JAKARTA,REPORTER.ID – Pimpinan MPR RI sepakat bahwa MPR RI periode ini tak mempunyai agenda amandemen UUD NRI 1945 khususnya Pasal 3 untuk merubah Presiden bisa dipilih untuk tiga periode. Yang menjadi rekomendasi MPR sebelumnya hanya membahas dan menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) semacam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Demikian benang merah diskusi “Urgensi Dibentuknya PPHN’ bersama Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, Jazilul Fawaid, Hidayat Nur Wahid (virtual), Ketua Fraksi Fartai Nasdem Taufik Basari, dan Benny K. Harman (Demokrat), di Serang, Banten, Sabtu (27/3).
Hadir Sekretaris Fraksi PKB MPR RI, Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, Kepala Biro Humas dan sistem Informasi sekjen MPR Ibu Siti Fauziah,
Kepala Pemberitaan dan hubungan antar lembaga MPR Budi Muliawan, PLT Kepala Biro Pemberitaan Parlemen Sekjen DPR RI Mohammad Dzajuli, Kepala Biro Protokol Hubungan Masyararakat dan Media Sekjen DPD RI Nana Sutisna dan lai-lain.
Lebih lanjut Basarah menegaskan jika PPHN itu penting untuk jaminan bagi pembangunan berkelanjutan, berkesinambungan, dan sustainable. “Jadi, saya tegaskan lagi bahwa tak ada agenda amandemen UUD NRI 1945 untuk Presiden tiga periode. Ibu Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum DPP PDIP pun sudah menyatakan dengan tegas dan jelas bahwa beliau menolak presiden tiga periode, seperti diungkapkan Pak Amien Rais,” jelas Basarah.
Hal yang sama disampaikan Jazilul Fawaid jika agenda presiden tiga periode itu tidak ada. Tapi, dalam negara demokrasi kalau mayoritas rakyat menghendaki, MPR RI pasti akan merespon dengan membentuk panitia ad hoc untuk melakukan kajian-kajian dengan melibatkan ormas-ormas, kampus-kampus, tokoh masyarakat, dan rakyat melalui partai-partai, kelompok DPD RI, dan lain-lain.
Selanjutnya akan menjadi usulan Fraksi-fraksi MPR RI dan minimal didukung oleh 1/3 anggota MPR RI dalam paripurna MPR RI. Kemudian dalam mengambil keputusan harus dihadiri oleh 2/3 anggota MPR RI dan keputusannya dengan suara 50 persen plus satu. “Jadi, prosesnya panjang. Dan, untuk tahun ini sepertinya tidak bisa, karena belum ada yang mengusulkan dan semua konsentrasi untuk penanganan covid-19. Namun, peluang pembentukan PPHN itu tetap terbuka,” kata Gus Jazil.
Hidayat Nur Wahid (HNW) menjelaskan kalau MPR RI sekarang ini hanya mendapatkan rekomendasi untuk pembentukan PPHN.Tak ada amandemen presiden tiga periode. Apalagi Ibu Megawati sudah menolak wacana presiden tiga periode tersebut, maka sudah tak mungkin lagi akan ada presiden tiga periode.
Selain itu, amandemen itu tidak mudah. Misalnya harus disebutkan secara tertulis redaksinya yang jelas, apa alasann dan argumentaainya yang kuat untuk amandemen tersebut. Dan, kalau kran amandemen itu dibuka, bisa tak terkendali. “Khusus untuk PPHN hanya untuk dua masalah, yaitu dalam bentuk TAP MPR RI atau UU?” jelas Hidayat.
Taufik Basari mengaku belum ada dorongan yang kuat untuk PPHN masuk amandemen konstitusi tersebut. Sebab, kalau amandemen itu bisa nyasar kemana-mana. Hanya saja sejauh ini untuk PPHN dinilai penting; apakah dalam bentuk TAP MPR RI atau UU. “Inilah yang menjadi perdebatan,” ujarnya.
Sementara itu Benny K Harman menilai selama ini sudah ada rencana pembangunan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang (RPJM/RPJP). Tapi, kalau tetap ada yang menghendaki PPHN masalahnya apakah dalam bentuk TAP MPR atau UU. “Dan keduanya kalau dianggap bertentangan dengan konstitusi bisa dijudicial review, digugat.ke MK,” katanya.
Persoalannya menjadi relevan ketika PPHN itu dikaitkan dengan presiden tiga periode. Mengapa? Pembangunan jalan tol Jawa Sumatera, jalan tol di Sulawesi, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimamtan Timur, dan lain-lain pasti membutuhkan jaminan investasi dari para investor. “Kalau tak ada jaminan, mereka tak akan mau investasi. Karenanya, perlu jaminan presiden. Kan investor juga bisa sebut tak cukup dengan UU, makanya perlu amandemen konstitusi dan kalau bisa persidennya juga orang yang sama,” pungkasnya.