Berani Jujur Nggak?

oleh
oleh
Ilustrasi.
Teddy Mihelde Yamin.

BERANIKAH jujur kepada rakyat, mengatakan fakta sesungguhnya soal gusarnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) Minggu lalu? Sah saja jika muncul bermacam tafsir dari yang tersirat. Berkembang semacam pembelaan, tak jelas sumbernya. Bisa jadi dari pendukung setia pihak terpojok, atau bisa dari mana saja tak penting. Intinya tak cukup dasar memojokkannya. Karena memang duitnya belum jelas juga.

Tak mudah membuat publik paham, bahwa budget penanggunglangan virus corona atau Covid-19 sudah dianggarkan dengan memotong berbagai pos anggaran, tapi bukan berarti dananya siap. Apalagi ketika ekonomi melambat bahkan berhenti, penghasilan dari pajak otomatis mandek. Jadi dari mana datangnya fulus?

Akhirnya nggak ada cara lain yang mudah dikorbankan kecuali pembiayaan Covid-19 yang terpaksa tertunda. Sementara menunggu galian lubang baru cair untuk menutup banyaknya kewajiban belanja rutin di tengah kelangkaan likuiditas yang harus disegerakan. Masalahnya, rakyat dan usaha mikro menunggu aksi nyata tanggap pandemi yang dinarasikan selama ini seperti stimulus untuk menggerakkan usaha kecil.

Berani jujur nggak? Negara ini memang harus terus menumpuk utang walau sekedar menjalankan pemerintahan; membayar biaya rutin pegawai dan membayar cicilan utang pokok plus bunga, dan biaya penanggulangan pandemi Covid-19 yang dampaknya kemana-mana. Begitulah lingkaran utang menjerat kita. Jadi bukan lagi pembangunan fisik baru. Angka2 nya dibawah ini, jadi publik tak mudah dikadali.

Menurut sumber terpercaya, untuk pelunasan utang pokok (497,54T) dan bunga (275,52T), total (773,08T) atau 39,50% dari Pendapatan 2019 (1.958,6T).

Pada 2020 berdasar Perpres 72: bunga utang (Rp338,78T) dan pendapatan (Rp1.699,95T). Rencana pelunasan Kemenkeu (433,35T). Rasionya jadi 45,43%, hampir separuh pendapatan.

Pembiayaan utang 2020 akan jauh lebih besar dari target kalau kurs rupiah melampaui Rp15.000. Perlu diingat bahwa Rasio akan meningkat terus setiap tahun sejalan penambahan utang apapun sebabnya.
Pusing nggak? Jadi jangan bangga dulu dengan kenaikan grade negara berpendapatan menengah atas. Preet!

Apakah rakyat Indonesia serta merta menjadi lebih sejahtera? Yang pasti, banyak penduduk Indonesia akan menjadi lebih miskin pada tahun 2020 ini, akibat Covid-19 dan akibat kebijakan fiskal salah arah dan kurang berpihak pada rakyat bawah.

Meskipun agak terlambat, Indonesia kini menjadi negara berpendapatan menengah atas. Ironisnya, walau status baru tersebut lebih banyak sisi buruknya daripada membanggakan untuk Indonesia. Salah satu efeknya, angka kemiskinan akan melonjak tajam. Karena setiap kelompok pendapatan mempunyai garis kemiskinan berbeda-beda. Begitu juga berbagai potongan tarif ekspor barang yang selama ini di dapat, telah dihilangkan oleh negara maju. Dan celakanya bunga utang semakin tinggi. ***

* Penulis adalah Analis dan Direktur Eksekutif Cikini Studi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *