JAKARTA, REPORTER.ID – Kejaksaan Agung (Kejagung) tetapkan 4 (empat) Pejabat Bea Cukai Batam dan satu pengusaha pemilik PT Flemingo Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima, terkait kasus dugaan penyalahgunaan wewenang dalam tekstil impor tahun 2020.
“Berdasarkan surat perintah penyidikan nomor 22 tanggal 27 April 2020 dan surat perintah penyidikan nomor 22 A tanggal 6 Mei 2020, pada hari ini menetapkan lima orang tersangka. Empat masih pejabat aktif, yang satu pengusahanya,” tegas Kapuspenkum Kejagung, Hari Setiono di Gedung Bundar Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemarin.
Kelima tersangka tersebut adalah Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan KPU Bea-Cukai Batam berinisial MM, Kepala Seksi (Kasi) Kepabeanan dan Cukai pada Bea-Cukai Batam berinisial DA, Kasi Kepabeanan Bea dan Cukai pada Bea-Cukai Batam berinisial HAW, Kasi Kepabeanan dan Cukai pada Bea-Cukai Batam berinisial KA, serta satu pengusaha pemilik PT Flemings Indo Batam (FIB) dan PT Peter Garmindo Prima (PGP) berinisial IR.
Dari empat pejabat Bea Cukai tersebut, Kejagung telah memeriksa dan menahan tiga orang di Rutan Salemba Cabang Kejagung. Mereka adalah Kasi Kepabeanan dan Cukai pada Bea-Cukai Batam Dedi Aldrian; Kasi Kepabeanan dan Cukai pada Bea-Cukai Batam Hariyono Adi Wibowo, dan Kasi Kepabeanan dan Cukai pada Bea-Cukai Batam Kamarudin Siregar.
Ketiganya keluar dari Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jalan Sultan Hasanuddin, Kebayoran Baru, Jaksel, Rabu (24/6) pukul 21.35 WIB, dengan dengan tangan diborgol dan membawa map. Mereka mengenakan rompi tahanan dan bermasker, kemudian digiring untuk masuk ke mobil tahanan.
Sebelumnya Kejagung mengungkap temuan 556 kontainer milik PT FIB (Flemings Indo Batam) dan PT PGP (Peter Garmindo Prima) yang tidak sesuai dengan syarat bea masuk dalam kasus dugaan korupsi importasi tekstil. Jumlah ini meningkat dari sebelumnya yang hanya 27 kontainer.
Berangkat dari temuan ada 27 kontainer di Batam tanpa dilindungi surat-surat keterangan asal, kemudian ditemukan lagi ada 57 kontainer yang mungkin teman-teman kemarin sempat mendengar di Tanjung Priok dan sementara ini hasil penyelidikan tim penyidik ternyata 556, Hari menyebut kasus ini bermula ketika kontainer mengalami perubahan invoice menjadi lebih kecil agar mengurangi kewajiban bea, dan satu kontainer memiliki tarif yang berbeda-beda.
“Mengubah invoice dengan nilai lebih kecil untuk mengurangi bea. Nah, itu kan tentu ada hitungannya sendiri. Kemudian tarif misalnya 1 kontainer itu seharusnya berapa tentu nanti berbeda-beda. Oleh karena itu, tim penyidik masih akan menghitung, terkadang 1 kontainer dengan kontainer yang lain belum tentu sama,” ujarnya.
Hari juga mengatakan adanya pengurangan volume dan jenis barang untuk mengurangi bea. Ia juga menyebut kontainer bahkan tidak disertai surat keterangan asal yang benar.
“Tindak dugaan tindak pidana korupsi dalam importasi tekstil ini, adanya pengurangan volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban bea masuk tindakan pengamanan sementara dengan menggunakan surat keterangan asal atau (SKA) surat keterangan asal yang tidak benar,” katanya.
Hari Setiono mengatakan, saat ini pihaknya telah lakukan penyegelan dan penyitaan gudang PT FIB dan PT PGP di Cakung, Jakarta Timur. Ia menyebut tindakan itu sebagai upaya untuk mengecek isi dalam gudang tersebut terkait dengan 565 kontainer tadi.
“Sementara ini yang dilakukan penyidik adalah melakukan beberapa tindakan penyitaan dan penyegelan gudang PT FIB dan PT PGP di Cakung. Gudangnya disegel dulu, disita, tentu nanti tindakan penyidik selanjutnya mengecek isi yang ada dalam gudang itu. Sementara kita amankan dulu, baru nanti kita dapatkan apa saja yang ada di dalam gudang itu, dikaitkan dengan dugaan penyidik dari 556 kontainer itu,” kata Hari Setiono. ***