JAKARTA – Neta S Pane, Ketua Presidium Ind Police Watch (IPW) mengatakann saat ini ada 13 perwira tinggi Polri berpangkat Komisaris Jenderal (Komjen) yang bisa ikut dalam bursa calon Kapolri pengganti Jenderal Idham Azis yang akan pensiun akhir Januari 2021. Dari 13 Komjen itu sebanyak enam orang bertugas di internal Polri dan delapan lainnya bertugas di luar Polri.
“Meski Komjen yang bertugas di internal Polri lebih berpeluang menjadi Kapolri, tapi para Komjen yang bertugas di luar kepolisian juga tetap memiliki peluang yang cukup besar. Misalnya Sutanto, Dai Bachtiar dan Tito Karnavian masuk menjadi Kapolri setelah bertugas di luar Polri, yakni di BNN dan BNPT,” demikian Neta dalam keterangannya, Senin (30/11/2020).
Saat inipun lanjut Neta, ada dua Komjen yang bertugas di luar Polri yg berpeluang besar menjadi Kapolri, yakni Kepala BNPT Komjen Boy Rafly dan Sestama BIN Komjen Bambang Sunarwibowo. Boy Rafly pernah menjadi Humas, Kapolda Banten, dan Kapolda Papua serta Kepala BNPT. “Maraknya isu isu terorisme tentu membuka peluang bagi Boy untuk memimpin kepolisian. Sebaliknya keberadaan Bambang Sunarwibowi yg pernah bertugas di Asrena Polri dan Sestama BIN juga membuka peluangnya untuk memimpin Polri,” ujarnya.
Sebab, menurut Neta, ke depan Polri memerlukan perencanaan yang promoter untuk meningkatkan kinerjanya, baik dalam bidang SDM, alutsista, sarana maupun prasarana. Selain itu, kondisi Indonesia yang kerap dalam ancaman konflik, gerakan intoleransi, terorisme dan lainnya tentu membutuhkan antisipasi dan deteksi dini yang benar benar prima dan akurat dari seorang perwira yg pernah bertugas di BIN.
Selain dari eksternal kata Neta, ada tiga Komjen dari internal Polri yang berpeluang besar menjadi Kapolri. Mereka adalah Wakapolri Komjen Gatot Edi yang pernah menjadi Asrena Polri dan Kapolda Metro Jaya serta berpengalaman mengendalikan situasi Jakarta saat Pilpres 2019. Kabaharkam Komjen Agus Andriyanto yang pernah bertugas di daerah keras sebagai Kapolda Sumut dan Kabareskrim Komjen Sigit Listyo yang pernah menjadi Ajudan Presiden Jokowi dan Kapolda Banten.
IPW menilai dari 13 Komjen itu hanya 5 Komjen yang mempunyai peluang besar untuk menjadi Kapolri. Selebihnya ada sejumlah kendala, misalnya faktor Angkatan yang lebih senior dari Kapolri Idham Azis dan masa dinas yang hampir pensiun dan faktor lainnya.
Berikut peta kekuatan 13 Komjen Polri:
- Wakapolri Gatot Edi (Akpol 88 A, lahir 28 Juni 65, masa dinas 30 bulan lagi, dan pernah menjadi Kapolda Metro Jaya).
- Irwasum Agung Budi (Akpol 87, lahir 19 Feb 65, masa dinas 26 bulan lagi, dan pernah menjadi Kapolda Jabar). Akpol 87 menjadi kendala mengingat Kapolri Idham Azis adalah juniornya di Akpol 88 A.
- Kabareskrim Sigit Listyo (Akpol 91, lahir 5 Mei 69, masa dinas 78 bulan lagi, dan pernah menjadi Kapolda Banten). Muncul kontroversial terhadap keberadaannya, di antaranya masa pensiun yg masih cukup lama, yakni hingga Mei 2027.
- Kabaintelkam Rycko AD (Akpol 88 B, lahir 14 Ags 66, pernah menjadi Kapolda Sumut, Gubernur Akpol, dan Kapolda Jateng). Muncul pertanyaan, mungkinkah terjadi mantan ajudan Presiden SBY akan menjadi Kapolri era Jokowi.
- Kabaharkam Agus Andriyanto (Akpol 89, lahir 16 Feb 67, pernah menjadi Kapolda Sumut).
- Kalemdikpol Arief Sulistyanto (Akpol 87, lahir 24 Maret 1965, pernah menjadi Kapolda Kalbar, Deputi SDM, dan Kabareskrim). Akpol 87 menjadi kendala mengingat Kapolri Idham Azis adalah juniornya di Akpol 88 A
- Kepala BNPT Boy Rafli (Akpol 88 B, lahir 25 Maret 1965, pernah menjadi Kapolda Banten dan Kapolda Papua).
- Kepala BNN Heru Winarko (Akpol 85, lahir 1 Des 62, masa dinas tinggal hitungan hari, dan pernah menjadi Kapolda Lampung).
- Ketua KPK Firli Bahuri (Akpol 90, lahir 8 Nop 63, masa dinas tinggal setahun lagi, dan pernah menjadi Kapolda Sumsel).
- Waka BSSN Dharma Porengkun (Akpol 88A lahir 12 Jan 66, dan belum pernah menjadi Kapolda).
- Sestama Lemhanas Didi Widjarnadi (Akpol 86, lahir 14 Jan 63, masa dinas tinggal 1,5 bulan lagi).
- Sestama BIN Bambang Sunarwibowo (Akpol 88 B, lahir 24 Mei 66, pernah menjadi Asrena, dan belum pernah menjadi Kapolda).
- Irjen Depkumham Andal BR (Akpol 88 B, lahir 23 Juni 66, pernah menjadi Kapolda Sultra, Maluku, dan Kapolda Kepri).
Dari pantauan IPW menurut Neta, bursa calon Kapolri saat ini makin riuh. Sebab masing-masing calon yang diunggulkan melakukan manuver dan berbagai aksi grilya dengan cara masing masing. Mulai dari lobi2 tingkat tinggi, membuat berbagai kegiatan menyangkut kinerja unit kerjanya hingga event-event yang membuat calon mendapat penghargaan. Semua manuver itu ujung-ujungnya pencitraan agar si calon bisa dilirik presiden Jokowi yang punya hak prerogatif dalam memilih Kapolri pengganti Idham Azis.
“Bagi kalangan internal polri yang paham dengan manuver dan aksi grilya tersebut, tingkah para bakal calon itu membuat kegelian sendiri di institusi kepolisian. Sebab, gerilya mereka tak lebih seperti orang cari muka. Grilya itu makin ketat tak kalah pentingnya pada Minggu ini akan ada pergantin kepala BNN, sehingga akan ada bintang dua masuk menjadi bintang tiga, artinya persaingan dalam bursa Kapolri makin ketat,” ungkapnya.
Pada dasarnya kata Neta, semua bintang tiga di Polri, ada 13 orang, berpeluang menjadi Kapolri. Meski demikian IPW hanya melihat empat atau lima bintang tiga yang berpeluang kuat masuk bursa dan akan masuk penjaringan Wanjakti polri untuk menjadi calon Kapolri, yg nantinya akan dipilih dua nama untuk diserahkan kepada presiden dan presiden akan memilih satu nama, untuk dilakukan uji kepatutan di Komisi III DPR.
Namun, melihat persoalan Polri makin rumit ke depan, Neta berharap Jokowi memilih figur yang punya pengalaman dan jam terbang yang mumpuni serta pernah menjadi Kapolda di Jawa, sehingga instingnya dalam menjaga keamanan nasional sudah terlatih.
Karena persoalan berat yang dihadapi Kapolri ke depan menurut Neta, justru persoalan di internalnya dan bukan di eksternal. Persoalan kelebihan jenderal, Kombes dan AKBP di polri adalah persoalan pelik yang jika tidak ditangani akan memunculkan sikut menyikut di kalangan internal. Persoalan mentalitas yang berbuntut tidak promoternya anggota Polri dalam penegakan hukum juga masalah berat yang tak mudah diatasi.
“Tidak adanya evaluasi menyeluruh terhadap fasilitas dan sarana prasarana Polri juga membuat kepolisian Indonesia seperti tidak terarah. Terutama dalam masalah alutsista, IT, dan teknologi kepolisian. Begitu juga tidak adanya evaluasi terhadap Grand Desain Polri membuat motto Polri yang Promoter hanya menjadi sebuah kata-kata kosong sehingga ke depan harus ditata ulang oleh Kapolri baru agar Polri benar benar menjadi polisi yang modern,” pungkasnya.