JAKARTA, REPORTER.ID – Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah ikut menyoroti setahun kinerja Pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin. Kata Fahri, bukan soal seratus hari kinerja pemerintahan, tetap soal seterusnya kedepan yang harusnya menjadi sikap dan ideologi dasar cara mengelola negara.
“Jadi, stop sikap sok-sok-an. Hari-hari ini adalah hari kebersamaan. Banyak tantangan yang mesti dihadapi pemerintah, seperti pandemi virus corona atau Covid-19 yang belum ada tanda-tanda akan berakhir, yang berujung pada ancaman krisis ekonomi global,” kata Fahri melalui keterangan tertulisnya, Kamis (22/10/2020).
Padahal hari ini, lanjut Fahri, delivery dari kinerja pemerintah sangat diperlukan, karena rakyat sedang dalam penantian, dalam kesabaran-kesabaran yang luar biasa.
“Itu lah sebabnya, saya terus terang mengusulkan agar presiden yang dilantik pada saat Covid belum ada, sudah membawa narasi rekonsoliasi kembali memikirkan masa depan,” ujar Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019 ini.
Menurut Fahrim yang diperlukan sekarang ini adalah kearifan untuk berhenti meributkan cara berfikir yang terlalu diametral. Sebab saat ini diperlukan semacam kearifan jalan tengah, mengingat apa yang dipersoalkan oposisi juga dipersoalkan oleh pemerintahan.
“Begitu juga, apa yang dilihat oleh pemerintahan sebenarnya juga dilihat oleh yang berada di luar pemerintahan. Hanya, sikap keras kepala dan ngotot di dua belah pihak, terutama di dalam pemerintahan yang menyebabkan semua itu menjadi nampak tdak terselesaikan,” sebut dia.
Maka dari itu, Fahri memohon agar presiden memikirkan rekonsiliasi secara serius, hentikan pejabat-pejabat yang konfrontatif, sok jago, sok mengerti persoalan, menganggap rakyat kecil, dan menganggap oposisi remeh. Sebab, membangun permusuhan kepada sikap-sikap kritis, sungguh bukanlah sikap dan pikiran awal presiden yang berpidato pada saat pelantikan, bahwa dia akan mengatur rekonsiliasi.
Disampingnya ada KH Ma’ruf Amin, seorang Ketua Majelis Ulama yang kita terima atau tidak. Dia pernah menjadi bagian yang secara sangat keras menghantam pikiran dasar pemerintahan, terutama dalam kasus yang terjadi di masa lalu. Disamping presiden, ada Prabowo, lawan tanding beliau yang kemudian di rekrut menjadi Menteri Pertahanan.
“Jadi wajah-wajah rekonsiliasi di awal itu nampak sekali di tubuh pemerintahan, tetapi ekseskusi lanjutannya sungguh sngat menyedihkan sekali. Pikiran-pikiran besar tentang rekonsiliasi itu tidak diterima menggunakan ‘Ideologi Sebagai Alat Permusuhan’, menggunakan Pancasila untuk menyalahkan orang itu masing sangat dominan, karena itu inilah yang harus dihentikan,” tegasnya.
“Itu lah, menurut Fahri yang pertama menjadi bottom line dari pada sikap posotif negara terhadap rakyat. Sebab, kalau sikapnya tdak rekonsiliatif, ketegangan akan kian memuncak,” kata Fahri menambahkan. ***