Batu Penggilingan Abad 18 harus Dipertahankan di Lokasi Semula,  Pengunjung Diberi Akses

oleh
oleh
Kiri : Kasudin Kebudayaan Jakarta Timur dengan potret diri bermedia kopi.
Kiri : Kasudin Kebudayaan Jakarta Timur dengan potret diri bermedia kopi.

JAKARTA, REPORTER.ID–  Ada 5 batu kiser atau batu penggilingan tebu di RW 07 Kelurahan Penggilingan, Kecamatan Cakung dan satu batu serupa di situs makam Pangeran Jayakarta di RW 03 Jatinegara Kaum, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur diharapkan tetap dijaga pada tempat aslinya. Hal itu penting untuk menjaga nilai keaslian sejarahnya. Demikian dikatakan Kepala Suku Dinas Kebudayaan Kota Administrasi Jakarta Timur Hasanudin, Rabu (26/8/20).

Batu kiser tersebut diperkirakan peninggalan dari abad ke 18 pada zaman VOC Belanda dengan Gubernur Jendralnya Andriaan Valckenier sampai Gustaaf van Imhoff. “Buatkan petunjuk arah untuk memudahkan masyarakat pengunjung ke lokasi tersebut,” tambah Hasanudin.

Batu kiser di situs makam Pangeran Jayakarta.

Hal itu sejalan dengan pemikiran arkeolog Candrian Attahiyat usai meninjau tiga batu kiser di RT 010 dan 011/07 Penggilingan, Minggu (23/8/2020). “Harus dibuatkan akses, agar masyarakat juga dapat melihatnya,” tandas Candrian.

 

Batu batu kiser abad 18 di dua lokasi RW 07 Penggilingan.

Keduanya sependapat agar dibuatkan lebel yang berisi informasi sejarah keberadaan batu kiser tersebut.
Ditambahkan untuk menjelaskan fungsi dan cara kerja batu kiser tersebut harus menunggu ahlinya. “Ya nanti disempurnakan kalau ada ahlinya,” tambah Hasanudin.

Seperti dijelaskan Surya Atmadja atau Suhu Djadja (76), batu kiser itu harus sepasang, laki-bini, guna menggiling atau mengepres tebu untuk diambil cairan gulanya, yang kemudian dicetak atau dikristalkan.  Suhu Djadja adalah peneliti lapangan bidang sejarah dan budaya yang sudah melanglang Nusantara.

Mengenai batu kiser di situs makam Pangeran Jayakarta di RW 03 Jatinegara Kaum, Kecamatan Pulogadung, R Suhendar ahli waris makam tersebut menjelaskan batu berbentuk silindris itu sudah sejak lama di situs makam tersebut. Hanya saja dulu terlihat kecil. Setelah digali ternyata besar, lalu diangkat ditaruh di bawah pohon besar itu. “Ya memang batu itu asli di situs makam ini,” kata Hety warga RW 03 yang tak lain puteri R. Suhendar yang juga menjabat Ketua RW 03 Jatinegara Kaum.

Sementara itu Rusli Rawin Ketua Sanggar Becak Betawi Cakung yang mendampingi Suhu Djadja ke Situs Penggilingan mengakui perlunya masyarakat terutama generasi muda mengerti sejarah bangsanya sendiri.
Karena itu Sanggarnya bekerjasama dengan Forum Silaturahmi Betawi Indonesia (FORSBI) memiliki program PSBB.

“Program itu juga PSBB, namun artinya Pencerahan Sejarah Seni dan Budaya Betawi,” ungkapnya. Kegiatan itu akan diisi oleh orang orang yang berkompeten dan concern pada bidangnya sebagai nara sumber. Karena itu yang berminat diharapkan bersiap -siap. “Tunggu launchingnya yah,” pungkasnya. (Pri)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *