JAKARTA, REPORTER.ID – Kepentingan daerah harus menjadi fokus kerja tim kerja DPD RI yang secara khusus dibentuk untuk terlibat dalam proses pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Cipta Kerja (Ciptaker) yang sedang dibahas DPR dan pemerintah.
AA LaNyalla mengatakan hal itu dalam Rapat Koordinasi antara Pimpinan DPD RI dengan para Senator pimpinan Alat Kelengkapan yang tergabung dalam Tim Kerja RUU Ciptaker. Rakor dimaksudkan untuk menyatukan persepsi tentang standing position DPD RI dalam pembahasan RUU tersebut. Dengan rujukan Pasal 18 UUD NRI 1945 dan UU sektoral lainnya, terutama UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (6/8/2020).
Menurut LaNyalla, DPD sangat serius mengawal proses pembahasan dan pengisian DIM atas RUU tersebut. Hal itu diwujudkan dengan membentuk Tim Kerja DPD RI, yang beranggotakan 20 Senator. “Dan, saya tekankan agar fokus mengawal kepentingan daerah. Ingat kita di sini adalah wakil daerah,” ujarnya.
Hadir dalam Rakor tersebut Wakil Ketua Nono Sampono dan Sultan Baktiar Najamudin serta 20 Senator pimpinan Alat Kelengkapan DPD tampak hadir lengkap, baik fisik di Senayan, maupun virtual dari daerah masing-masing.
Anggota Timja terdiri dari Agustin Teras Narang, Yorrys Raweyai, Bambang Sutrisno, Novita Anakotta, Asyera Respati, Abdul Kholik, Badikenita BR Sitepu, Habib Ali Alwi, Abdul Rachman Thaha, Bustami Zainudin, Hasan Basri, Edwin Pratama Putra, Angelius Wake Kako, Evi Apita Maya, Evi Zainal Abidin, Sylviana Murni, Casytha A. Kathmandu, Misharti, Arniza Nilawati, dan Eni Sumarni.
174 Pasal
Anggota Tim Kerja DPD RI RUU tentang Ciptaker Hasan Basri mengungkapkan sebanyak 174 pasal dari RUU tersebut yang akan menjadi fokus perjuangan DPD RI. Karena pasal-pasal tersebut menghilangkan sejumlah kewenangan daerah.
“Sedikitnya ada 174 pasal yang akan kami cermati karena berpotensi hilangkan kewenangan daerah,” kata Hasan.
Dlia menyontohkan, tentang pelaksanaan kewenangan perizinan berusaha dan kegiatan berusaha dilaksanakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan NSPK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Kemudian perizinan berusaha yang tidak dilaksanakan sesuai dengan NSPK dan norma (tenggat) waktu yang ditetapkan, pelaksanaan perizinan berusaha diberikan oleh Pemerintah Pusat.
Serta pelaksanaan perizinan berusaha dan kegiatan berusaha yang merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan program Prioritas Pemerintah dilaksanakan oleh pemerintah Pusat.
“Jadi daerah nanti hanya sebagai penonton dari investasi-investasi besar yang masuk. Sama sekali bukan regulator,” kata Senator asal Kalimantan Utara ini.
Selain itu, pasal-pasal krusial mengenai pertanahan, tata ruang, administrasi perizinan, administrasi pemerintahan dan lainnya. “RUU Ciptakerja dengan metode Omnibus Law ini sangat sangat jauh dari kata sempurna. Karena sangat dipaksakan dengan alasan reformasi birokrasi,” tambahnya.
Untuk itu wakil ketua Komite II DPD itu meminta unsur masyarakat dan pemerintah di daerah proaktif menyuarakan dan memberikan masukan kepada Timja DPD RI sebagai landasan acuan dalam penyempurnaan usulan yang akan disampaikan oleh DPD RI.
“Selama ini DPD RI sebagai wakil daerah sudah melakukan berbagai macam upaya. Tetapi pemerintah daerah masih banyak yang pasif dalam menanggapi RUU ini,” pungkasnya.