JAKARTA, REPORTER.ID – Disdik DKI Jakarta tetap melanjutkan penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan sistem zonasi, meskipun para wali murid mengkritik sistem itu karena menggunakan seleksi utama dengan dasar usia. Disdik DKI memilih seleksi sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) dengan ukuran umur daripada jarak. Menurutnya, sistem dengan jarak memiliki masalah.
“DKI itu menggunakan berbasis wilayah, persoalannya bukan karena punya hati atau tidak, coba ditengok yang menggunakan titik koordinat saat ini, ada masalah atau tidak? Setahu saya, di Solo juga ada masalah dengan titik koordinat,” ujar Kepala Disdik DKI Jakarta, Nahdiana, dalam rapat bersama Komisi E DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Jakpus, kemarin.
Ia jelaskan, pengukuran jarak rumah dengan sekolah menggunakan radius dalam Google Maps pun bisa masalah. Kadang ada ketidak sesuaikan antara jarak di Google Maps dengan sistem PPDB.
“Jadi, ketika diukur oleh Google Maps dimasukkan dalam sistem itu tidak sama jaraknya, berbeda meter. Inilah yang pernah kisruh sebelumnya,” kata Nahdiana.
Ditegaskan, dalam penerapan sistem zonasi PPDB DKI pun tidak menggunakan jarak. Namun, menggunakan sistem wilayah keluaran dan perbatasan kelurahan. Sistem itu telah dilakukan sejak 2017. Nahdiana akan tetap melaksanakan sistem itu di PPDB 2020.
“Coba daerah lain apa yang jadi masalah, maka kami lakukan itu tidak ada masalah, apa kami harus mengubah yang tidak masalah? Izinkan kami jalan dulu,” ucap Nahdiana.
Nahdiana menerangkan, Pemprov DKI Jakarta tidak bisa memenuhi keinginan dari orang tua murid dan anggota dewan yang ingin memasukkan seleksi jarak sebagai seleksi utama di sistem zonasi.
“Karena dengan mengukur jarak, bukan tidak dengarkan protes. Kami ingin semua paham bahwa kami tidak bisa mengukur jarak. Demografi Jakarta, (sistem zonasi) berbasis kewilayahan. Tidak ada tahapan ukur radius kewilayahan,” ujarnya.
Nahdiana kembali menegaskan, pihaknya tidak menggunakan pendekatan jarak, namun menggunakan pendekatan wilayah. Kebijakan itu telah dilakukan DKI Jakarta sejak 2017.
“(Soal) jarak, saya sampaikan. Jakarta dari tahun lalu pengukuran zonasi, dari 2017, ini sudah gunakan sistem wilayah. Dimaksud zonasi, itu yang ada di kelurahan dan kelurahan berimpitan tidak ada jalur yang kami lewati,” katanya.
Menurut dia, penentuan jarak tidak bisa diterapkan di Jakarta karena ada masalah demografi, sehingga menentukan zonasi dengan wilayah menjadi pilihan.
“Ketika menghitung dengan meter (jarak), terjadi perbedaan demografi Jakarta dengan (yang diterapkan di) daerah lain. Maka hunian vertikal jadi hitungan kami. Kepadatan permukiman di daerah tertentu ini jadi permasalahan,” ucap Nahdiana.
Sebelumnya Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah bertemu dengan perwakilan orang tua murid membahas masalah penerimaan siswa didik baru (PSDB). Orang tua murid menyebut Pemprov DKI Jakarta menyalahi aturan soal seleksi di jalur SMP, SMA, dan SMK.
Orang tua murid memegang Pasal 25 ayat 1 Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019. Menurutnya, dalam pasal tersebut, seleksi diutamakan menggunakan jarak terdekat sekolah, setelah itu menggunakan umur.
Salah satu orang tua murid, Eva misalnya menyampaikan, Pemprov DKI Jakarta tidak menggunakan seleksi jarak. Tapi langsung ke seleksi umur ketika sistem zonasi tidak bisa menampung.
“Ada satu step yang hilang. Seleksi belum diterapkan berdasarkan jarak, belum diterapkan. Orang nempel di sekolah itu pasti diterima. Sekarang bagaimana? Apakah ini tidak bertentangan dengan Permendikbud?” ujar Eva.
Kebijakan tentang PPDB ini menuai protes dari banyak pihak. DPRD DKI Jakarta dan Orang Tua Siswa Minta Ada Perubahan Sistem PPDB, tetapi Disdik DKI Menolak. Disdik tetap pada pendirianya bahwa PPDB DKI Tidak Menghitung Jarak, Tetapi Wilayah Zonasi, DPRD DKI Jakarta lalu memanggil Disdik Soal PPDB, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga didemo wali murid yang menolak syarat usia dalam jalur zonasi pada Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta 2020. ***