Masihkah Kita Percaya Kepada Partai?

oleh
oleh

Oleh : Prof. Amir Santoso

Ini pertanyaan yang mulai muncul terkait semakin banyak dan semakin nekatnya para pimpinan  parpol melakukan korupsi. Terakhir yang ditangkap KPK adalah Menteri Sosial Juliari Peter Batubara, menyusul Menteri Perikanan Eddy Prabowo.

Keduanya pimpinan parpol. Juliari P Batubara menjabat Wakil Bendahar Umum PDIP, sementara Edhy Prabowo menjadi Wakil Ketua Umum Partai Gerindra. Mereka jadi menteri bukan karena keahlian perorangan tapi dari basis partai politik.

Dengan terjeratnya menteri-menteri parpol dalam kasus korupsi, maka semakin nyata bahwa  mereka itulah yang menjadi penyebab makin tidak populernya demokrasi di Indonesia. Atau dengan kata lain, para petinggi partai itulah yang menjadi salah satu penyebab matinya demokrasi di Tanah Air.

Demokrasi mati akibat dari banyaknya pejabat pemerintahan yang dipilih oleh rakyat melalui mekanisme demokrasi ternyata memanfaatkan demokrasi untuk korupsi. Mereka yang dipilih oleh rakyat ternyata tidak bekerja untuk rakyat melainkan bekerja untuk dirinya sendiri dan untuk partainya. Mereka cari kekuasaan dan duit lewat panji demokrasi.

Ini belum lagi bicara mengenai para tokoh partai yang berada di lembaga legislatif pusat dan daerah serta yang menjadi pejabat lain di pusat dan daerah. Memang tidak semua, tapi beberapa dari mereka bukannya tidak korupsi tapi belum saja ketahuan.

Karena itu pertanyaannya adalah apakah gunanya parpol kalau hanya memproduksi koruptor alias para maling kas negara? Kalau boleh berterus terang, hampir semua parpol tidak punya manfaat apapun bagi rakyat. Mereka hanya muncul setiap lima tahun lalu menghilang karena banyak tokohnya hanya sibuk memikirkan kepentingan dirinya sendiri.

Parpol bukan lagi menjadi alat perjuangan politik untuk kepentingan rakyat. Parpol kini menjadi alat untuk cari kekuasaan. Makanya tidak heran, hanya ada dua parpol yang berani jadi partai oposisi. Lainnya menjadi pendukung pemerintah karena mengharap mendapatkan pembagian jatah atau kue kekuasaan yang penuh duit dan fasilitas.

Kini masyarakat salut kepada KPK yang berhasil unjuk gigi. Lembaga anti korupsi pimpinan Firli Bahuri ini berani menangkap menteri dari dua partai besar PDIP dan Gerindra yang terlibat kasus korupsi. Pertanyaannya adalah beranikah KPK dan tentunya Jaksa serta hakim menjatuhkan hukuman berat kepada dua menteri parpol dari partai besar tersebut?

Dalam beberapa kesempatan, Ketua KPK Firli Bahuri mengancam akan menuntut hukuman mati bagi siapa pun yang terlibat korupsi di masa pandemi corona. Sebagai contoh, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Komplek Gedung parlemen, Senayan, Rabu (29/4), Firli mengingatkan bahwa pidana mati dapat dijatuhkan bagi pelaku tindak pidana korupsi dana bencana. “Bagi yang melakukan korupsi dalam suasana bencana tidak ada pilihan lain, yaitu menegakkan hukum tuntutan pidana mati,” kata Firli saat itu.

Kemudian, dalam talkshow bertajuk Sinergi Pemberantasan Korupsi di Masa Covid-19 di Medan, Sumut, pada Jumat (28/8), Ketua KPK Firli Bahuri kembali menyebut, pelaku korupsi terkait dana bencana seperti pandemi dapat dihukum mati.

Oleh karena itu, Firli meminta tak ada yang macam-macam dalam mengurus penanganan bencana, termasuk pandemi Covid-19. “Pelaku tindak pidana korupsi di saat bencana akan dihukum mati,” tegas Firli saat itu. Kini rakyat menunggu janji itu. Misi suci itu.

Persoalannya, beranikah KPK lakukan itu? Saya pikir, demi kebaikan bangsa dan kemaslahatan umat, harusnya KPK berani. Firli Bahuri harus buktikan sebagai pemimpin yang konsisten pada ucapannya, sabdo pandito ratu. (Prof. Amir Santoso, Rektor Universitas Jayabaya, Jakarta)

Tentang Penulis: hps

Gambar Gravatar
Wartawan senior tinggal di Jakarta. hps@reporter.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *