JAKARTA, REPORTER.ID – Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan Donny Gahral Adian mengatakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus menemukan keseimbangan di antara gas dan rem selama masa pandemi Covid-19. Asalkan, pada saatnya menarik tuas rem dengan menerapkan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Donny mengingatkan agar jangan sampai berdampak negatif pada ekonomi.
“Tentu saja keseimbangan itu harus ditemukan. Rem pun jangan sampai berdampak pada ekonomi,” kata Donny kepada Kompas.com, Kamis (10/9/2020).
Sesuai arahan dari Presiden Joko Widodo, tiap kepala daerah memang dapat mengambil tindakan sesuai dengan data dan fakta yang ada di lapangan. Namun, ia menegaskan bahwa Presiden Jokowi juga berulang kali menekankan pentingnya keseimbangan antara penanganan pandemi di sektor kesehatan dan ekonomi.
“Jadi remnya harus pas,” kata dia. Ia menilai, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan harus menentukan sektor mana saja yang masih diperlukan beroperasi untuk mendorong perekonomian, serta sektor mana yang harus ditutup karena akan berdampak pada meluasnya penyebaran Covid-19.
Diberitakan, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan, menarik rem darurat dan kembali menerapkan PSBB. Anies menyebutkan, keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan sejumlah faktor, yakni ketersediaan tempat tidur rumah sakit yang hampir penuh dan tingkat kematian yang tinggi.
Dengan demikian, penerapan PSBB transisi di Jakarta pun dicabut dan PSBB kembali diterapkan pada 14 September. Baca juga: Tiga Pertimbangan Anies Sebelum Tarik Rem Darurat Terapkan PSBB Ketat “Tidak ada banyak pilihan bagi Jakarta, kecuali untuk menarik rem darurat sesegera mungkin,” ujar Anies dalam konferensi pers yang disiarkan di kanal YouTube Pemprov DKI, Rabu (9/9/2020).
Menurut Anies, keputusan ini juga mengikuti arahan dari Presiden Joko Widodo yang meminta kesehatan lebih dipentingkan. Dengan PSBB, maka hanya 11 bidang usaha yang masih diperbolehkan beroperasi dari kantor, yakni perusahaan kesehatan, usaha bahan pangan, energi, telekomunikasi dan teknologi informatika dan keuangan. Kemudian, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar, utilitas publik, dan industri yang ditetapkan sebagai obyek vital nasional dan obyek tertentu serta pemenuhan kebutuhan sehari-hari.