DPP PA GMNI : Sakitnya Papua adalah Sakitnya Indonesia

oleh
oleh

JAKARTA, REPORTER.ID – Sekjen DPP PA GMNI Ugik Kurniadi mengecam keras pernyataan Forkorus Yaboisembut yang mengaku sebagai Presiden Federasi Republik Papua Barat yang menyebut tanah Papua bukan bagian dari NKRI. Ugik menilai, pernyataan Yaboisembut keblinger, penuh delusi, dan ahistoris.

‘’Dia itu ngawur. Papua adalah bagian integral dari Indonesia. Ibarat tubuh manusia, Papua adalah bagian tubuh dari Indonesia. Sakitnya Papua adalah sakitnya Indonesia,’’ tegas Ugik dalam pernyataan tertulisnya kepada REPORTER.ID, Minggu (25/10) malam.

Ugik Kurniadi menjelaskan, berdasarkan azas Uti Possidetis Juris, setelah Indonesia merdeka, Indonesia mewarisi bekas jajahan Belanda di Netherlands Indies, termasuk Papua. Indonesia tidak pernah menjajah Papua, tetapi justru membebaskan Papua dari belenggu imperialisme Belanda.

Indonesia memberikan hak dan kedudukan yang sama kepada warga Papua untuk berhimpun dalam negara yang baru saja terbentuk, sebagai Warga Negara Indonesia. Upaya ini diperkokoh dengan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) Papua pada tahun1969. ‘’Hasil Pepera sudah kita ketahui bersama bahwa rakyat Papua menginginkan tetap begabung dengan NKRI,’’ katanya.

Ugik menegaskan, Netherlands-New Guinea atau disebut juga Belanda-Papua, adalah akal-akalan Belanda untuk melakukan politik pecah belah dan adu domba untuk  menguasai Papua. Belanda-Papua adalah negara boneka Belanda. Belanda memberi atribut bendera Bintang Kejora, stempel negara, dan lagu kebangsaan Hai Tanahku Papua.

Dijelaskan Ugik, pencipta lagu Hai Tanahku Papua adalah misionaris Belanda yang bernama Izaak Samuel Kijne. Perancang bendera Bintang Kejora  adalah Nicolaas Jouwe, yang menjabat sebagai Wakil Presiden Dewan Nugini, jabatan tertinggi untuk rakyat Papua, pada saat itu.

Sementara Presiden Dewan Nugini adalah seorang pegawai negeri Belanda Frits Sollewijn Gelpke. ‘’Jadi, jelas sekali bahwa Belanda-Papua adalah negara boneka dan komprador Belanda, yang bertujuan untuk tetap mengusai dan menjajah Papua.” tegas Ugik lagi.

Selanjutnya Ugik Kurniadi menceritakan, Nicolaas Jouw menetap di Belanda sejak 1963 dan menjadi tokoh Organisasi Papua Merdeka yang aktif mengupayakan Papua Merdeka. Dia pernah bersumpah untuk tidak kembali ke Papua, jika masih dikuasai Indonesia. Namun Nicolaas Jouw akhirnya menerima undangan dari pemerintah Indonesia untuk berkunjung ke Papua pada tahun 2009.

Hatinya menjadi luluh ketika melihat tanah kelahirannya dan suasana Papua yang tidak seperti dibayangkan olehnya. ‘’Pada 2010, beliau  resmi kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi menjadi WNI dan menetap di Jayapura. Hingga akhir hidupnya, beliau aktif untuk menyuarakan Papua sebagai bagian integral dari Indonesia,’’ ujar Ugik Kurniadi.

Sekjen PA GMNI ini kembali memberikan tekanan bahwa penciptaan Netherlands-New Guinea atau Belanda-Papua adalah untuk memberi kesan seolah-olah sebagai wilayah tersendiri diluar Netherlands Indies . Padahal jelas bahwa Papua adalah bekas jajahan Belanda dan masuk dalam Netherlands Indies yang harus diserahkan kepada Indonesia tatkala Indonesia merdeka dan lepas dari kolonialisme Belanda. “Kami bukan ekspansionis. kami tidak berniat menaklukan satu bagian dunia yang bukan milik kami,” ujar Ugik berapi-api menyitir pernyataan Bung Karno kepada Christian Herter, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat kala itu, di sela Sidang PBB tahun1960. “Pada fakta historisnya, yang disebut dengan Negara Papua itu memang belum pernah ada,” tegas Ugik mengakhiri pernyataannya. (HPS)

 

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *