JAKARTA, REPORTER.ID – Kalau selama ini Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) kekurangan anggaran akibat tak bisa memenuhi kebutuhan dan pelayanan korban berbagai kejahatan kemanusiaan masa lalu, DPR minta LPSK membangun komunikasi dengan berbagai pihak terkait. Baik DPR, pemerintah, kepolisian, BNPT, dan lain-lain.
“Saya apresiasi acara ‘Refleksi LPSK Awal Tahun Baru 2021’ ini, tapi kalau ada masalah yang memang perlu dukungan politik terkait tambahan anggaran untuk membangun kesepahaman itu dengan menggelar rapat gabungan bersama DPR, Kepolisian, BNPT, BNN, dan lain-lain. Model ini yang akan DPR kembangkan ke depan,” tegas anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani
Hal itu disampaikan Wakil Ketua MPR RI tersebut dalam acara ‘Refleksi LPSK Awal Tahun 2021’ bersama Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dan jajarannya, Usman Hamid dari Amnesty Internasional, kalangan LSM, beserta korban kejahatan kemanusiaan masa lalu yang digelar secara fisik dan virtual di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (14/1/2021).
Hanya saja lanjut politisi PPP itu, tambahan anggaran yang diajukan tersebut tak lebih dari anggaran yang sudah ada sebelumnya. Misalnya, kalau anggarannya tahun 2020 sebesar Rp 79 miliar, maka tambahan yang diajukan jangan Rp 83 miliar. “Setidaknya tambahan itu 20 persen,” ujarnya.
Salah satu korban G30 S PKI di Solo, Bapak Winarso, dan Daniel Eduard korban bom Palu tahun 2005 menyampaikan kalau sampai hari ini keluarga korban tersebut belum menerima hak-haknya. “Saya memaklumi karena keterbatasan anggaran LPSK,” kata Daniel.
Menurut Usman Hamid, anggaran tersebut memang tak bisa hanya dibebankan ke LPSK, karena kebutuhan korban kejahatan kemanusiaan masa lalu itu cukup besar. “Memang tak bisa dibebankan ke LPSK saja,” ungkapnya.