Jakarta, REPORTER.ID – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti versus Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terkait kebijakan pembukaan kran ekspor benih lobster ke luar negeri. Susi Pudjiastuti mengaku tidak rela jika kran ekspor benih lobster dibuka.
Sementara Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo tidak ambil pusing dan ia siap dibully, karena ia yakin kebijakan membuka kran ekspor benih lobster itu untuk menolong para nelayan.
“Saya memang tidak rela bibit lobster diekspor. Saya rakyat biasa yang tidak rela bibit diekspor,” ujar Susi Pudjiasturi seperti dikutip dari akun Twitter resmi miliknya @susipudjiastuti, Senin (6/7/2020).
Cuitan Susi di Twitter mendapat respons dari warganet. Unggahannya mendapat 280 komentar, 1.500 retweet dan disukai oleh 4.500 pengguna.
“Anda memang tidak didukung pejabat dan politisi tapi anda didukung oleh jutaan masyarakat Bu,” bunyi salah satu akun yang mendukung Susi Pudjiastuti. “Kalem aja bu, netizen Indonesia ter khususon anak twitter pada pinter ko bu. Gak kaya DPR nya, keep fighting ibu!!. Sehat terus bu!!,” cuit akun lainnya.
Namun Menteri Edhy Prabowo juga tampak pede karena didukung teman-temannya di DPR, di antaranya anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Gerindra Darori Wonodipuro dan anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Gerindra, Andre Rosiade.
Andre Rosiade menilai keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo membuka krans ekspor benih lobster sudah tepat. “Mengenai ekspor lobster tujuannya adalah agar nelayan kita semakin sejahtera. Selama ini ekspor ilegal merajalela,” kata Andre, Jumat (3/7) lalu.
Andre mengatakan Edhy yang merupakan rekan separtainya di Gerindra hendak memastikan negara tidak merugi karena praktek ekspor ilegal. Tak hanya itu, lanjut Andre, yang paling penting adalah kebijakan Edhy Prabowo dapat menyejahterakan nelayan.
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Gerindra Darori Wonodipuro menyebut polemik saat ini masih ada campur tangan dari menteri lama yang belum rela melepas jabatannya. Darori merupakan salah satu pihak yang mendukung ekspor benih lobster dibuka. “Ada mantan menteri belum rela melepaskan jabatannya. Kok yang direcokin lobster?” kata Darori saat rapat kerja dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo di gedung DPR, Senin (6/7).
Sementara itu Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo menegaskan tidak ada konflik kepentingan dalam pemberian izin ekspor benih lobster kepada 31 eksportir yang diduga berafiliasi dengan kader partai politik. Dia menyebut yang memberikan izin untuk perusahaan bukanlah dirinya langsung.
“Kalau ada yang menilai ada orang Gerindra, kebetulan saya orang Gerindra, tidak masalah. Saya siap dikritik tentang itu. Tapi coba hitung berapa yang diizinkan itu mungkin tidak lebih dari 5 orang atau 2 orang yang saya kenal. Kebetulan salah satu dari 26 itu ada orang Gerindra dan saya juga nggak bisa mengkomunikasikan. Yang memutuskan juga bukan saya, tim. Surat pemberian izin itu tidak dari menteri tapi dari tim yang sudah ada,” tegas Edhy dalam rapat kerja dengan mitra kerjanya, Komisi IV DPR, kemarin.
Suaranya sedikit meninggi saat menyampaikan maksudnya membuka ekspor benih lobster. Edhy mengaku bahwa kebijakannya terkait ekspor benih lobster menuai kritik, tetapi dia tidak mau ambil pusing.
“Saya tidak peduli akan di-bully seperti apa mengelola negeri ini selama saya sangat yakin tujuannya mulia untuk membela. Saya tidak peduli gambar saya dibikin telanjang yang penting rakyat saya makan. Saya tidak ada sedikitpun punya niat untuk memperkaya bisnis saya. Saya tidak ada industri bisnis di sektor perikanan dan kelautan, istri saya dan keluarga saya tidak ada yang saya libatkan,” tegasnya.
Edhy menjelaskan, kementeriannya membuka kesempatan yang sama untuk seluruh perusahaan maupun koperasi yang berniat ingin mengajukan izin. “Masalah perusahaan, masalah siapa yang diajak, kami tidak membatasi perusahaan. Koperasi boleh, tapi kita tidak bisa menentukan siapa. Siapa yang mendaftar kita terima,” ucapnya.
Yang terpenting perusahaan atau koperasi tersebut memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan salah satunya memiliki sarana untuk budidaya lobster. “Syaratnya mereka harus punya sarana untuk budidaya dulu, untuk pembesaran dulu dan itu kalau nggak ada nggak boleh kita izinkan,” tegas Edhy Prabowo.
Edhy Prabowo bilang sengaja membuka kran ekspor benih lobster karena ingin membantu nelayan yang hidupnya bergantung pada budidaya komoditas tersebut. Ia menggariskan, eksportir harus membeli benih lobster dari nelayan dengan harga minimal Rp 5.000 per ekor. Harga itu lebih tinggi dibanding saat berlakunya larangan eskpor benih lobster.
“Harga di petaninya diwajibkan Rp 5.000 minimal. Tidak kayak dulu yang diekspor ilegal itu mereka hanya dibeli Rp 1.000 sampai Rp 2.000 (per ekor). Sekarang saya minta juga keadilan. Saya ngelola negeri ini juga kita kerja keras karena kita untuk membuktikan apa yang diperintahkan Pak Jokowi ini harus jalan,” ujarnya.
Jika dihargai Rp 5.000 per ekor, misalnya eksportir membeli 100 juta ekor, maka nelayan bisa dapat Rp 500 miliar. Jika harga itu dilanggar, maka pemberian izin usaha ekspor akan dicabut.
“Tidak ada penekanan harga. Kalau ada perusahaan yang kita izinkan menekan harga itu akan kami langsung cabut. Kontrolnya sangat mudah karena semuanya terdaftar di mana, posisinya di mana, letaknya di mana mereka berusaha,” ucapnya.
Terkait adanya kekhawatiran bahwa lobster akan punah jika diekspor, Edhy bilang, satu lobster bisa bertelur sampai 1 juta ekor sekaligus jika sedang musim panas. “Satu ekor lobster itu bisa bertelur sampai 1 juta dan di daerah yang musim panasnya hanya 4 bulan itu bisa sampai 4 kali bertelur, ini hasil penelitian di Tasmania. Indonesia ini adalah daerah yang banyak mataharinya sepanjang tahun musim panas,” ucapnya.
Itulah alasannya dia ngotot membuka keran ekspor benih lobster. Edhy membuka peluang untuk perusahaan manapun bergabung. Sampai hari ini, sudah ada 31 perusahaan yang sudah diverifikasi untuk ekspor benih lobster. (*)