JAKARTA, REPORTER.ID – Penyelesaian konflik pertanahan dan percepatan reforma agraria merupakan program prioritas Pemerintahan sekarang ini. Hanya saja konflik pertanahan dan reforma agraria khususnya di daerah tidak berjalan dengan baik.
Berbagai konflik pertanahan masih berlangsung dan tidak terselesaikan sampai saat ini seperti yang terjadi di Kalimantan Tengah, Riau, Jambi, Aceh, sampai dengan Papua Barat.
Demikian yang terungkap dalam Rapat Kerja Komite I DPD RI bersama dengan Menteri Agraria Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Rabu, (23/9).
Sementara program TORA (Tanah Obyek Reforma Agraria), juga tidak pernah sesuai harapan. Masyarakat yang sudah mendapatkan sertifikat tanah, malahan menjual kembali tanahnya tersebut tanpa dapat dicegah oleh Pemerintah.
Hal itulah yang menjadi persoalan dan masih dirasakan masyarakat daerah sebagaimana aspirasi yang disampaikan kepada Komite I DPD RI.
Karena.itu, sebagai representasi daerah, Komite I DPD sangat berkepentingan untuk mencarikan solusi dalam menyelesaikan berbagai persoalan konflik pertanahan dan agraria yang terjadi di daerah tersebut.
Rapat Kerja di pimpin langsung oleh Ketua Komite I DPD, Fachrul Razi, didampingi oleh Wakil Ketua Komite I, Abdul Khalik dan Fernando Sinaga. Hadir anggota Komite I DPD RI antara lain Agustin Teras Narang, Instianawaty Ayus, Muh. Syukur, Filep Wamafma, Amang Syafrudin, Leonardy Harmainy, Maria Goreti.
Juga, Abdurahman Thoha, GKR Hemas, Richard Hamonangan, Hudarni Rani, Badikenita Sitepu, Dewa Putu Ardika, Almalik Papabari, Husain Alting, dan Abdurrahman Bahasyim. Sementara dari Kementerian ATR/BPN dihadiri oleh Menteri Sofyan A.Djalil, didampingi Wakil Menteri ATR dan sejumlah pejabat kementerian.
Komite I berpandangan bahwa tanah dan kekayaan alam daerah merupakan bagian dari kekayaan nasional yang wajib dikelola dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat di daerah.
Namun dalam praktiknya pengelolaan tanah dan kekayaan alam daerah telah menimbulkan ketimpangan struktur atas kepemilikan dan penguasaan, serta pemanfaatannya sehingga menyebabkan timbulnya konflik norma (conflict of norms), konflik kepentingan (conflict of interests), konflik ekonomi (economical conflict) dan penurunan kualitas lingkungan.
Oleh karena itu pengelolaan pertanahan yang adil, berkepastian dan berpihak kepada kepentingan masyarakat daerah sangat dibutuhkan.
Rapat Kerja diakhiri dengan kesimpulan sebagaimana berikut:
1. Komite I DPD RI sepakat dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI untuk bersinergi dalam bentuk Tim Kerja bersama dalam penanganan legalisasi aset, redistribusi tanah, dan permasalahan, konflik, dan sengketa pertanahan di Daerah;
2. Komite I DPD RI mendukung dan mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI untuk segera menyelesaikan kebijakan “one map policy” pertanahan dan melakukan penataan sesuai dengan fungsi dan kegunaannya; dan
3. Komite I DPD RI mendorong dan akan berkomunikasi secara strategis dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI untuk lebih mengoptimalkan penanganan dan penyelesaian konflik-konflik pertanahan yang terjadi di beberapa daerah yang berpihak pada kepentingan masyarakat dengan memperhatikan tanah ulayat dan hak-hak masyarakat adat.
Rapat Kerja yang berlangsung kritis dan positif ini berakhir pada pukul 16.00 dengan suatu komitmen agar Reforma Agraria dalam berjalan ke arah yang benar dan sesuai dengan amanat UUD 1945 yakni mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat.