JAKARTA, REPORTER.ID – Anggota Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Adrianus Garu mendesak pemerintah untuk menguji dulu vaksin corona yang diimpor dari luar negeri, apakah bisa menyembuhkan pasien positif virus corona atau tidak. Ini perlu dilakukan agar masyarakat yang mengkonsumsi vaksin tersebut tidak dirugikan atau jadi korban.
‘’Jadi, supaya masyarakat tidak dirugikan, diuji dulu apakah vaksin tersebut benar-benar bisa menyembuhkan pasien positif corona atau tidak? Kalau tidak bisa, ya buat apa dibeli karena akan menguras duit negara saja,’’ pinta Adrianus Garu kepada reporter.id di Jakarta, kemarin.
Garu yang mantan anggota DPD RI asal NTT ini merasa berkepentingan untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen supaya tidak mengalami kerugian. Ia juga merasa terpanggil untuk berbuat agar pemerintah tidak mengalami kesalahan fatal dalam menyediakan vaksin corona untuk menyembuhkan pasien positif virus corona di Indonesia.
‘’Ya, tekad kita adalah melindungi masyarakat sebagai konsumen. Kita juga tak ingin pemerintah lakukan kesalahan dalam pembelian vaksin corona, karena ujung dari semua ini adalah uang negara juga untuk pembelian vaksin itu,’’ ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa salah satu fokus pemerintah dalam menangani virus Corona adalah mencari vaksin Corona. Dia mengatakan vaksin ini juga bisa mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Airlangga menyatakan dalam mencari vaksin pemerintah melakukan sederet kerja sama dengan berbagai negara. Maka dari itu diharapkan tahun depan bisa ada vaksin yang bisa diproduksi massal.
“Dengan multiple channel ini diharapkan tahun depan bisa ada satu dua vaksin yang bisa diproduksi, sehingga dengan produksi vaksin ini maka Indonesia akan menyelesaikan, dan untuk mengurang pengembangan pandemi. Ini juga mendorong pemulihan ekonomi,” ujar Airlangga dalam sebuah webinar, Senin (27/7) lalu.
Salah satu kerja sama yang dilakukan yaitu antara PT Bio Farma dengan Sinovac, perusahaan dari China. Dia menjelaskan saat ini vaksin Corona sedang diuji klinis.
Dalam paparannya, ditargetkan vaksin Bio Farma-Sinovac ini bisa diproduksi pada bulan Oktober dengan kapasitas 10 juta dosis per bulan. “Ada yang bekerja sama dengan perusahaan China dengan Sinovac dia sudah masuk uji klinis,” ungkap Airlangga.
Menteri BUMN Erick Thohir mengungkapkan vaksin Corona baru bisa diproduksi pada Januari atau Februari tahun 2021. Hal itu menyusul adanya 2.400 dosis vaksin COVID-19 dari China sedang dilakukan uji klinis oleh PT Bio Farma.
“Yang bapak harus ketahui vaksin sudah akan diproduksi tapi itu baru Januari-Februari tahun depan, berarti masih 6-7 bulan lagi kita harus menghadapi covid ini yang tidak di hanya di Indonesia, tapi seluruh negara di dunia,” kata Erick saat meresmikan aplikasi Ferizy melalui video conference, Sabtu (25/7).
Sambil menunggu vaksin diproduksi, Erick menghimbau kepada seluruh masyarakat tetap menjalankan protokol kesehatan secara disiplin, mulai menggunakan masker, mencuci tangan, hingga jaga jarak (physical distancing).
“Tidak ada lagi istilahnya harus diancam pakai masker, didenda baru pakai, tapi protokol ini pakai masker, cuci tangan, jaga jarak, harus menjadi prioritas utama kita kalau mau kembali merasa aman,” jelasnya.
Diberitakan juga, Indonesia baru saja menerima 2.400 dosis sampel vaksin Corona dari China. Saat ini, sampel vaksin tersebut telah diserahkan ke PT Bio Farma untuk diuji coba tahap III. Bila berhasil, mulai Januari 2021 mendatang, Indonesia siap memproduksi vaksin Corona secara massal.
Hal ini membuat saham sektor farmasi berhasil menguat dalam beberapa pekan ini. Di antaranya seperti saham PT Indofarma (Persero) Tbk (INAF) yang ditutup menguat 11,06% ke harga Rp 2.610 dan saham PT Kimia Farma (Persero) Tbk (KAEF) juga melejit hingga 2,62% ke harga Rp 2.740 pada perdagangan Jumat (25/7) kemarin.
Lantas, apakah tren penguatan ini bakal berlanjut lagi? Apakah sudah waktunya beli?
Menurut Analis pasar modal dari MNC Sekuritas Edwin Sebayang, saat ini bukan waktu yang tepat untuk menyerok saham-saham di sektor farmasi. Karena harganya sudah melambung terlalu tinggi.
“Kalau kita lihat ada beberapa saham yang sudah tidak rasional lagi, sudah sangat mahal seperti Kimia Farma, Indofarma itu sudah terlalu mahal, ya karena itu tadi kalaupun berhasil vaksin tadi itu baru kejadian tahun depan (keuntungannya) sedangkan tahun ini mereka belum akan tercermin, jadi nggak worth it ya beli saham dengan kenaikan yang cepat seperti itu,” kata Edwin. (hps)