JAKARTA, REPORTER.ID – Direktur Otonomi Khusus Ditjen Otonomi Daerah Kemendagri Andi Batara Lipu menegaskan kalau pihaknya sudah mengirimkan surat usulan revisi UU No.20 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua, untuk memberikan masukan. Namun, dijawab dengan tetap pergantian seluruh pasal-pasal seperti usulan tahun 2014. Padahal, yang namanya revisi itu setidaknya berbanding 60 persen : 40 persen. Tapi, kalau seluruhnya minta direvisi, itu namanya diganti total.
“Kemendagri sudah mengirimkan surat usulan revisi UU No.20 tahun 2001 tantang Otsus Papua tersebut, namun mereka menjawab tetap pada usulan tahun 2014. Usulan ini sifatnya menyeluruh. Kalau ini bukan revisi tapi diganti total,” kata Andi Batara Lipu.
Hal itu disampaikan Andi dalam forum legislasi “Bagaimana Masa Depan UU Otonomi Khusus?” bersama anggota DPR Fraksi Gerindra Dapil Papua Yan Mandenas, anggota DPR Fraksi PKS Dapil Aceh Nasir Jamil, dan Sekretaris Daerah Kota Jayapura, Frans Pekey di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (21/7/2020).
Perlu dipahami kata Andi, kalau UU Otsus antara DKI Jakarta, DI Yogyakarta, DI Aceh dan Papua itu materinya tidak sama, karena masing-masing memiliki daerah dengan segala potensinya yang berbeda-beda pula. “Evaluasi penting dilakukan, apakah Otsus itu sudah dilakukan secara optimal atau tidak? Baik terkait pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan sebagainya. Kemendagri pun sudah melibatkan LIPI, Lemhanas dan lain-lain untuk perbaikan Papua ke depan,” ujarnya.
Namun kata Frans dan Yan, selama ini ada ketidaksingkronan antara kebijakan, aturan dan UU antara pusat dan daerah. “Hampir semua kebijakan dan pelaksanaannya oleh pusat. Sehingga, daerah tak bisa banyak melakukan atau mengotimalkan otsus tersbeut. Makanya, serahkanlah kewenangan itu seluas-luas kepada daerah,” tambah Frans Pakey.
Dana Otsus misalnya, proses pencairannya berbelit-belit. Frans mengakui jika selama 20 tahun ini dana otsus yang dikucurkan mencapai Rp90 triliun, tapi ketika dibelanjakan jumlah itu terbilang kecil, karena harga barang dan konsumsi di Papua yang sulit dan mahal. “Pencairannya pun yang sehatusnya di bulan Juli, tapi pada Desember. Sehingga begitu anggaran itu dibelanjakan, banyak masalah yang terjadi ditambah lagi banyak pejabat tak ada di tempat,” jelasnya.
Karena itu pula lanjut Frans, akibat pembinaan oleh provinsi terhadap kabupaten/kota tak optimal, maka kabupaten/kota jalan sendiri-sendiri. Ditambah lagi, pemerintah pusat tidak konsisten dalam mengalokasikan anggaran. “Bagaimana pun Papua tetap dalam NKRI. Tapi, Otsus harus dievaluasi. Jadi, otsus jalan terus, dan yang berjuang untuk merdeka juga jalan terus. Yang terpenting tidak saling mengganggu,” ungkapnya.
Hal yang sama disampaikan Yan Mandenas, kalau pusat tak konsisten mengawal Otsus Papua itu sendiri. “Daerah dibiarkan sendiri-sendiri tanpa target dan tujuan dalam mengelola dan menjalankan Otsus tersebut. Saya minta ditekankan pada pembangunan SDM dulu sebelum membangun infrastruktur. Untuk itu, masih banyak mahasiswa yang teriak-teriak karena tak bisa kuliah dengan baik,” kata politisi Gerindra itu.
Sebelumnya Mendagri Tito Karnavian mengatakan ada dua skenario dalam pembahasan RUU Otsus Papua ini. Pertama, otonomi khusus dilanjutkan dengan alokasi dana dua persen dari Dana Alokasi Umum. Kedua, revisi bertolak dari amanat presiden tahun 2014 tentang pemerintahan otonomi khusus bagi Provinsi Papua.
Setidaknya ada delapan (8) poin yang akan dibahas jika mengambil skenario kedua ini, yakni masalah kewenangan, kerangka keuangan fiskal, masalah ekonomi, pembangunan, dan lainnya. “Prinsipnya kami ingin ada percepatan pembangunan di Papua, melakukan affirmative action sehingga isu-isu dan masalah diskriminasi atau yang lain yang bisa merusak keutuhan NKRI itu bisa terjaga,” kata Tito.