurutnya, Nazaruddin tidak menjadi JC untuk kasus yang menjeratnya.
“Ada loh kasus yang lain, seperti kasus e-KTP misalnya. Itulah kami beri surat untuk kasus e-KTP. Tapi, untuk kasus dia (kasus Nazruddin, red) sendiri, KPK tidak pernah memberi status sebagai JC,” sebut Alex.
Untuk diketahui, whistleblower dan JC memiliki pengertian yang berbeda jika mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 04 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana atau Whistleblower dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama atau Justice Collaborator di Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.
Dalam SEMA itu disebutkan yang dimaksud dengan Tindak Pidana Tertentu adalah tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir sehingga, tindak pidana tersebut telah menimbulkan masalah dan ancaman serius bagi stabilitas dan keamanan masyarakat.
Sementara itu Menkum HAM Yasonna Laoly menjelaskan soal bebasnya terpidana kasus korupsi dan pencucian uang, Muhammad Nazaruddin. Yasonna memastikan pemberian remisi kepada Nazaruddin dilakukan sesuai dengan aturan dalam PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
“Bahwa Saudara Nazaruddin bersedia bekerja sama untuk mengungkap dan membongkar perkara dimaksud, ini surat dari KPK. Sehingga yang bersangkutan, sesuai dengan PP 99, berhak mendapat remisi. Itu ketentuannya demikian, PP 99. Kalau tidak, dia tidak akan membongkar jaringan, tidak akan bekerja sama dengan penegak hukum. Maka, oleh KPK diterbitkan lah surat itu,” kata Yasonna dalam rapat dengan Komisi III DPR, kemarin.
Yasonna menyebut Nazaruddin juga telah membayar denda untuk dua perkara yang menjeratnya. KPK, sebut dia, juga bersurat kepada Ditjen PAS Kemenkum HAM yang isinya adalah rekomendasi pemberian remisi diserahkan kepada Dirjen PAS Kemenkum HAM sebagai yang berwenang.
Menurut Yasonna, berdasarkan PP 99/2012, Nazaruddin berhak atas pembebasan bersyarat karena telah menjalani 2/3 masa pidana dan bekerja sama untuk membongkar tindak pidana. Dia menyebut, pada 21 Februari 2020, Dirjen PAS juga menyurati KPK tentang permintaan rekomendasi asimilasi dan pembebasan bersyarat narapidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang, namun KPK tidak memberikan rekomendasi bebas bersyarat tersebut.
“Dikatakan, KPK tidak memberikan rekomendasi asimilasi kerja sosial dan pembebasan bersyarat, karena perhitungan masa pidana yang dijalani belum menjalani 2/3 masa hukuman, kecuali apabila yang bersangkutan mendapatkan remisi. Jadi, tidak ada rekomendasi. Maka, dia tetap di dalam. Kalau JC-JC, yang lain misalnya, yang dari ini, biasanya mereka langsung 2/3 dapat,” jelas Yasonna.
“Kemudian sidang TPP tanggal 28 April 2020 merekomendasikan pemberian cuti menjelang bebas terhadap Nazaruddin dengan pertimbangan syarat administratif sebagai berikut: sesuai Pasal 10 Permenkum HAM tentang Tata Cara Pemberian Remisi, Cuti, Asimilasi Cuti, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat, bahwa pemberian CMB tidak dipersyaratkan pemberian rekomendasi dari KPK, hanya 2 bulan lagi, 2 bulan lagi beliau bebas penuh, 13 Agustus akan bebas,” sambungnya.
Ditjen PAS Kemenkum HAM lalu mengeluarkan cuti menjelang bebas atas nama Nazaruddin, karena tidak dipersyaratkan adanya rekomendasi dari KPK. Yasonna menyebut pemberian cuti menjelang bebas itu karena Nazaruddin telah menjadi justice collaborator.
“Maka, oleh karena itu, Dirjen PAS atas nama Menkum HAM mengeluarkan cuti menjelang bebas tanggal 10 Juni 2020 yang dilaksanakan pada tanggal 14 Juni atas nama M Nazaruddin. Saya kembalikan, seharusnya 2/3, karena dia telah kooperatif dan ikut membongkar kasus-kasus sebelumnya, kooperatif, seharusnya 2/3 (masa tahanan) itu beliau sudah PB (pembebasan bersyarat), tapi karena tidak diberikan rekomendasi, ini tinggal cuti menjelang bebas,” ungkapnya. ***