JAKARTA, REPORTER.ID – Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi menilai, keputusan Disdik DKI tentang PPDB DKI Jakarta tak sesuai atau menyalahi Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 yang menjadi pedoman penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Ia meminta peraturan Disdik DKI dicabut dan PPDB di DKI Jakarta harus diulang.
“Kami minta agar peraturan disdik DKI dicabut, diulang kembali untuk penerimaan PPDB sesuai dengan jarak sekolah. Kalau jarak sekolah ternyata ada yang sama, baru usia yang lebih tua masuk,” kata Dede Yusuf saat menerima pengaduan para orang tua murid yang anaknya menjadi korban peraturan Disdik DKI Jakarta, kemarin.
Sebagai tindak lanjut dari sikap para orang tua murid, Dede meminta Kemendikbud berkoordinasi dengan Disdik DKI Jakarta dan ia mendesak Kemendikbud memberikan teguran kepada Disdik DKI.
“Kita serahkan kepada pemerintah dahulu, dalam konteks ini permendikbud. Karena menurut Ibu Chatarina, Inspektorat Jenderal dan Biro Hukum Kemendikbud, ada terjemahan yang berbeda oleh Pemda DKI terkait peraturan tersebut. Itu tentu artinya tidak sesuai peraturan. Dalam konteks ini kita meminta Kemendikbudlah yang menegur Disdik, bukan kita,” katanya.
Lebih jauh Dede Yusuf mengungkapkan sejumlah hal yang dia dengar dari para orang tua terkait PPDB DKI Jakarta. Dede mengaku mendengar kabar yang menyatakan Anies Baswedan meminta para siswa swasta yang terdampak Covid-19 bisa lanjut ke negeri.
“Saya mendengar banyak yang keterima itu adalah pindahan-pindahan dari swasta karena ada perintah, konon ini ya kalau menurut orang tua, ada perintah dari Gubernur untuk yang terdampak Covid itu yang nggak bisa meneruskan swasta bisa diterima jugalah di negeri. Nah iktikad baik itu dipersepsikan mendahulukan usia, padahal yang usia muda pun berhak untuk bisa mendapatkan sekolah negeri karena satu, pada saat kondisi begini siapa sih yang nggak terdampak? Semua juga ekonominya lagi lemah,” ujarnya.
“Itulah kemudian menjadi concern kita. Kita melihat dari 2 sisi, pertama permendikbud itu kalau diubah-ubah di DKI, nanti jadi preseden di provinsi lain bisa diubah-ubah juga dong. Yang kedua kita tidak ingin ada diskriminasi. Jadi semua siswa sesuai UU berhak mendapatkan pendidikan. Turunannya adalah permendikbud yaitu zonasi ini adalah jarak,” tegas Dede Yusuf.
Mengecewakan
Sementara itu dalam raker dengan Komisi X DPR, Mendikbud Nadhiem Makarim mengakui, PPDB DKI Jakarta jalur zonasi menyisakan kekecewaan sejumlah orang tua murid. Beberapa mengaku anaknya kalah bersaing dengan siswa yang lebih tua meskipun ‘unggul’ di sisi jarak rumah. Ia akan lakukan kajian dan berkoordinasi dengan Mendagri Tito Karnavian untuk langkah lanjutan.
“Baik dari Inspektorat Jenderal kami maupun dari Dikdasmen akan melakukan pengkajian terhadap apa yang dibilang Pak Putra (Nababan) tadi mengenai apakah Permendikbud ini tak sinkron dengan SK-nya (DKI Jakarta),” kata Nadiem saat raker virtual dengan Komisi X DPR, Kamis (2/7/2020).
Kajian terhadap permendikbud itu dilakukan guna melihat kesesuaian dengan surat keputusan (SK) terkait PPDB yang dikeluarkan Pemprov DKI Jakarta. Nadiem mengatakan akan berkoordinasi dengan Mendagri Tito Karnavian terkait kisruh itu.
“Berdasarkan hasil itu, kami akan ambil langkah-langkah untuk bekerja sama, baik dengan kementerian terkait, yaitu Mendagri, maupun dengan kepala dinas di Jakarta untuk diskusi mengenai isu ini,” ujarnya.
Nadiem memberikan perhatian khusus pada PPDB DKI dan menaruh simpati kepada orang tua murid menyangkut bidang hukum kisruh PPDB DKI ini, yang akan didiskusikan Nadiem dengan Tito.
“Saya mengerti sekali dan berempati dan bersimpati kepada semua orang tua murid yang mungkin lagi kesulitan dan kebingungan karena proses yang terjadi. Jadi kami akan mengkaji. Kalau dari sisi legal dan lain-lain mengenai pencabutan itu adalah ranah daripada Mendagri, tapi kami akan berdiskusi dengan pihak kementerian tersebut, baik juga kepala dinas untuk menemukan titik solusi,” imbuh Nadiem.
Sebelumnya, KPAI menyebut petunjuk teknis (juknis) PPDB menyimpang dari Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 sehingga harus dicabut. Pencabutan itu dapat dilakukan oleh Kemendagri atas rekomendasi dari Kemendikbud.
Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti menjelaskan Kemendikbud dapat meminta Kemendagri menilai pemenuhan standar pelayanan minimal (SPM) terhadap juknis yang ada. Kemudian, apabila terdapat juknis yang tak sesuai dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019, Kemendikbud dapat meminta juknis tersebut dicabut.
“Tadi sih hasil diskusi Kemendikbud bisa meminta ke Kemendagri terkait dengan pemenuhan SPM. Nanti baca saja di otonomi daerah ada. Kemendagri atas permintaan Kemendikbud boleh mencabut juknis yang tidak sesuai. Karena juknis Permendikbud 44 ini tidak bisa disimpangi. Jadi dia harus betul-betul sesuai dengan dia (Permendikbud). Kayak misalnya kalau disuruhnya zonasi 50, tapi kurang dari 50 kan berarti ada penyimpangan,” kata Retno, kemarin. ***