Sejarah Kelurahan Penggilingan Terkait dengan Pembantaian 10.000 Etnis Cina di Batavia oleh VOC

oleh
oleh
Rombongan pencari kebenaran sejarah nama Penggilingan di RT 011/07.

JAKARTA, REPORTER.ID- Berawal dari keinginan menelusuri sejarah asal-usul nama tempat di Jakarta, Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta Bidang Pengkajian dan Pengembangan (Jibang) pada tahun 2000/2001 melakukan penelitian ke lapangan setelah menggali informasi dari literatur kesejarahan yang ada.

Pimpinan proyek itu Husnison Nizar seorang arkeolog alumnus UI. Saya waktu itu sebagai wartawan media cetak Harian Berita Buana diminta mempublikasikan kegiatan tersebut yang melibatkan para pakar di bidangnya antara lain Drs Rachmat Ruchiat, Ayyat Rohaedi, dan budayawan H Ridwan Saidi.

Dari penelitian tersebut, tahun 2004 diterbitkanlah Buku Asal Usul Nama Tempat di Jakarta. Sayang, dari ratusan kampung yang diteliti, hanya 74 nama yang muncul sejarahnya di buku tersebut. Yakni dari Kampung Ancol, Bidaracina, Kwitang, Pondok Rangon, Tiang Bendera sampai Kampung atau Kelurahan Tugu.  Nama Penggilingan tak ada. Padahal dari draftnya terbaca sejarah Kelurahan Penggilingan berasal dari banyaknya penggilingan tebu maupun padi di tempat itu.

Beberapa warga Penggilingan mengungkapkan kawasan ini sebelum tahun 1980 memang daerah pertanian irigasi.  “Dulu di sebelah timur stasiun Klender Baru ada talang air dari Bojong Rangkong (Pondok Kopi) menyeberang ke Penggilingan. Tak jarang ada orang jatuh dari atap gerbong kereta ketika melewati bawah talang tersebut akibat lupa merunduk,” kata H Sumeri (71) warga RW 04 Penggilingan, Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur.

Agus Subagyo dan Marjuki warga RW 06 Penggilingan juga bercerita serupa. “Kata orang tua yang disebut Penggilingan dulu ya RW 07. Di sana dulu ada penggilingan padi atau tebu kurang tahu,” kata mereka.

Ustadz Mursidi warga RW 03 juga kurang faham sejarah Penggilingan. Namun kakeknya pernah memiliki penggilingan padi di wilayah ini.  Lurah Penggilingan Usdiyati juga kurang mengerti sejarah itu karena kesibukannya mengurusi 119.000 orang warganya.

Mulai Terkuak

Sekretaris Kelurahan Penggilingan Suhartono yang menguak rahasia itu, 3 hari setelah meresmikan 2 rumah warganya yang selesai direhabilitasi total oleh Baznas Bazis Jakarta Timur 5 Agustus silam. “Betul di RW 07 sedang hangat dibicarakan masalah itu. Hubungi saja LMK-nya Pak Ardiansyah Nasution,” ujar Sekel Suhartono.

Dari Opung Haji Nasution itu mengalir cerita sesepuh Kampung Penggilingan, H Udin Syamsudin (73), mengenai batu kiser atau penggilingan tebu. Pensiunan pamong praja ini mengatakan RW 07 itulah cikal bakal yang disebut Kampung Penggilingan.

“Ditemukan banyak batu penggilingan ketika kali (Buaran) itu dikeruk. Ada yg diceburin lagi,” kata H Syamsudin ketika dihubungi.  Arkeolog senior Candrian Attahiyat juga mendapat informasi serupa dari Rusli Rawin pimpinan Sanggar Betawi Cakung (Becak) di RW 02 Cakung Barat.  Dia bersama suhunya , H Surya Atmadja bin Mardjoeki berombongan ke lokasi situs sejarah Penggilingan di RW 07.

“Memang Penggilingan ini sejarahnya dari penggilingan tebu untuk membuat gula. Dulu ini namanya Kampung Bulak Cakung. Baru tahun 1740 ada seorang Cina bernama Lie Seng Sang atau MPek Seng Sang yang mengungsi kemari bersama keluarganya dan mendirikan penggilingan tebu. Lama kelamaan nama Kampung Bulak hilang berganti nama menjadi Kampung Penggilingan. Itu terjadi pada zaman Gubernur Jendral Valckenier tahun 1740 setelah Geger Pacinan di Batavia atau Peristiwa Angke. Kemudian Valckenier dihukum digantikan Van Imhoff,” tutur Suhu Surya Atmadja dengan puluhan kata meluncur begitu saja.

Arkeolog Candrian tersenyum kagum mendengar cerita itu. “Betul,” sahutnya. Memang dalam sejarah disebutkan pembrontakan etnis Cina di Batavia itu terjadi pada 9 – 22 Oktober 1740 yang mengakibatkan sekitar 10.000 orang Cina Batavia tewas dan 500 lainnya luka-luka. Sedang pihak VOC Belanda 500 serdadunya juga tewas.

Menurut Suhu, pendiri pabrik gula Kampung Penggilingan itu ketika meninggal dimakamkan di Kampung Pisangan Penggilingan dan disebut Kuburan Seng. Itu berasal dari nama Lie Seng Sang. Di Kampung Pisangan tahun 1978 ditemukan rel lori pengangkut tebu yang arahnya dari Kampung Jembatan lewat Pisangan terus ke utara Kampung Penggilingan RW 07 sekarang.

Mengenai batu kiser atau batu penggilingan menurut Mohammad Jaya warga RT 011/07 ditemukan di RT 010, RT 011 dan RT 014/07.  Dua di antaranya sepasang. Yang laki ada di emperan rumah H Sardi (62) untuk meja. Satunya lagi batu kiser perempuan di halaman belakang rumah H Ahmad Dirjen (51) juga di RT 011/07 terpelihara rapi.

Batu andesit itu berbentuk silinder tegak, tingginya sekitar 80 cm dan berdiameter 80 cm pula. Menurut Candrian Attahiyat pada tahun 1976 Museum Sejarah Jakarta di Kota Tua pernah menerima koleksi sepasang batu kiser seperti itu dari Kelurahan Penggilingan. Hingga sekarang batu dari abad ke 18 itu masih dapat dilihat di halaman dalam Museum Sejarah Jakarta tersebut.  Penulis juga menyaksikan ada batu kiser di area situs Makam Pangeran Jayakarta tak jauh dari Kali Sodong. “Kesimpulannya nama Penggilingan itu berasal dari penggilingan tebu yang biasanya dekat dengan kali,” kata Candrian. (Suprihardjo).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *