Nasabah Reksadana Tak Perlu Cemas, Investasinya Aman

oleh
oleh
Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin.

JAKARTA, REPORTER.ID – Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin meminta, para nasabah reksadana tidak perlu cemas setelah 13 perusahaan manajemen investasi (MI) ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Jiwasraya.

“Nasabah reksadana tidak perlu cemas terhadap investasinya di manajemen investasi,” kata Burhanuddin melalui keterangan tertulis, Jumat (26/6.2020) kemarin.

Sanitiar meyakinkan, kendati berstatus tersangka, ke-13 perusahaan MI tetap beroperasi dan dapat menjalankan aktivitas di Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurutnya, proses hukum terhadap 13 korporasi tersebut hanya terkait pengelolaan reksadana dan investasi yang berasal dari pengelolaan keuangan Jiwasraya.

Selain itu, kata Burhanuddin, pengelolaan antarproduk reksadana dilakukan secara terpisah oleh perusahaan MI. Dengan begitu, masalah pada sebuah produk reksadana tidak berpengaruh terhadap produk lain yang dikelola perusahaan yang sama.

“Sepanjang produk reksadana lainnya yang dikelola oleh 13 MI berstatus tersangka tersebut tidak ada hubungannya dengan pengelolaan keuangan PT Asuransi Jiwasraya, maka para nasabah tidak perlu khawatir atas investasinya,” ujarnya.

Diberitakan, Kejaksaan Agung menetapkan Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II OJK berinisial FH sebagai tersangka dalam kasus Jiwasraya jilid II. Pada saat kejadian, FH menjabat sebagai Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A periode Februari 2014-2017.

FH dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 KUHP.

Tak Perlu Khawatir

Setali tiga uang dengan Jaksa Agung, Dirut BEI Inarno Djajadi meminta investor tak perlu was-was dan khawatir terhadap nasib dana di instrument reksadana yang dikelola 13 manajemen investasi yang jadi tersangka kasus korupsi Jiwasraya. Ia memastikan Reksadana investor aman, karena pengelolaan reksadana sejatinya independen.

Inarno menjelaskan, pengelolaan reksadana yang satu dengan yang lainnya berbeda, meski berada dalam satu MI.

“Kalau ada reksadana yang dibekukan, jangan dicampuradukkan dengan MI-nya, jangan dicampur aduk dengan reksadana yang lain,” kata Inarno dalam konferensi pers virtual, kemarin.

Selain itu, kolateral atau agunan yang dijadikan sebagai jaminan dana berada di pihak ketiga, yaitu kustodian. Dengan begitu, ketika sistem pengelolaan MI atau produknya dibekukan, maka dananya tetap aman.

“Kalau memang betul yang dibekukan adalah reksadananya, investor tidak perlu khawatir karena reksadana satu dengan yang lain berbeda. Misalnya, kekayaannya dimasukkan ke third party kok. Artinya aman sebetulnya,” ujarnya berjanji.

Direktur Pengawasan dan Transaksi Kepatuhan BEI, Kristian S. Manullang menambahkan, para investor tidak perlu khawatir karena pemeriksaan senantiasa dilakukan secara ketat, baik yang bersifat rutin maupun khusus. Begitu pula bila ada kabar keterlibatan mantan pejabat BEI dalam kasus korupsi Jiwasraya, tidak perlu was-was.

“Tentunya ke depan ini, selama ini juga, kami sudah melakukan pemeriksaan kepada anggota bursa,” imbuhnya.

Kristian berharap kasus ini tidak akan mempengaruhi investor pasar modal secara langsung.

“Jadi dalam hal ini kalau dikatakan apakah ini akan mengganggu transaksi di pasar modal, tentu kami harapkan tidak,” katanya.

Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan 13 MI yang terjerat kasus dugaan korupsi Jiwasraya tetap beroperasi normal. Sebab, belum ada perintah penghentian operasional dari Kejagung.

“Mengenai penetapan 13 Manajer Investasi menjadi tersangka dalam kasus Jiwasraya, sampai saat ini 13 MI tersebut masih beroperasi seperti biasa karena belum ada pembatasan dari Kejagung,” kata Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo.

Seperti diketahui, Kejagung mengumumkan 13 MI menjadi tersangka kasus korupsi Jiwasraya. Keterlibatan 13 MI itu turut memberi sumbangan pada kerugian negara mencapai Rp12,157 triliun. Sementara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperkirakan potensi kerugian negara mencapai Rp16,81 triliun.

Adapun ke-13 korporasi manajer investasi tersebut antara lain: DMI (PT Danawibawa Manajemen Investasi atau Pan Arkadia Capital), PPI (PT Pinacle Persada Investasi), MD (PT Milenium Danatama), PAM (PT Prospera Aset Manajemen), MNC AM (PT MNC Aset Manajemen), MAM (PT Maybank Aset Manajemen), GC (PT GAP Capital), JCAM (PT Jasa Capital Aset Manajemen), PA (PT Pool Advista), CC (PT Corfina Capital), TII (PT Trizervan Investama Indonesia), SAM (PT Sinarmas Aset Manajemen). ***

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *