JAKARTA, REPORTER.ID – Pakar Otonomi Daerah (Otda), Prof. Dr. Djohermansyah Djohan, MA menilai bahwa reformasi birokrasi masih tertinggal, berbelit-belit, terlalu panjang, dan banyak pungutan. Karena itu, menurut dia, dalam satu tahun ini perlu dilakukan penyederhanaan birokrasi.
“Birokrasi perlu dibuat lebih ramping, efisien, dan mampu mengatasi persoalan. Sehingga pelayanan publik menjadi lebih baik tanpa panjang urusannya,” kata Prof. Djo sapaan Presiden i-Otda (institut Otonomi Daerah) ini, Sabtu (24/10/2020).
Menurut Prof. Djo, birokrasi harus lebih singkat, pendek, mudah, murah dan juga tidak terlalu bengkak organisasinya, sehingga dengan demikian hemat dalam pengeluaran anggaran untuk aparatur. Untuk itu, lanjutnya, kemampuan mereka harus ditingkatkan dari segi skills, dan profesionalisme-nya.
“Itu PR yang tidak mudah karena harus dari awal. Harusnya dimulai darimana dia direkrut sampai kemudian dia dipensiunkan. Itu jenjang manajemen birokrasi ASN nya cukup panjang,” sebutnya lagi.
Tahun ini yang baru dapat dicatat adalah gebrakan baru soal pemangkasan eselon III dan IV, terutama yang terkait dengan soal-soal administrasi kecuali pelayanan opeasional itu dipertahankan.
“Sayangnya belum juga tuntas. Yang kita dengar dari keterangan versi pemerintah masih belum mencapai target 100 persen pemangkasannya. Kemudian masalah itu juga rumit dengan dialihkannya mereka ke jabatan fungsional. Karena dampaknya pada pembengkakan anggaran. Tenyata jabatan fungsional itu tunjangannya lebih mahal ketimbang jabatan struktural,” bebernya.
Dari segi kepemerintahan, penilaian Prof Djo, menjadi kendala juga untuk penghematan anggaran, karena ternyata juga terjadi penambahan anggaran yang cukup besar.
“Itu yang baru dijalankan. Jadi masih banyak PR yang harus dibereskan. Misalnya politisasi birokrasi dalam pilkada. ASN yang terlibat kasus bantu kampanye sudah banyak tapi tidak dilaporkan. Kemudian belum ada penyelesaian yang mendasar di kebijakan. Dan belum juga pernah kita dengar sudah berapa orang yang dilakukan pemecatan, pemberhentian gara-gara keterlibatan mereka dalam politisasi birokrasi,” tambahnya. ***