Dalam perjalanan hidupnya, ternyata Hakim Pengadilan Tinggi Kalsel, Bambang Kustopo yang akrab disapa BK ini mengalami berbagai kejadian menarik. Ia bercerita, pada waktu itu, kira-kira tahun 1981, dirinya belum lulus sarjana muda. Di tempat kosnya, daerah Ambarukmo Yogyakarta, pagi hari sekitar pukul 09.00 WIB, ada orang yang mengetuk pintu kamarnya.
Ia pun mengucapkan salam dengan menggunakan bahasa Jawa. Pintu kamar dia buka, ternyata ada seorang bapak berusia kurang lebih 60an sedang berdiri di depan pintu. Beliau mengenakan pakaian adat Jawa, baju lurik khas Yogyakarta sambil menenteng tas kulit yang tampak sudah usang.
Setelah BK persilahkan masuk ke kamar kos, tamu tersebut bercerita soal pusaka yang dimilikinya. Ia bilang anak keturunannya tidak ada yang kuat untuk ngrekso (merawat, red) pusaka tersebut. Ia lalu mengeluarkan pusaka dari dalam tas kulitnya. Jumlahnya ada tiga bilah, yakni dua bilah keris berdapur (berbentuk, red) Pendowo Bimo Kurdo, berpamor kulit semangka dan keris dapur Pulanggeni berpamor beras wutah, serta satu bilah tumbak berluk tiga. Begitu melihat ketiga pusaka tersebut, BK langsung tertarik dan berkata dalam hati, wah pusaka bagus semua tuh.
Pria tersebut — tidak memperkenalkan jadi dirinya, red — mengatakan, hanya BK- lah yang kuat untuk merawat ketiga pusakanya tersebut. Sebagaimana lazimnya, BK lalu menanyakan kepada pemilik pusaka tersebut soal ‘mas kawin’ (atau semacam imbalan atas penyerahan pusaka tersebut, red). Hal itu dia sampaikan karena dirinya hanyalah seorang mahasiswa yang tidak punya duit banyak. Hanya mengandalkan kiriman uang dari orangtua untuk biaya hidup selama kuliah di Yogyakarta.
Langkah itu juga merupakan cara untuk menolak secara halus, karena ia yakin mas kawinnya tentu mahal sekali, sebab pusakanya memang ampuh. Orang tersebut hanya tersenyum sambil berkata, ‘’Saya tidak menjual pusaka Nakmas. Saya hanya mau mencari sosok yang kuat ngrekso atau merawat pusaka ini. Namun ada syaratnya”. BK pun langsung menjawab, ‘’Asal syaratnya tidak berat dan tidak mensekutukan Allah SWT Insya Allah saya sanggup.’’
Mendengar jawaban BK, orang misterius tersebut langsung menimpali. ‘’Anak Mas jangan memikirkan soal mas kawin dari pusaka ini. Yang penting, Anak Mas mau menerima dan sanggup untuk memelihara atau merawatnya. Syaratnya cuma satu. Anak Mas tidak boleh berbohong kalau ditanya oleh siapapun asal tidak menyangkut rahasia yang harus Anak Mas simpan dengan baik,’’ ujarnya.
Atas penuturan itu, dengan senang hati BK menyanggupi. Kemudian untuk menghormati tamu tersebut, NK pergi ke belakang untuk membuatkan minuman the ala kadarnya. Namun, yang mengejutkan adalah ketika dirinya akan menyuguhkan minuman tersebut, orang misterius tersebut sudah tidak ada lagi di tempat duduknya, ia menghilang.
BK pun jadi bingung. Ia lari keluar rumah menuju pintu halaman rumah kos-kosan untuk mencari orang tersebut. Tetapi tidak ketemu. Ia bertanya kepada tukang servis arloji yang mangkal di samping pintu halaman. Orang yang ditanya pun menjawab tidak tahu. Menurut orang itu, sejak pagi tidak ada orang yang keluar masuk asrama atau tempat kos di daerah Ambarukmo.
Bagi BK, kejadian mendapatkan pusaka ini bukan yang pertama kali. Karena sebelum itu, sewaktu dirinya masih duduk di kelas 2 SMA, dirinya sudah mengalaminya. Ketika itu, BK dipanggil neneknya yang tinggal di Desa Karangan, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek. Neneknya memberikan satu bilah keris berpamor Tilam Sari milik almarhum suaminya. Namun menerima pusaka dari orang misterius baru kali ini dialaminya.
‘’Dulu kakek saya seorang kepala desa. Menurut cerita nenek saya, keris Tilam Sari dapat digunakan untuk mengusir hama tanaman di sawah. Konon keris tersebut pernah dipinjam adik kakek saya untuk digadaikan tetapi keris itu bisa pulang sendiri dan menempati tempat sebelumnya. Yakni di senthong tengah (kamar tengah) tempat penyimpanan berbagai pusaka waktu itu,’’ ujar BK. (HPS)