Sejarah Jatinegara Kaum, Dari Dibumihanguskannya Keraton Jayakarta, Kini Ada Kelompok Tani Hutan dan Urban 

oleh
oleh
Lurah Darsito meninjau kolam ikan KTH Rumah Kaum

JAKARTA, REPORTER.ID–  Kata jati begitu banyak digunakan sebagai nama tempat di DKI Jakarta dan sekitarnya. Menurut sejarahnya memang berasal dari jajaran pohon jati, seperti Jati Petamburan dan Jati Pulo di Jakarta Barat, Pangkalan Jati, Kramat Jati dan Jatinegara di Jakarta Timur.

Untuk nama Jatinegara saja ada 3, yang meliputi nama Kecamatan Jatinegara, nama Kelurahan Jatinegara di Kecamatan Cakung, dan nama kelurahan Jatinegara Kaum di Kecamatan Pulogadung.

Kelompok Tani Hutan RW 03

Menurut Buku Asal Usul Nama Tempat di Jakarta terbitan Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta tahun 2004, nama Jatinegara Kaum itu muncul karena di sana ada *kaum* yang diambil dari Bahasa Sunda yang berarti tempat tinggal penghulu agama dan bawahannya. Diperkirakan itu merupakan perkembangan setelah keberadaan Pangeran Jayakarta dan pengikutnya di wilayah itu. Makanya sampai tahun 1930-an penduduk Jatinegara Kaum masih berbahasa Sunda. Bahkan hingga sekarang di wilayah RW 03 Jatinegara Kaum warganya masih menggunakan bahasa daerah tersebut untuk bertutur dan percakapan sehari hari. “Betul itu Pak, kami masih berbahasa Sunda,” kata R Hetty Sudarmiyati putri pertama R Suhendar sesepuh warga Jatinegara Kaum yang juga Ketua RW 03, Sabtu (29/8/2020).

Penulis dengan R. Manaf di Situs Makam Pangeran Jayakarta

Dari buku Asal Usul Nama Tempat tersebut juga ditulis dahulu Jatinegara Kaum merupakan bagian dari kawasan Jatinegara yang meliputi wilayah Kecamatan Pulogadung dan Kecamatan Cakung sekarang. Sementara nama Jatinegara itu sendiri baru disebut-sebut tahun 1665 dalam *dagh register* (catatan harian) Kastil Batavia. Yaitu saat kawasan tersebut diserahkan pemerintahannya kepada Pangeran Purbaya seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten. Namun tahun 1682 Sultan Ageng digulingkan dari tahtanya oleh putranya sendiri yaitu Sultan Haji dengan bantuan Kompeni Belanda. Maka Pangeran Purbaya dan saudara saudaranya seperti Pangeran Sake dan Pangeran Sanghiang ditahan di Benteng Batavia. Namun kemudian mereka ditugaskan memimpin pengikutnya di Kebantenan, Cikeas, Citeureup, Cikalong dan Jatinegara. Pangeran Sanghiang memimpin Jatinegara.

Sejarah Pangeran Jakarta, Jatinegara Kaum, Makam dan Masjid Tempo Doeloe yang ditulis Raden Manaf Desember 2011 menyebutkan Pangeran Sanghiang sudah sejak 1660 berada di Jatinegara Kaum menyusul jejak Pangeran Jayakarta. Raden Manaf yang bergelar Raden Triyadi Syahbandar Muda itu adalah keturunan ke sekian dari Keluarga Besar Pangeran Jayakarta Jatinegara Kaum.

Menurut Raden Manaf penguasa keraton Jayakarta terpaksa hijrah ke arah timur setelah tempat pemerintahannya di sebelah barat Ciliwung dibumihanguskan oleh tentara kompeni Belanda di bawah Jan Pieterzoon Coen pada 30 Mei 1619 Masehi atau 1040 Hijriah.

Pangeran Jayakarta dan pengikutnya akhirnya sampai ke daerah Jatinegara dan mendirikan mushola di situ dekat Kali Sunter atau Kali Sodong.

Mushola itu setelah Pangeran Jayakarta wafat tahun 1640 dikembangkan oleh pengikutnya menjadi masjid yang hingga sekarang dikenal sebagai Masjid Pangeran Jayakarta atau Masjid Asy-Syalafiyah.

Tercatat tahun 1682 Pangeran Sageri dan Pangeran Sake bergabung ke Jatinegara Kaum. Namun Pangeran Sake akhirnya pindah lagi ke Citeureup, Kabupaten Bogor hingga akhir hayatnya. Sementara Pangeran Sageri sebagai ulama tetap di Jatinegara Kaum, bahkan pada tahun 1700 Masehi ulama ini memperbaiki masjid peninggalan Pangeran Jayakarta untuk dipelihara dan dimakmurkan anak keturunannya. Pangeran Sagerilah yang mempersatukan semua warga Jatinegara Kaum baik dari keturunan Pangeran Jayakarta, Pangeran Sanghiang, Pangeran Sake maupun keturunannya sendiri dalam satu ikatan erat hubungan kekeluargaan hingga kini.

Saat ini nama Jatinegara Kaum menjadi nama kelurahan di wilayah Kecamatan Pulogadung. Menurut Lurahnya, Darsito S.Sos, luas wilayahnya 123, 45 Ha. Dengan batas batas sebelah utara Kelurahan Pulogadung. Di sebelah timur Kelurahan Jatinegara Kecamatan Cakung. Di sebelah selatan Kelurahan Klender Kecamatan Duren Sawit dan sebelah barat Kelurahan Jati dan Kelurahan Cipinang.

Jumlah penduduk Jatinegara Kaum saat ini 28.859 jiwa dari 9.931 KK yang menempati 84 RT dari 9 RW.

Membangun Hutan

Lurah Jatinegara Kaum Darsito maupun Kepala Seksi Kesra H Husein mengakui warganya cukup tangguh menghadapi pandemi covid -19 saat ini. Jumlah warga yang harus dibantu sekitar 7.000-an Kepala Keluarga (KK).
“Bulan lalu ada 7.420 bansos yang kami salurkan. Sedang bulan Agustus ini ada 8.042 yang kami salurkan. Tetapi 724 paket dikembalikan,” kata H Husein melalui wattsapnya Senin (31/8/2020).

Menurut Kasi Kesra Jatinegara Kaum, saat ini di wilayahnya sudah ada Kelompok Tani Urban di RW 09 yang anggotanya warga Rumah Susun Sewa yang berjumlah 5 blok.

Sedang di RW 03 ada Kelompok Tani Hutan yang diketuai Adhiwinata dengan Wakil Ketua I Yudhi Yudharta dan Wakil Ketua II R Hetty Sudarmiyati.

Menurut Adhiwinata untuk Bank Sampah RW 03 yang diketuai Yudhi Yudharta kiprahnya sudah dimulai tahun 2018 silam dan telah mendapat perhatian pejabat berkompeten. “Nantinya Bank Sampah akan masuk di bawah Kelompok Tani Hutan. Di seluruh DKI Jakarta hanya ada 15 KTH. Kalau di lain wilayah ada hutannya, di kita justru membangun hutan,” kata Adhi.

Mahasiswa mahasiswa UNJ dan UIN sebelum pandemi covid 19 yang lalu juga telah datang melakukan studi ke RW 03 Jatinegara Kaum.

Memang banyak orang mengakui lingkungan Kelurahan Jatinegara Kaum cukup hijau. Suasana lingkungan jalan Bekasi Raya dari ujung utara fly over Klender sampai perempatan Jl Pemuda relatif tidak berubah selama lebih 35 tahun terakhir ini. Begitu pula dengan industri mebel kayu jati sepanjang jalan itu.

Untuk kepentingan pemasaran mebel Klender maka pemerintah DKI Jakarta telah membangun Pusat Promosi Industri Kayu dan Mebel (PPIKM) di Kelurahan Jatinegara Kaum. “Itu lingkupnya DKI Pak,” kata Lurah Darsito. Tampak di depan gedung PPIKM yang menghadap ke utara itu dipasang kursi raksasa yang cukup menarik perhatian. (Suprihardjo).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *