JAKARTA, REPORTER.ID- Padepokan Toemaritis milik Suhu Surya Atmadja warga RW 04 Cakung Barat dan Sanggar Betawi Chakung (Bechak) pimpinan Rusli Rawin warga RW 02 Cakung Barat memiliki benda cagar budaya (BCB) berumur 500 tahun lebih. Dua jenis BCB itu masing masing 2 bilah senjata tajam yaitu Golok Chakung dari batu meteor dan Pedang Naga Langit keduanya buatan awal abad 15 serta dua gong perunggu tempa diperkirakan buatan 500 tahun silam.
Hari Sabtu (13/2/2021) ketika penulis mengunjungi Padepokan Toemaritis di Desa Rawa Indah (Bogor Bawah), Desa Setia Mulya, Kabupaten Bekasi bersama Rusli Rawin dan Ketua RW 02 Cakung Barat H Farid Rahim.Mengamati Golok Chakung ketika dihunus dari sarungnya terasa ringan, sebab bilahnya relatif tipis.
“Bagian ujungnya setebal hanya 1 milimeter dan bagian pangkalnya 3 milimete. Panjang goloknya 45 centimeter dan gagangnya 15 centimeter berbentuk kepala lindung atau belut,” tutur Suhu Djadja.Kalau diperhatikan tekstur bilah golok itu tidak mulus. Ada guratan guratan bergelombang mirip pamor keris.
“Itu bukan pamor karena bahannya batu meteor. Beda dengan keris yang pamornya terlihat jelas guratan serat logam,” ulas Suhu Djadja yang pernah belajar arkeologi dan anthropologi di perguruan tinggi Jakarta itu.
Ketika golok itu tehunus tecium aroma wangi. Mirip parfum dari Mekkah namun lebih lembut.
“Aroma itu dari golok ini. Sejak saya temukan tahun 1976 baunya wangi seperti mengeluarkan minyak sendiri,” kata Si Empunya senjata pusaka tersebut. Golok ini kalau dipegang dengan bagian yang tajam di bawah terlihat agak bengkok ke kiri.
Farid Rahim juga terheran-heran ketika tercium wanginya golok. “Sedari tadi saya.mau nanya,” ungkap Ketua RW 02 Cakung Barat itu.
Tetapi Rusli Rawin yang.sudah sering bersama Suhu Djadja sejak 2010 sama sekali tak kaget.
Menurut Surya Arnadja, golok Chakung generasi pertama ini buatan Daeng Para’u, yang datang di daerah Chakung awal abad 15 bersama Laksamana Lo Khoei Kian dan Laksamana Muda Lo Kian Zhie ketika melacak keberadaan Laksamana Chzeng Ho.
Sementara mengenai pedang Naga Langit, Suhu Djadja menuturkan itu merupakan warisan pusaka turun temurun dari kakeknya.
“Kakek dapat pedang itu dari kakeknya nenek saya yang bernama Lo Ih seorang pendekar keturunan Lo Ban Chong dari 7 Jendral Lo.
Pedang ini bilahnya simetris dengan kedua sisinya sama tajam. Panjangnya sekitar 80 cm berhias gambar naga dan api. Pada pangkalnya ada simbol Im Yang yang menurut Suhu Djadja sebagai ciri pedang Shao Lin di Tiongkok sana. Di bagian ujungnya ada lubang kecil pas ukuranmya untuk menyangkutkan pedang itu pada paku di tembok.
“Oh itu lubang untuk jalan darah,” katanya sambil memainkan pedang yang lentur itu.
Gong perunggu tempa
Tampak di gudang ada perabotan.gamelan.yang dibeli Rusli Rawin dan Suhu Djadja dari Kong Ceper (90) warga Pinang Ranti Kecamatan Makasar 11 Januari 2021 silam.
Yang istimewa sepasang gongnya berwarna kelabu dam terlibat kasar. Ketika ditabuh terdengar suaramya duuung…mantab.
“Itu gong dari perunggu tempa. Buatan sekitar 500 an tahun silam. Bukan seperti sekarang dari kuningan,” ujar Surya Atmadja.
Mengenai benda benda cagar budaya tersebut arkeolog senior Candrian Attahiyat ketika dihunungi Minggu (14/2/2021) mengaku sudah melihatnya, dan memang seperti itu adanya.
“Tetapi yang diperlukan adalah keaslian benda cagar budaya tersebut,” ujarnya. Candrian sudah kenal Dalang Mardjoeki ayah Suhu Djadja tahun 1970-an dan pernah menyaksikan Suhu Djadja mendalang wayang kulit Betawi di Museum Wayang , Kota Tua Jakarta.
Sedangkan Kepala Suku Dinas Kebudayaan Jakarta Timur H Hasanuddin mengaku baru melihat melalui video yang dikirimkan kepadanya Minggu (14/2/2021) yang lalu.
“Saya baru tau kalau golok Cakung bukan hanya di PS Bedok Latih saja. Nanti saya akan berkunjung ke lokasi untuk konfirmasi. Inshaa Allah dilakukan penelitian keaslian dari golok tersebut,” katanya
Penelitian itu untuk mengetahui apakah materialnya dari batu meteor atau dari logam.
Rusli Rawin Ketua Sanggar Bechak mengakui dia juga bersama Suhu Djadja dan Kasudin menyaksikan
Golok Chakung di PS Bedok Latih Pulogebang Cakung. Namun itu Golok Chakung generasi kedua atau ketiga yang terbuat dari besi. “Yang terbuat dari meteor hanya 3 golok,.salah satunya yang dipegang Pak Surya Atmadja atau Suhu Djadja,” kata Rusli.
Diakui, golok chakung memang banyak karena dahulu digunakan pasukan untuk berperang.
Dari penuturan Suhu Djadja juga, Rusli mengungkapkan, mulai generasi kedua Golok Chakung dibuat dari besi oleh Daeng Nabirin anak Daeng Para’u. Generasi ketiga buatan Daimin murid Daeng Nabirin.dan bsnyak dipakai di Karawang dan Bekasi. Generasi keempat dibikin oleh Ki Bairah dan banyak digunakan.warga Banten.
Kalau generasi pertama gagang golok berbentuk kepala lindung atau belut, maka generasi berikutnya berbentuk kaki rusa.(Suprihardjo).*