Rafly Harun Sebut, Putusan MA Tidak Berlaku Surut

oleh
oleh
Refly Harun, Pakar Hukum Tata Negara.

JAKARTA, REPORTER.ID – Pakar hukum tata negara, Refly Harun merespons viralnya putusan Mahkamah Agung (MA) atas perkata uji materi Pasal 3 ayat (7) Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penetapan Pasangan Calon Terpilih, Penetapan Perolehan Kursi, dan Penetapan Calon Terpilih dalam Pemilihan Umum, yang diajukan Rachmawati Soekarnoputri. Putusan itu mengabulkan gugatan dari Rachmawati Soekarnoputri sehingga membuat spekulasi kemenangan Jokowi batal.

Dalam siaran di Youtubenya, Refly Harun menyimak perdebatan masyarakat atas putusan MA tersebut sampai tertawa, dengan membaca berbagai spekulasi soal penetapan Jokowi sebagai presiden.

Dia melihat selepas putusan itu, merebak spekulasi kemenangan Jokowi batal sebagai pemenang Pilpres 2019 batal demi hukum. Pro kontra masyarakat merespons putusan MA yang mengabulkan gugatan Rachmawati soal penetapan pemenang Pilpres 2019.

“Saya langsung ketawa baca ini. Rasanya tak mungkin MA buat putusan yang membatalkan hasil Pemilu baik langsung atau tidak langsung. Sebab itu bukan kewenangan MA,” ujarnya dikutip Rabu, (8/7/2020).

Refly menegaskan ada beberapa catatan dari putusan MA tersebut. Pertama, putusan tersebut berlaku prospektif atau sejak putusan itu dibacakan, tidak berlaku surut atau retroaktif. Artinya putusan MA yang dibacakan pada 28 Oktober 2019 itu hanya bisa dipakai untuk Pilpres 2024.

“Jadi MA hanya berwenang menguji materi Peraturan KPU (PKPU) saja. Nah, aturan PKPU itulah yang dibatalkan, namun tetap tidak berpengaruh pada penetapan Jokowi menang Pilres 3019,” terang pakar lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.

Refly menyoroti kenapa memutuskan sesuatu yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. (MK). Dalam sengketa hasil Pilpres tahun lalu, MK sudah memutuskan pemenangnya adalah pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin mengalahkan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

“Saya kritik putusan MA, karena putuskan sesuatu yang sudah diputuskan MK. Tetapi sesungguhnya materi itu tafsir pasal 6A UUD 45, apa yang dilakukan KPU hanyalah menormakan yang diputuskan di MK tapi yang lupa dinormakan di UU Nomor 7 2017,” jelasnya.

Refly berpandangan, putusan MA itu tidak berdampak apa-apa pada penetapan Jokowi sebagai presiden. Sebab secara teoritis dan faktual, Jokowi benar-benar unggul hasil Pilpres 2019. Secara faktual, pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin memang dengan mayoritas yaitu lebih dari 50 persen plus 1, pasangan nomor 01 itu meraih 55 persen suara total.

Sedangkan secara teoritis, persebaran suara kemenangan Jokowi bukan cuma 18 provinsi atau setengah dari total jumlah provinsi di Indonesi saja. Data menunjukkan, pasangan nomor 01 itu menang di 21 provinsi dengan raihan suara lebih dari 50 persen plus 1, jauh melampaui syarat persebaran suara.

“Putusan MA itu tak mendelegitimasi kemenangan Jokowi dalam konteks aturan, sebab secara formal sudah diputuskan MK yang mana dipegang sebagai sebuah kepastian,” demikian Refly Harun. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *