DPR: Penting Pelibatan TNI dalam Pencegahan Terorisme

oleh

JAKARTA,REPORTER.ID – Menyadari aksi terorisme makin mengkhawatirkan, kalangan anggota DPR RI merasa perlu pelibatanTentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pencegahan terorisme tersebut. Peratutan Presiden (Perpres) tentang pelibatan TNI itu pernah diajukan ke DPR dan dikembalikan lagi ke Presiden RI untuk direvisi, namun sampai saat ini belum tahu bagaimana nasib Perpres tersebut.

Anggota Komisi I DPR RI Saifullah Tamliha mengakui penting pelibatan TNI tersebut, karena masalah terotisme itu tak bisa semuanya dilakukan oleh aparat kepolisian. Apalagi, aparat tidak bisa melakukan tindakan apapun sebelum terduga teroris itu melakukan penyerangan atau tindak kejahatan terorisme itu sendiri.

“Seperti yang terjadi di gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, dan terakhir di Mabes Polri yang dilakukan seorang perempuan, dimana aparat tak bisa melalukan tindakan apapun sebelum dia melakukan penembakan-penembakan,” kata Tamliha.

Hal itu disampaikan Tamliha dalam dialektika demokrasi “Lawan Geliat Radikal-Terorisme di Tanah Air” bersama
Dippo Nusantara (Anggota Komisi III DPR Fraksi PKB), Fahri Hamzah (Wakil Ketua DPR RI periode 2014-2019), dan
Ridwan Habib (pengamat intelijen dan terorisme dari UI) di Gedung DPR RI Senayan, Jakarta, Kamis, 1 April 2021.

Mengapa penting pelibatan TNI tersebut, menurut Tamliha, karena perlu aturan yang jelas pelibatan TNI di luar operasi militer, dan itu dibenarkan. Hanya saja anggarannya tetap harus dari APBN, bukan dari APBD, karena masing-masing daerah mempunyai beban anggaran yang tidak sama. Pelibatan TNI juga diatur dalam UU 34/2004, maka ada Operasi Tinombala antara Polri dan TNI. “Jadi, DPR sudah setujui itu sejak dua setengah tahun yang lalu, hanya Perpresnya belum keluar,” jelas Tamliha.

Selain itu kata Tamliha, DPR khawatir Pemda nyari-nyari uang di luar ketentuan negara akibat tak bisa memenuhi amggaran untuk TNI tersebut. “Selain perang anggaran TNI Rp6,5 triliun. Sehingga perlu ditambah minimal Rp1,5 triliun jika harus tertlibat dalam pencegahan terorisme. Jangan dibebankan ke Pemda,” ungkapnya.

Dippo Nusantara menilai pelibatan TNI tersebut tetap di bawah Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Selain itu kata dia, pentingnya pengetahuan agama yang benar agar tidak terjebak pada doktrinasi agama yang sesat. Sebab, rekrutmen mereka itu dilakukan melalui pengajian, taklim dan media sosial lainnya.

Fahri Hamzah menanyakan kapasitas negara dalam penanganan terorisme tersebut. Dimana terkesan menyelesaikan secara formal, tapi masalah yang sesungguhnya dibiarkan. Alhasil, DPR dan pemerintah hanya membahas anggaran. “Anggaran negara terus mengalir untuk terotisme, namun akar masalahnya tak pernah selesai. Padahal, terorisme itu tak bisa berkembang di negara demokrasi. Seperti tumbuh di Timur Tengah, kecuali Turki, karena semua pemimpinnya memang tirani,” jelas Fahri.

Sememtara itu menurut Ridwan, dari data BNPT sebanyak 553 aksi yang dilakukan sejak tahun 2000 hingga 2021. Sebanyak 149 aksi menggunakan senjata, dan yang diarahkan ke aparat sebanyak 197 aksi. Lalu, apakah perlu pemerintah mengatakan hal itu tidak terkait dengan agama?

“Ini bukti bahwa BNPT gagal dalam.menangani terorisme karena hanya formalitas. Kini, seharusnya mengajak influenzer-influenzer yang pengikutnya banyak di media sosial untuk mengikis ideologi dan pemahaman agama yang sesat tersebut. Misalnya hadirkan para ahli agama untuk berdebat bahwa terorisme itu bukan ajaran Islam, juga soal jihad dan sebagainya,” tambah Ridwan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *