Pinangki

oleh
oleh

Oleh Prof. Amir Santoso

 

Kasus yang menjerat jaksa Pinangki ini membikin heboh jagad medsos. Mengapa demikian ? Terbaca dalam sebuah media sosial berita sbb : “Penanganan perkara suap Djoko Tjandra terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari oleh institusi Kejaksaan Agung RI menjadi polemik dan dipertanyakan sejumlah pihak belakangan ini. Banyak yang menilai Kejaksaan akan sulit untuk menangani perkara yang dilakukan aparatnya sendiri, sehingga rentan terjadi konflik kepentingan.

Selain itu, banyak kejanggalan yang diungkapkan selama Pinangki menjadi tersangka. Terkini, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mempertanyakan alasan terkait tidak pernah ditampilkannya Jaksa Pinangki kepada publik dengan mengenakan rompi tahanan.

“Perlakuan terhadap Pinangki itu sangat tidak adil. Tersangka kasus korupsi Jiwasraya dulu ditahan pakai rompi dari Gedung Bundar dibawa ke tahanan belakang. Nah, Pinangki belum pernah kan,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Jumat (28/8).”

Jika berita di atas itu benar maka tidak boleh publik disalahkan apabila mereka berpikir bahwa kejaksaan memang memperlakukan jaksa Pinangki secara istimewa. Sebagai lembaga negara di mana jaksa tersebut bekerja, masuk diakal apabila kejaksaan merasa gamang untuk melakukan pemeriksaan. Bukan hanya karena Pinangki adalah sesama rekan kerja melainkan juga karena mungkin telah melibatkan banyak kepentingan disitu. Disinilah pentingnya segera dibentuk peradilan etika yang digagas oleh Prof Jimly Assidiqie dan dilontarkan kembali oleh Ketua MPR, Bambang Soesatyo kemarin.

Sebelum ada  berita tsb, di media sosial juga ada berita bahwa “Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak mengaku tak bisa memeriksa jaksa Pinangki Sirna Malasari terkait laporan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) soal dugaan pertemuan dengan narapidana kasus cessie Bank Bali, Djoko Tjandra. Ia menduga ada “orang besar” yang melindungi Pinangki.

Barita mengatakan Pinangki tak memiliki kekuasaan yang sangat besar untuk memuluskan langkah Djoko Tjandra bebas dari jeratan hukum. Selain itu, jabatan Pinangki sendiri tak relevan dalam kasus korupsi Bank Bali

“Saya menduga ada orang besar di belakang Pinangki itu. Sehingga mereka (Kejaksaan Agung) tidak terlalu terbuka dalam memberikan kewenangan pemeriksaan kepada kami,” kata Barita kepada wartawan, kemarin.

Memang dalam berita itu disebutkan adanya dugaan (baru dugaan) orang besar ikut melindungi Pinangki. Namun meskipun baru dugaan, hal itu telah membangun pikiran publik bahwa seretnya kasus Pinangki untuk diungkapkan secara terbuka dan jelas mungkin  memang disebabkan oleh adanya tangan-tangan kuat yang melindunginya. Ini membutuhkan klarifikasi dari pihak yang terkait agar dugaan negatif itu bisa ditepis jika memang benar tidak ada backing.

Selanjutnya diberitakan bahwa “Penyidik Bareskrim Polri batal memeriksa Jaksa Pinangki Sirna Malasari pada Kamis (27/8) kemarin. Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono menuturkan, penyidik sudah menemui Pinangki di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung pada pukul 11.00 WIB, namun, Pinangki meminta pemeriksaan terhadap dirinya ditunda  karena yang bersangkutan menyampaikan bahwasanya kemarin itu adalah jadwal besuk putranya,” ucap Awi.

Sungguh aneh apabila pemeriksaan yang penting itu ditunda hanya karena bertepatan dengan kunjungan bezoek anaknya Pinangki. Luar biasa sakti anak Pinangki itu.

Lain dari itu diberitakan pula bahwa “Pihak Kejagung menegaskan tidak akan menyerahkan penanganan perkara dugaan suap terhadap Jaksa Pinangki kepada KPK. Kejagung menepis dugaan konflik kepentingan selama pihaknya melakukan penyidikan terhadap anggota Korps Bhayangkara yang disuap terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko S Tjandra tersebut.

Kapuspenkum Kejagung, Hari Setiyono mengungkapkan pihaknya memiliki wewenang untuk mengusut kasus suap Djoktjan terhadap PInangki tersebut. Penyidik Kejagung terbuka untuk lakukan koordinasi dengan KPK. “Penyidikan masing-masing punya kewenangan. Kami aparat penegak hukum saling support itu ada namanya kordinasi supervisi. Kami melakukan penyidikan penuntut umum juga di sini, tak ada dikatakan inisiatif serahkan, kita kembali ke aturan,” kata Hari kepada wartawan di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (27/8).”

Jika hal itu benar demikian, maka kita berharap agar penanganan kasus tsb dilakukan secara profesional. Karena itu sebaiknya kasus jaksa Pinangki diserahkan ke KPK agar kesan tidak adanya netralitas dalam pemeriksaan bisa ditepis.

Membaca semua berita medsos di atas publik bisa menyampaikan pertanyaan mengapa Pinangki tampak seperti dilindungi dan dengan demikian berarti juga melindungi Djoko Tjandra? Mestinya pertanyaan itu tidak perlu dijawab karena publik memiliki logika dan nurani yang sudah pasti tahu jawabannya.

Kalau yang terjadi misalnya adalah ada orang miskin dan tidak punya jabatan penting tapi diperlakukan istimewa dan dilindungi oleh aparat hukum, barulah kita perlu meneliti secara serius penyebabnya. Bukan apa-apa tapi karena hal seperti itu aneh dan langka.

Namun demikian kita berharap semoga semua berita medsos di atas tidak benar agar tidak menyebabkan kesimpulan yang keliru. Kita juga berharap di suatu saat yang dekat kita bisa menyaksikan jaksa Pinangki benar-benar diadili secara terbuka, benar dan adil. (Pengamat Politik/Rektor Universitas Jayabaya Jakarta).

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *