Anak Buah Paloh Lempar Ide Pembentukan Pansus Buronan Aparat Penegak Hukum

oleh
oleh
Ahmad Sahroni, politisi Partai NasDem.

JAKARTA, REPORTER.ID – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni melontarkan gagasan soal pembentukan Panitia Khusus (Pansus) tentang Buronan Aparat Penegak Hukum. Ia jelaskan, gagasan itu berkaca dari kasus Djoko S Tjandra yang menjadi buronan Kejaksaan Agung atas kasus cessie Bank Bali yang hingga kini belum tertangkap. Padahal, para pihak yang terlibat kasus tersebut sudah selesai menjalani hukuman yang diputuskan pengadilan.

“Komisi III akan membuat pansus tentang buronan dari Indonesia. Mungkin dalam masa sidang yang akan datang,” kata Sahroni dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi III DPR RI dengan Dirjen Imigrasi KumHAM di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (13/7/2020).

Ia mengklaim, seluruh fraksi setuju dengan rencana pembentukan pansus tersebut. Nantinya, pansus akan fokus pada sejumlah buronan kasus korupsi yang hingga kini belum masuk dalam daftar pencekalan orang di Direktorat Jenderal (Dirjen) Imigrasi.

Menurut catatan Komisi III DPR, setidaknya ada 39 nama buronan yang hingga kini belum masuk ke dalam daftar cekal Imigrasi.

“Ini perlu kami panggil penegakkan hukum, Kemenkumham, kejaksaan dan polisi untuk kita pertanyakan buron-buron yang ada tadi,” tegas politisi NasDem asal Jakarta ini.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Kemananan (Menko Polhukam) Mahfud MD berencana untuk mengaktifkan kembali tim pemburu koruptor (TPK) untuk meringkus Djoko Tjandar. Terhadap rencana tersebut, Sahroni mendukungnya.

“Itu kewenangan Menko Polhukam. Kalau Pak Menko Polhukam buat kebijakan di eksekutif maka Pak Menko Polhukam itu akan lebih baik karena berkaitan langsung dengan pemerintah,” tegasanya.

Anak buah Suryo Paloh ini berharap TPK yang dibentuk itu dapat berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya secara baik, sehingga memudahkan upaya untuk mempercepat proses penangkapan.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PPP Arsul Sani menyambut baik wacana Menko Polhukam Mahfud MD untuk menghidupkan kembali Tim Pemburu Koruptor (TPK). Namun, Arsul mengusulkan agar format TPK diubah.

Menurut Arsul, TPK sebaiknya berada di bawah koordinasi Kemenko Polhukam dan beranggotakan seluruh lembaga penegak hukum.

“Yang beranggotakan semua lembaga penegak hukum dan kementerian atau lembaga penunjang penegakan hukum. Lembaga penegak hukumnya ya Polri, Kejaksaan, KPK. Lembaga penunjang setidaknya Kemenkumham dan BIN. Desk ini semacam dulu Desk Anti-Terorisme yang dipimpin Ansyaad Mbai, sebelum dibentuknya BNPT,” katanya.

Anggota Komisi III DPR dari Demokrat Didik Mukrianto mendukung rencana pemerintah yang akan mengaktifkan kembali tim pemburu koruptor (TPK) untuk menangkap terpidana kasus Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra.

Ia berharap anggota yang dilibatkan dalam tim memiliki integritas dan kompetensi yang baik, sehingga dapat melaksanakan tugas dengan maksimal.

“Pastikan integritas, kapasitas, kapabilitas dan kompetensi tim. Pastikan rekam jejaknya baik dan tidak tercela, agar terhindar dari berbagai tekanan, godaan, dan rayuan dan koruptor yang berpotensi bisa mempengaruhi dan mengendalikan anggota tim,” tegasnya.

Kontraproduktif

Di tempat terpisah, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nawawi Pomolango menilai wacana pengaktifan kembali Tim Pemburu Koruptor (TPK) perlu dipertimbangkan secara matang, karena ia khawatir wacana tersebut justru akan kontraproduktif.

“Membentuk lagi tim yang sebelumnya sudah pernah ada, rasanya perlu dipertimbangkan lagi dengan matang. Dalam kondisi negeri yang seperti saat sekarang ini, menjadi kontraproduktif untuk melahirkan lagi tim-tim baru,” kata Nawawi, Senin (13/7/2020) kemarin.

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pengaktifan kembali Tim Pemburu Koruptor yang diwacanakan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD belum dibutuhkan. Pasalnya, kinerja Tim Pemburu Koruptor yang pernah dibentuk tahun 2002 lalu tidak memuaskan. Apalagi, evaluasi terhadap tim tersebut hingga saat ini tidak pernah dipublikasikan pemerintah.

Sedangkan pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar pesimistis Tim Pemburu Koruptor (TPK) dapat efektif meringkus koruptor yang berstatus buron. Pasalnya, aparat penegak hukum di Indonesia belum menunjukkan sikap tegasnya kepada para buronan. Buktinya, terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Tjandra yang buronan kakap masih bisa masuk Indonesia dengan mudah.

“Artinya ada banyak oknum (birokrasi pemerintahan dan penegak hukum) yang masih berpihak pada kepentingan sempit dan receh, sehingga rela menegasikan penegakan hukum, ini ironis memang,” kata Fickar. ***

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *