JAKARTA.REPORTER.ID- Ditemukan belasan potongan balok batu besar di Muara Ciliwung, Pasar Ikan yang sebagian besar sudah diamankan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta akhir Juni 2020 di halaman Menara Syahbandar Museum Bahari di Jakarta Utara. Dapat dipastikan balok batu lengkung sepanjang sekitar 90 sampai 120 cm dan berpenampang sekitar 60 x 60 cm itu merupakan pondasi Jembatan Vierkant dari abad ke-17. Demikian diungkapkan Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana ketika dihubungi REPORTERID, Minggu malam (12/7/2020).
“Informasi dari Tim Ahli Cagar Budaya, itu bagian dari kaki jembatan Vierkant abad 17 tersebut. Sisa jembatan juga masih terlihat pondasinya,” ujar Iwan.
Namun diingatkan, dari temuan bongkahan batu itu ada yang terbuat dari material beton. “Yang beton itu bukan bagian jembatan Vierkant tersebut. Mungkin itu bekas tiang pancang yang baru,” kata Iwan Henry Wardana lagi.
Direncanakan hari Senin (13/7/2020) ini pihaknya memugaskan Kepala Bidang Perlindungan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Norviadi Setio Husodo untuk memastikan di lapangan.
Sementara arkeolog senior Candrian Attahiyat ketika dihubungi Minggu (12/7/2020) membenarkan hal itu. “Iya. Batu batu andesit itu sisa pondasi Jembatan Vierkant yang menghubungkan Pasar Ikan dengan tepi barat Kali Ciliwung itu,” kata Candrian.
Menurut catatan sejarah Batavia, jembatan itu dibangun tahun 1650. “Vierkant itu nama tempat untuk menjamu tamu tamu pejabat di seberang Pasar Ikan. Arti Vierkant sendiri segi empat,” tutur Candrian yang menjadi anggota Tim Ahli Cagar Budaya DKI itu.
Diperkirakan batu batu andesit tersebut sama dengan batu gilang di dermaga Pulau Onrust di Kepulauan Seribu yang dibawa oleh VOC dari Koromandel, pantai timur India Selatan. “Saya kira balok batu semacam itu masih ada lagi di lokasi.jembatan tersebut,” tambah Candrian yang pernah menjadi Plt Kepala UPT Taman Arkeologi Onrust.
Hal itu dibenarkan Husnison Nizar arkeolog yang selama ini membantu Kepala Dinas Kebudayaan DKI di bidang tersebut. Husnison juga menuturkan tiang jembatan yang menghubungkan Pasar Ikan ke tepi barat Ciliwung itu semula ada 3. Namun yang dua dibongkar oleh Belanda untuk memperlancar pelayaran ke Pasar Ikan dari sebelah hulu maupun muaranya. Namun pondasi kedua tiang yang sudah dibongkar itu dibiarkan saja di dasar kali hingga diangkat petugas Sudin Tata Air Jakarta Utara yang mengeruk kali itu.
Menurut dia, Pasar Ikan tersebuf merupakan delta yang dibangun sampai 3 kali oleh pemerintah kolonial Belanda.
Mengapa muara Ciliwung kemudian dinamakan Kali Besar? Dijelaskan oleh mantan Kepala UP Museum Kebaharian Jakarta ini, waktu itu Belanda berusaha memperlebar muara Ciliwung sekaligus mengeruknya agar kapal dan perahu dapat masuk ke dalam Kota Batavia. Dibangunnya jembatan Kota Intan dengan konstruksi jungkat jungkit dimaksudkan agar dapat diangkat bila perahu lewat di Kali Besar. “Foto foto sejarah Pasar Ikan sepertinya ada dipajang di Menara Syahbandar,” kata Husnison.(PRI).