JAKARTA, REPORTER.ID – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar pelaksanaan Program Kartu Prakerja gelombang keempat dihentikan sementara waktu oleh pemerintah. Hal itu dimaksudkan agar program Kartu Prakerja bisa diperbaiki secara menyeluruh sesuai rekomendasi KPK sebelumnya.
Plt Jubir Pencegahan KPK, Ipi Maryati Kuding dalam keterangan resminya, Minggu (12/7/2020) kemarin, menyatakan kalau KPK menemukan empat aspek yang bermasalah dalam tata laksana program prakerja yang perlu diperbaiki pemerintah.
Diantaranya proses pendaftaran, kemitraan dengan platform digital, materi pelatihan, dan pelaksanaan program. Permasalahan tersebut, salah satunya disebabkan desain program Kartu Prakerja disusun untuk kondisi normal sesuai Perpres Nomor 36 Tahun 2020.
“Sementara, situasi pandemi Covid-19 membuat program ini diubah menjadi semi-bantuan sosial sehingga, dari sisi regulasi perlu disesuaikan,” katanya.
Untuk itu, lanjut Ipi, KPK merekomendasikan agar implementasi Program Kartu Prakerja tersebut dikembalikan ke Kemenaker dan Kemenko Perekonomian. Ia menyatakan Kemenaker sudah memiliki ketersediaan infrastruktur yang memadai untuk menjalankan program tersebut.
“Rekomendasi tersebut juga disertai sejumlah rekomendasi teknis dari KPK untuk memperbaiki permasalahan yang ditemukan. Diantaranya KPK menyarankan agar penerimaan peserta dilakukan dengan metode pasif, dimana peserta yang disasar pada whitelist, tidak perlu mendaftar daring melainkan akan dihubungi manajemen pelaksana untuk kemudian ikut program,” bebernya.
KPK juga meminta legal opinion ke JAMDATUN-Kejaksaan Agung RI tentang kerjasama dengan 8 platform digital atau startup. Ia mempertanyakan apakah hal tersebut termasuk dalam cakupan PBJ pemerintah.
Adapun 8 platform digital yang mengeksekusi program tersebut adalah Tokopedia, Skill Academy by Ruang Guru, Maubelajarapa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Pijarmahir dan Sisnaker.
“Platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan Lembaga Penyedia Pelatihan. Dengan demikian 250 pelatihan yang terindikasi memiliki konflik kepentingan harus dihentikan penyediaannya,” tegas Ipi.
Tak hanya itu, KPK juga meminta agar kurasi materi pelatihan dan kelayakannya bisa diberikan secara daring. Tujuannya agar melibatkan pihak pihak yang kompeten dalam area pelatihan serta dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis.
KPK, ujar Ipi juga meminta materi pelatihan yang teridentifikasi sebagai pelatihan yang gratis melalui jejaring internet, harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan LPP.
“Pelaksanaan pelatihan daring harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif, misalnya pelatihan harus interaktif sehingga bisa menjamin peserta yang mengikuti pelatihan mengikuti keseluruhan paket,” kata Ipi lagi.
Seperti diketahui, Program Kartu Prakerja yang bermitra dengan startup untuk mengatasi dampak Covid-19 ini diluncurkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto pada 20 Maret lalu. Selain diperuntukkan bagi para pencari kerja, para pekerja yang merupakan korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat wabah virus corona (Covid-19) juga dapat mendaftar.
Setidaknya pemerintah mencatat 5,6 juta masyarakat akan menerima manfaat Kartu Prakerja. Lewat program ini, pemerintah menganggarkan Rp20 triliun dengan rincian biaya pelatihan Rp5,6 triliun; dana insentif Rp13,45 triliun; dana survei Rp840 miliar; dan dana PMO Rp100 juta.
Peserta Kartu Prakerja akan mendapat dana pelatihan sebesar Rp1 juta per periode pelatihan, dana bantuan Rp600 ribu per bulan selama empat bulan dan dana hasil pengisian survei Rp50 ribu per bulan selama tiga bulan. Totalnya, masing-masing peserta mendapat Rp3,55 juta.
Konsep prakerja ini pun sempat dikritisi salah satunya karena menjadikan Ruangguru sebagai mitra, di mana kala itu CEO startup tersebut, Adamas Belva Syah Devara masih menjadi Stafsus Milenial Presiden Jokowi.
Ajukan Tuntutan
Sebelumnya Presiden Jokowi memberikan kewenangan kepada Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja untuk mengajukan tuntutan pidana pada pihak-pihak yang memalsukan identitas atau data pribadi demi menjadi peserta program. Manajemen Pelaksana juga bisa mengajukan tuntutan ganti rugi.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja Melalui Program Kartu Prakerja. Beleid itu diteken Jokowi pada 7 Juli 2020 dan berlaku sejak tanggal diundangkan yakni 8 Juli 2020.
“Dalam hal penerima Kartu Prakerja dengan sengaja melakukan pemalsuan identitas dan/atau data pribadi, Manajemen Pelaksana mengajukan tuntutan pidana yang dapat digabungkan dengan tuntutan ganti kerugian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Jokowi dalam PP No. 76/2020, Jumat (10/7/2020) lalu.
Tuntutan ganti rugi bisa dilayangkan Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja dalam jangka waktu paling lama 60 hari sejak penetapan ketentuan penerima palsu harus mengembalikan bantuan biaya pelatihan dan insentif program. Pengembalian dilakukan kepada negara.
Kendati begitu belum dijelaskan seperti apa bentuk sanksi pidana dan nilai ganti rugi yang akan dibebankan kepada pihak yang memalsukan identitas atau data pribadi dalam mengikuti program Kartu Prakerja.
Misalnya, untuk ganti rugi apa sesuai dengan biaya pelatihan dan insentif yang sudah terlanjur diberikan atau disertai dengan nilai sanksi secara administrasi hukum. Lebih lanjut, soal data kepesertaan program, Manajemen Pelaksana melakukan koordinasi dan sinkronisasi dengan pihak-pihak terkait di bidang perekonomian, namun, bertanggung jawab kepada Ketua Komite, yaitu Menko Perekonomian.
Sementara, dari sisi mekanisme, masyarakat yang ingin menjadi peserta program harus mendaftarkan diri melalui situs resmi Kartu Prakerja. Pendaftaran juga bisa dilakukan melalui kementerian/lembaga dan pemerintah daerah yang bekerja sama dengan Manajemen Pelaksana.
Selanjutnya, calon peserta akan diseleksi sesuai data kependudukan dan memberi prioritas kepada peserta pendaftar tertentu. Untuk menguji validitas data peserta, Manajemen Pelaksana bisa mendapat akses dari kementerian/lembaga, pemerintah daerah, BPJS Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan, PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri, serta PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata (Asabri).
Sedangkan untuk insentif, biaya pelatihan ditetapkan sebesar Rp1 juta per peserta. Lalu, dana insentif sebesar Rp600 ribu per peserta per bulan selama empat bulan dan insentif survei sebesar Rp50 ribu per peserta per bulan selama tiga bulan. ***