JAKARTA, REPORTER.ID – Ketua Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Lahat (Gemapela), Sundan Wijaya menyerahkan bukti tambahan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), perihal dugaan korupsi dana penanganan Covid-19 yang bersumber dari APBD Tahun Anggaran 2020. Sebelumnya Gemapela juga telah melaporkan adanya dugaan tindak pidana korupsi terkait anggaran untuk penanganan Covid-19 pada tanggal 19 Februari 2021 lalu, untuk menyakinkan KPK bahwa disitu ada korupsi maka penambahan bukti dilakukan.
Sundan Wijaya selaku Ketua Gemapela dalam keterangannya saat mendatangi Gedung Merah Putih KPK dibilangan Kuningan Raya, Jakart Selatan, Selasa (9/3/2021) mengatakan, sebelum adanya aksi demonstrasi pihaknya di KPK, semua permohonan informasi dan data yang berkenaan dengan penanganan Covid-19 Kabupaten Lahat semua tertutup, namun setelah ada gerakan di KPK semua menjadi terbuka, entah mengapa, biarkan publik dan KPK yang menafsirkan.
“Jadi kami hari ini kembali datang ke KPK sesuai arahan dari pihak Humas yang menemui kami ketika aksi minggu lalu, bahwa beliau menagatakan jika ada bukti-bukti tambahan silakan untuk dimasukan agar memudahkan kami untuk melakukan suatu tindakan terhadap dugaan dimaksud, makanya kami hari ini kembali mendatangi KPK,” ujar Sundan.
Karena Gemapelai telah mendapatkan bukti dari pihak-pihak yang sebelumnya telah dipintakan data dan informasi dan terbukti hasilnya cukup mencengangkan, salah satunya bidang kesehatan yang digunakan untuk santunan kematian sebesar Rp6 Miliar dari total yang meninggal sebanyak 30 orang.
“Ketika kita hitung, berarti satu korban mendapatkan santunan sebesar Rp200 Jita, apa iya ahli waris menerima sebanyak itu?” kata Sundan yang sedikit menyayangkan mengapa anggaran untuk penanganan Covid-19 yang berasal dari APBD 2020 terkesan digunakan secara serampangan untuk dibagikan kepada OPD maupun lembaga lainya, sehingga terkesan seperti bagi-bagi jatah.
Gemapela mendapatkan data penguat dari Kemendagri sesuai dengan Permendagri No.39 Tahun 2020, di pasal 7 dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah wajib menyampaikan laporan pengutamaan penggunaan alokasi anggaran kegiatan tertentu (refocusing).
“Ketika kami mengambil data ke Kemendagri melalui Dirjen Bina Keuangan Daerah pihaknya mengatakan bahwa laporan Realisasi Kegiatan Tertentu Kabupaten Lahat tidak lengkap, terakhir hanya ada laporan per tanggal 28 Desember 2020, sedangan kita dapatkan data pembanding dari Laporan BPBD selaku Sekretaris Satgas Covid-19 melalui Diskominfo ditemukan ada SP2D di tanggal 30 Desember 2020 sebesar Rp.645 juta untuk BPBD, dan Rp.15,4 M untuk Dinas Kesehatan. Tambahan data inilah yang kami sampaikan hari ini ke KPK,” tutur Sundan.
Dirinya meyakini kalau KPK akan mampu memproses dugaan korupsi dana bencana non-alam ini lebih cepat, karena data yang ada, Gemapela rasa cukup menguatkan bahwa benar ada permainan.
Sampai berita ini diterbitkan belum ada penjelasan dari pihak KPK perihal bagaimana tindak lanjut dari dugaan Korupsi dana penanganan Covid-19 Kabupaten Lahat Senilai Rp38,7 Miliar tersebut. ***