IKAN, COVID, DAN NAIF

oleh
oleh

Oleh : Prayitno Wongsodidjojo Ramelan

Pengamat Intelijen

 

Pada bulan September 2018, Pray menulis di FB, “Naif itu simpel.’’ Intinya seperti ini, “Semua orang itu benernya jenius, akan tetapi jika anda menghakimi seekor ikan tentang keahlian berenangnya, maka itu akan menghabiskan seluruh hidup anda dengan keyakinan bahwa ikan itu bodoh. Anda itu “naif”. Simpel kan?’’

Nah, saat ini sudah enam bulan kita diserang virus corona atau Covid-19, mahluk misterius yang terus bermutasi, menyebabkan orang sakit, mematikan. Di AS, dari data worldometer tanggal 1 September 2020 yang meninggal 189.964 orang, di Brasil 123.899 orang, di India 67.486 orang, dan di Indonesia 7.505 jiwa.

Dalam kondisi babak belur saat ini, ada saja orang yang menghakimi Presiden Jokowi dalam menangani Covid-19 dan perekonomian yang terkena imbas. Mestinya lihat, di AS tanggal 1 September 2020, yang terinfeksi 6.290.737 orang, di Brasil 4.001.422 orang, di India 3.848.968 orang, dan di Indonesia

177.571 orang. Memang kalau ganti presiden itu lantas sukses seperti Dewa? Presiden Trump saja yang mimpin negara Super Power pusing melawan Covid-19, bisa-bisa kalah dalam pemilu bulan November nanti.

Logis rasanya kalau penulis katakan Pak Jokowi hingga saat ini lebih mampu meredam Covid-19, dibandingkan tiga negara ranking 1 s/d 3 . Perhatikan, faham sama dan jumlah penduduk juga diatas 200 jutaan. Jadi angka-angka itu tolok ukurnya (coba Abang pikir).

Nah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “naif” itu berarti (1) sangat bersahaja, tidak banyak tingkah, lugu (karena muda dan kurang pengalaman), sederhana. (2) celaka, bodoh, tidak masuk akal.

Jadi, kalau bicara soal ikan itu, dia yang menghakimi itu masuk kelompok 1 atau 2? Demikian juga yang mengeritik dan menjelekkan Pak Jokowi soal penanganan Covid-19 dan ekonomi, mereka itu masuk kelompok 1 atau 2? Ngerasa “paling jagoan”, berkomentar, merasa paling ahli dan bisa membalik dunia, kalau menuntut  siapa juga bisa.

Pesan moralnya, janganlah berceloteh kalau tidak faham apa masalah berat di belakang itu semua. Kita faham dengan peribahasa buah simalakama. Mestinya orang orang yang pintar, mantan pejabat, berpangkat tinggi pula, faham dengan kondisi saat ini. Penulis imbau, dukung pemerintah please, agar menang perang dahulu melawan covid, tidak justru merecoki. Memang suka kalau kita dedel duel?

Kalau di saat ini kita berjuang hidup dan mati berperang melawan covid, terus anda heboh bergerilya politik, nah, teman-reman anda atau orang yang kurang pinter akan bergumam. Naif deh loh! Maaf, sekarang nambah wawasan kawan? Si anu itu naif satu atau naif dua, tolong lihat daftarnya, contreng merah yang naif (2), mesti lebih banyak.

Maaf, maaf…nulisnya kok agak-agak Pakde Wongso (komen seorang sahabat). Sudah dua hari penulis kena diare, mau ke RS takut covid, umur rentan bulan depan 73, jadi mengobati sendiri saja.  Agak lemas, makan bubur, tapi semangat tetap membaja. Mohon doanya untuk para sohib, juga sekali lagi maaf untuk yang naif (2). Pray Old Soldier (the BLUES).

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *