Pengamat Intelijen Bilang, Bantu Satgas Penanganan Covid-19, Bagian dari Tugas BIN

oleh
oleh
Pengamat Intelijen, Nuning Kertopati.

JAKARTA, REPORTER.ID – Pengamat Militer dan Intelijen, Susaningtyas Kertopati mengatakan, berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, Badan Intelijen Negara (BIN), diberikan kewenangan untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas) dalam pelaksanaan aktivitas intelijen seperti yang tercantum dalam pasal 30 huruf d. Karenanya, ancaman kesehatan merupakan bagian dari ancaman terhadap keamanan manusia yang merupakan ranah kerja BIN.

“Dengan dasar itu, BIN turut berpartisipasi secara aktif membantu Satgas Penanganan Covid-19 dengan melakukan operasi medical intelligence (intelijen medis) di antaranya, berupa gelaran tes swab di berbagai wilayah, dekontaminasi, dan kerja sama dalam pengembangan obat dan vaksin,” kata Susaningtyas lewat keterangan tertulisnya, Senin (28/9/2020).

Pernyataan ini disampaikan Nuning sapaan akrab Susaningtyas, terkait adanya polemik terkait keikutsertaan ‘Lembaga Telik Sandi’ tersebut dalam membantu pencegahan penyebaran Covid-19 dengan menggelar beberapa tes baik PCR maupun Swab.

Melanjutkan pernyataannya, Nuning menuturkan bahwa apa yang dilakukan BIN juga dilakukan di negara-negara lain seperti Amerika Serikat lewat National Center For Medical Intelligence (NCMI). Dimana NCMI melakukan surveillance penyakit menular di dunia.

“Begitu juga NATO di Eropa yang melibatkan aktivitas intelijen dalam pengkajian infrastruktur kesehatan. Sebagai lini terdepan dalam keamanan nasional sebagaimana amanat UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara, maka BIN berkewajiban membantu pemerintah dalam mengatasi pandemi Covid-19 di Indonesia,” mantan Anggota Komisi I DPR ini lagi.

Bantu Pemerintah

Nuning menambahkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan BIN semata-mata untuk membantu pemerintah dalam percepatan penanganan pandemi Covid-19 di antaranya melalui 3T (Testing, Tracing dan Treatment) serta untuk memperbanyak kapasitas testing di Indonesia yang saat ini masih dibawah rata-rata test harian yang ditetapkan WHO yakni 1.000 test per 1 juta penduduk.

“Oleh karenanya, BIN bekerja sama dengan berbagai lembaga penelitian dan universitas yang memiliki fasilitas laboratorium BSL 2 dan 3 di berbagai daerah. Terutama daerah-daerah yang masuk dalam zona merah Covid-19 untuk meningkatkan kapasitas uji spesimen dengan memberikan berbagai bantuan alat laboratorium, mulai dari RT PCR hingga berbagai peralatan lainnya, seperti reagen dan sebagainya,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Nuning, BIN juga membangun satu laboratorium stasioner berstandar BSL-2+ dan empat unit lab mobile berstandar BSL-2 untuk membantu mempercepat dan memperbanyak kapasitas testing, yang mampu menjangkau zona-zona merah yang sebelumnya tidak dapat dijangkau. Menurut Nuning, upaya 3T dimaksudkan untuk mencegah Orang Tanpa Gejala (OTG) atau asimpotmatik agar tidak menjadi spreader.

“Ini merupakan perhatian kita bersama dan mengobati pasien Covid-19 kondisi ringan dan sedang yang dideteksi sejak dini dari tes swab berpeluang sembuh lebih besar serta lebih murah. Jangan sampai stigmatisasi masyarakat yang kuat melekat menjadi bagian dari polemik hasil test positif-negatif,” jelasnya. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *