FORSBI Perkenalkan Sejarah Batu Penggilingan Abad 18 Kepada Para Anak Yatim

oleh
oleh

JAKARTA, REPORTER.ID- Forum Silaturahmi Betawi Indonesia (FORSBI) Jumat (12/3/2021) memperkenalkan sejarah nama Kelurahan Penggilingan kepada anak anak yatim di RW 07, Penggilingan, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur. Pengenalan sejarah lokal tersebut juga terkait dengan sejarah nasional saat Pemerintahan VOC Belanda di Batavia pada masa Gubernur Jendral Adriaan Valckenier tahun 1740.
Ketua FORSBI Muhammad Jaya mengatakan organisasi sosial seni budaya yang dipimpinnya ini sudah diniatkan untuk menjadi pemerhati anak anak yatim di lingkungan sekitarnya.
“Karena itu dalam kegiatan sosial, seni dan budaya FORSBI dalam melaksanakan Jumat Berkah ini mengikutkan anak anak yatim untuk mengenali sejarah bangsanya di samping mendapat santunan dan pembinaan,” kata Mohammad Jaya.
Dia mengatakan hal itu usai memberikan santunan kepada 10 anak yatim di rumah Wakil Ketua FORSBI Ahmad Fauwzi. Hadir pula Irwansyah dari Seksi Kerohanian dan jamaah Majelis Taklim As Saman termasuk beberapa ibu pendamping anak yatim.
Kepada anak anak yatim tersebuf Jaya menjelaskan, batu batu kiser berbentuk silinder yang banyak terdapat di RW 07 Penggilingan itu dahulunya digunakan untuk menggiling tebu menjadi gula. Pabrik gula tersebut milik Lie Ban Seng keluarga Tionghoa yang mengungsi ke Kampung Bulak, Cakung karena ada pembantaian orang orang etnis Cina di Batavia oleh pasukan VOC Belanda.
“Makanya kampung kita ini dinamai Kampung Penggilingan. Tadinya namanya Kampung Bulak,” tambah Jaya.
Di RW 07 ada 7 batu penggilngan yang ada RT 011, RT 010, RT 05 dan RT 04/RW 07.
Ada satu lagi batu penggilingan yang tidak utuh di Kampung Pisangan dekat makam Lie Ban Seng RT 011/03 Penggilingan.
Para anak yatim tersebut diajak mengamati batu batu penggilingan di rumah H Saudi di RT 11/07 yang dijadikan meja dan di rumah H Ahmad Dirzen sekitar 70 an meter dari tempat yang pertama tadi.
Anak anak yatim di antaranya Vina , klas 1 SMP, Ahmad Rifai klas 6 SD Islam dan Alif klas 5 SDN 05 Penggilingan di PIK mengaku baru kali itu mengerti sejarah batu batu besar tersebut.
“Baru sekarang tahunya,” kata Rifai yang menjadi yatim sejak dilahirkan ibunya.
Anak anak yatim tersebut mendapat santunan Rp 50.000,-/orang ditambah makan Jumat berkah.
Anggota LMK Penggilingan, H Adriansyah Putra Nasution yang sejak kanak-kanak tinggal di RT 011/07 Penggilingan bersama orang tuanya menyatakan lega Pemerintah dalam hal ini Dinas maupun Sudin Kebudayaan Jakarta Timur telah meninjau RW 07 pada September 2020 yang lalu dan memberikan kepastian sejarah Penggilingan yang valid.
“Jadi jelas asal nama Penggilingan ini dari penggilingan tebu seperti cerita yang saya dapat dari para sesepuh sini. Bukan dari penggilingan padi seperti kata sementara orang,” katanya. Dengan demikian sejarah ini hendaknya diinformasikan kepada generasi penerus agar mereka dapat melestarikan benda peninggalan sejarah.
Arkeolog Candrian Attahiyat sebagai anggota Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta secara terpisah mengingatkan sepasang batu penggilingan dari Kelurahan Penggilingan tahun 1976 diserahkan ke Museum Sejarah Jakarta (MSJ) di Kota Tua untuk menjadi koleksinya.
Didik Cahyono pemandu wisata MSJ mengakui koleksi batu penggilingan dari Kelurahan Penggilingan tetap terawat di halaman belakang museum. Lokasinya dekat dengan prasasti Pieter Elberveld warga Batavia tokoh Indo Jerman -Siam yang tahun 1721 dihukum mati ditarik kuda oleh VOC dengan tuduhan akan memberontak pemerintah Belanda. (PRI).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *