JAKARTA, REPORTER.ID – Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, genap berusia satu tahun pada 20 Oktober 2020 ini. Ada sejumlah kemajuan yang diraih, namun juga ada yang masih berjalan di tempat.
Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Sirajuddin Abbas melalui keterangan tertulisnya, Selasa (20/10/2020) menjelaskan, di satu tahun Pemerintahan Jokowi di periode yang kedua ini, dari sisi demokrasi memang mengalami tekanan, dimana salah satu penyebab terbesarnya adalah masalah pandemi virus corona atau Covid-19.
“Sejak pandemi dari sisi demokrasi memang mengalami tekanan, tapi tidak sampai jatuh pada otoritarianisme,” kata Sirajuddin.
Di saat pandemi melanda dunia sejak awal tahun 2020, menurutnya, ada banyak negara demokrasi yang mengalami tekanan yang begitu hebat. Akibatnya, secara umum ada banyak negara demokrasi yang terjebak dalam otoritarianisme.
“Secara umum banyak negara demokrasi terjebak dalam negara ototarianisme seperti India dan Filipina. Kalau di Indonesia relatif terjaga,” ucapnya.
Di dalam survei terakhir yang dilakukan SMRC pada Agustus 2020 juga mengukur sejauh mana perkembangan negara demokrasi di Indonesia menjelang satu tahun pemerintahan Jokowi. Pengukuran dilakukan di berbagai bidang cakupan seperti kondisi politik, ekonomi, hukum dan keamanan.
Terkait tingkat kepuasan masyarakat terhadap jalannya demokrasi, dari hasil survei yang dilakukan ada sebanyak 62 persen masyarakat mengaku cukup puas dan 5 persen sangat puas. Sedangkan untuk masyarakat yang kurang puas ada sebanyak 25 persen, tidak puas sama sekali 2 persen dan tidak jawab sebanyak 6 persen.
Dijelaskan Sirajuddin, wabah Covid-19 yang terjadi menjelang satu pemerintahan Jokowi menyebabkan kondisi ekonomi rumah tangga terus menurun jika dibandingkan sebelum pandemi. Penilaian paling negatif terjadi pada periode Mei 2020, sebesar 83 persen menganggap lebih buruk, namun terus menurun hingga mencapai angka 69 persen pada Agustus 2020.
Di bidang politik, masyarakat juga melihat kondisi satu tahun menjelang pemerintahan Jokowi lebih baik atau sekitar 36 persen menganggap baik, 3 persen sangat baik, 32 persen sedang, 20 persen buruk, 8 persen tidak jawab dan 1 persen sangat buruk.
Di bidang kondisi keamanan, warga yang menilai kondisi baik/sangat baik sekitar 52 persen. Sedangkan yang menilai buruk/ sangat buruk mencapai 15 persen dan 32 persen menilai sedang.
Selanjutnya, dikatakan Sirajuddin, di bidang keamanan dan pelaksanaan hukum, sebanyak 50 persen masyarakat menganggap baik dan polisi secara umum bisa menjaga. Kemudian sebesar 10 persen menganggap sangat baik dan 32 persen menganggap buruk, tapi secara umum polisi masih bisa diandalkan. Sedangkan sebanyak 5 persen menganggap sangat buruk dan 3 persen tidak jawab.
Terkait kepuasan terhadap kinerja presiden, dari hasil survei yang dilakukan SMRC menjelang satu tahun pemerintahan Jokowi juga diketahui sebanyak 60 persen mengaku cukup puas dan 7,4 persen sangat puas. Sedangkan sebanyak 27,4 persen mengaku kurang puas dan 3,1 persen tidak puas sama sekali serta sisanya sebesar 2 persen tidak tahu.
Dari catatan yang disampaikan SMRC, saat ini publik melihat gelagat banyaknya keterlibatan TNI dalam bidang keamanan dan ketertiban. Padahal, umumnya publik tidak setuju jika TNI dilibatkan dalam keamanan, ketertiban dan penegakkan hukum di masyarakat.
“Publik mendukung masalah keamanan, ketertiban dan penegakkan hukum dalam masyarakat adalah tugas Polri,” ujar Sirajudin.
Dijelaskan, pada masa pandemi seperti saat ini mayoritas publik mendukung supremasi sipil atas tentara. Artinya, TNI harus berada di bawah kepemimpinan sipil yang dipilih secara demokratis.
“Publik mendukung tugas TNI untuk pertahanan negara secara bersenjata menghadapi ancaman bersenjata dari luar negeri dan untuk menjaga keamanan nasional dalam kondisi darurat,” tutupnya. ***