Oleh : Marsda TNI (Pur) Prayitno Wongsodidjojo Ramelan
Pengamat Intelijen
Perkembangan geopolitik dan geostrategi di regional Asia Pasifik semakin menarik didalami. Ketegangan AS – RRT (China) yang menjurus kearah perang dingin, mendudukkan serta membuktikan bahwa posisi geografis Indonesia menjadi demikian penting ditinjau dari kepentingan politik dan strategi.
China menggunakan pendekatan prosperity, sementara AS dengan pendekatan security. Analisis ini mencoba mengulas dengan pendulum di tengah, agar lebih objektif sebagai sumbangan pemikiran untuk para pemegang amanah.
Kunjungan ke AS
Menhan RI Letjen (Purn) Prabowo Subijanto diundang ke AS. Pada Jumat (16/10) waktu setempat, ia bertemu dengan Menhan AS Dr. Mark T Esper di Pentagon. Keduanya membahas keamanan kawasan, prioritas pertahanan bilateral, dan akuisisi pertahanan.
Mark Esper menekankan perlunya membangun hubungan kerjasama yang lebih dekat dengan negara-negara demokrasi seperti Indonesia, untuk mengomunikasikan pentingnya penegakkan HAM, supremasi hukum, serta profesionalisasi bila kedua negara memperluas keterlibatan mereka.
Prabowo menyampaikan pentingnya keterlibatan militer di semua tingkatan, mengapresiasi dukungan AS untuk modernisasi bidang pertahanan Indonesia. Pada intinya kedua pemimpin berbagi keinginan untuk meningkatkan hubungan bilateral militer ke militer, dan bekerja sama dalam keamanan maritim.
Di sini terlihat bahwa pihak intelijen dan kebijakan militer AS membuka celah pendekatan diplomasi pertahanan ‘kemitraan’ melalui Prabowo sebagai simbol awal tokoh yang bisa dipercaya bukan di jalur China. Pencabutan daftar hitam selama 20 tahun terhadap Prabowo sebagai keputusan krusial pejabat AS, karena itu Esper menetralisirnya dengan menyebut masalah HAM saat pertemuan.
Kedatangan Pompeo
Menlu Retno Marsudi dalam konferensi pers secara daring, Kamis (22/10) mengumumkan bahwa Menlu Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo akan mengunjungi Indonesia pada pekan depan. Menlu Retno menjelaskan, AS adalah satu ‘mitra penting’ Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia ingin terus membangun kemitraan kokoh yang saling menguntungkan dan menghormati.
Departemen Luar Negeri AS, dalam hal ini Secretary (Menlu) Pompeo mengumumkan, akan melakukan perjalanan luar negeri ke India, Kolombo, Sri Lanka, Maladewa, dan terakhir ke Indonesia dalam rentang waktu 25 hingga 30 Oktober mendatang.
“Menlu Pompeo akan melakukan perjalanan ke Jakarta untuk menyampaikan sambutan publik dan bertemu dengan mitranya dari Indonesia untuk menegaskan visi kedua negara tentang Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka,” kata pernyataan tersebut.
Menurut Retno, selain melakukan pertemuan bilateral dengannya, Pompeo akan hadir dalam forum Gerakan Pemuda Ansor. Dalam lawatannya ke Ansor, Pompeo akan membahas mengenai dialog agama dan peradaban.
“Komitmen kuat peningkatan kemitraan ini tercermin dengan intensifnya saling kunjung pejabat kedua negara bahkan di masa pandemi ini,” ujar Menlu Retno.
Dia menyebutkan saling kunjung di antaranya, Wakil Menteri Pertahanan AS telah berkunjung ke Indonesia, lalu kunjungan Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo ke AS, delegasi US International Development Finance Corporation juga berencana akan berkunjung ke Indonesia pekan ini, dan Menlu Pompeo berkunjung pekan depan.
“Saya yakin pembicaraan saya dengan Secretary Pompeo akan berjalan dengan baik dan sekali lagi dapat memperkokoh hubungan bilateral kita dengan AS,” ujar Menlu.
Analisis
Dinamika geopolitik di kawasan Asia Pasifik, khususnya meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan antara AS dengan China, kini semakin serius. Pada dasarnya strategi OBOR dan BRI China adalah prosperity, mempengaruhi negara lain dengan pinjaman. AS menilai, bagi negara yang tidak mampu membayar akan masuk dalam jebakan hutang, membayar dengan kompensasi khusus. Negara-negara di jalur OBOR menjadi ajang perebutan pengaruh untuk mendapat dukungan penguasaan LCS.
Ben Bland, seorang analis dalam bukunya Man of Contradictions : Joko Widodo and the struggle to remake Indonesia seperti yang dikutip dari The Sydney Morning Herald, menulis bahwa Presiden Jokowi “tertarik untuk menarik investasi dari negara manapun yang memiliki uang tunai paling banyak demi mencapai tujuan ekonomi domestiknya”. Untuk saat ini “Negara Tionghoa/China sedang membangun jalan, jembatan, pembangkit listrik, dan pelabuhan di seluruh Indonesia, di samping jalur rel Jakarta-Bandung yang terkenal”.
Di satu sisi, AS menilai posisi geografis Indonesia sangat strategis dan bila jatuh dalam pengaruh China, sangat merugikan kepentingan nasionalnya. Kawasan maritim Indonesia sangat luas, dan bila masuk ke blok China, maka Australia dan New Zealand akan menjumpai masalah besar dalam kondisi apapun. Jadi jelas, AS sangat tidak suka dengan strategi China yang ingin menjadi Sherrif di Laut China Selatan serta konsep penguasaan dua Samudera yang telah dicanangkan tahun 2007, harus di gagalkan.
Dalam perspektif intelijen, bagi sebuah negara, yang abadi adalah kepentingan nasionalnya. Karena itu pendulum Indonesia yang mereka nilai mulai berat ke China harus diubah. Di sinilah besarnya peran seorang Retno Marsudi dalam berdiplomasi dengan pihak AS. Di satu sisi, berpegang kepada politik Luar Negeri yang bebas aktif, tapi di lain sisi harus mengatur ritme serta posisi politik hubungan bilateral dengan AS dan dengan China.
Perlu penulis ingatkan, bahwa Pompeo adalah alumnus Akademi militer (Army), mantan Direktur CIA dan kini masih berperan di bidang intelijen sehingga Pompeo masih kental berbicara soal ancaman strategis. Genderang perang AS ke China sudah jelas, tidak ingin LCS dikuasai satu negara, dan AS tidak ragu mengirim kapal induk dan kapal-kapal perangnya.
Pompeo akan mendekati pemuda Ansor yang bagian dari NU sebagai organisasi massa Muslim terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia, ini juga porsi intelijen. AS yang oleh Retno kini disebut sebagai mitra penting, dalam berbicara dengan Indonesia juga sudah mempersiapkan konsep semacam OBOR, dukungan prosperity dari Indo Pacific, disebut higher road dengan dana sebesar 400 miliar dolar AS.
Kemungkinan ini yang akan ditawarkan oleh delegasi US International Development Finance Corporation minggu depan. Menlu Retno diharapkan tidak terjebak dinamika intelijen Pompeo Cs. Bukan berarti dia berkunjung ke Ansor yang Islam lantas Retno kemudian berbicara kembali soal Palestina. Situasi kondisi di Timur Tengah, Teluk Persia sudah berubah. Sudah terjadi shake hand beberapa negara Arab dengan Israel yang juga, sekutu AS. Jadi, betul, kali ini Indonesia harus tetap berpegang kepada politik luar negeri yang bebas dan aktif, AS juga sangat faham.
Kemlu diharapkan fokus kepada kondisi kawasan regional di sekitar Indonesia yang akan semakin panas. Kita tidak perlu takut pada AS, tetapi waspada. Pendekatan mereka yang security approach, kini mulai masuk ke prosperity. Karena itu back ground knowledge Kemlu sebaiknya ditingkatkan oleh Badan intelijen Strategis agar tidak tergelincir saat bertemu hanya sekedar basa-basi diplomasi umum yang abu-abu. Mereka butuh kejelasan posisi politik kita agar tidak menyulitkan dan tidak fantastis menyikapi sikon yang berlaku.
Penutup
Pintu Indonesia – AS sudah lebih terbuka, semua bertindak demi kepentingan nasionalnya masing-masing. AS dan China yang berseteru bisa disebut sebagai gajah, Indonesia kini bukan pelanduk, kita negara besar dengan letak geografis di posisi silang, negara maritim terluas dengan sumber daya alam yang banyak. Penduduknya ke empat terbanyak di dunia, meraih kemerdekaan dengan berjuang. Lantas apa dari kita yang pantas disebut pelanduk?
Kunci dari persepsi intelijen adalah kenali detail AS, China, Rusia, Australia, Singapura dan lain-lainnya, tentukan cara bertindak terbaik. Ini artinya para pemimpin harus smart. Apa pun yang terjadi saat ini adalah konsep permainan intelijen. Masalahnya, mampukan kita memahaminya? Semoga bermanfaat. Pray Old Soldier.