JAKARTA, REPORTER.ID – Ketua MPR RI Bambang Soesatya (Bamsoet) menyatakan optimismenya jika Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) atau semacam Garis-Garis Besar Haluan (GBHN) akan mulai dibahas pada MPR RI periode ini. Bahwa setelah dua periode kepemimpinan MPR RI sebelumnya masih gagal, maka sekarang menjadi momentum untuk menggolkan pembahasan GBHN tersebut.
Optimisme itu diibaratkan Bamsoet seperti main bola. Begitu bola itu sudah ada dalam kekuasannya, maka bola itu harus ditendang ke gawang lawan. “Ini bola sudah ada di MPR RI, maka bola itu harus dimasukkan ke gawang lawan. Bukan ke gawang sendiri. Itu namanya bunuh diri,” tegas Bamsoet.
Hal itu dikatakan Bamsoet dalam peluncuran buku “Cegah Negara Tanpa Arah – Restorasi Haluan Negara Dalam Paradigma Pancasila; Reposisi Haluan Negara Sebagai Wadah Aspirasi Rakyat” bersama Prof. Dr. Arief Satria, SP., M.Si (Rektor IPB), Prof. Dr. Didin S. Damanhuri, SE., MS., DEA (Ketua Dewan Pakar BS Center), dan Dr. Andi Irmanputra Sidin, SH.,
MH (Advokat/Pakar Hukum Tatanegara) di Gedung MPR RI, Senayan Jakarta, pada
Jumat, 28 Mei 2021.
PPHN tersebut dibutuhkan lanjut Bamsoet, karena bertujuan untuk kesinambungan pembangunan dan menyelamatkan keuamgan negara. Mengapa? Sebab, pasca reformasi perjalanan pembangunan bangsa ini seperti kehilangan arah. Menari-nari di tempat lalu mundur tiga langkah. Seperti tari poco-poco.
Untuk itulah menurut Bamsoet, muncul gagasan pentingnya PPHN. Hanya saja gagasan tersebut selama ini yang muncul ke publik adalah isu politiknya, sehingga mengalahkan tujuan yang lebih besar dari PPHN itu sendiri. Misalnya khawatir MPR akan menjadi lembaga tertinggi, periodesasi jabatan presiden akan menjadi tiga atau empat periode dan seterusnya. “Ada.yang khawatir pembahasan PPHN ini menjadi kotak pandora politik yang lebih luas. Jadi, tak perlu takut bahwa PPHN ini akan diikat dengan UU,” ujarnya.
Menurut Bamsoet, PPHN ini bukan saja menjadi visi misi presiden, tapi juga kepala daerah di provinsi, kabupaten dan kota untuk pembangunan 50 hingga 100 tahun ke depan. Dan, jika presiden dan kepala daerah tersebut dalam menjalankan tugasnya menyimpang dari PPHN, maka harus diingatkan oleh MPR RI atau bisa dilakukan melalui Perppu.
Setidaknya pasca 2024 ke 2045 diharapkan Bamsoet, semua proses pembangunan akan berjalan sesuai visi misi negara. Langkah itu hanya akan merubah satu ayat dimana MPR berwenang menyusun PPHN/GBHN pada pasal 37 UUD NRI 1945. “Nantinya RAPBN atau RAPBD yang tidak sesuai dengan PPHN bisa ditolak,” jelas Bamsoet.
Diakui Bamsoet untuk langkah amandemen konstitusi terkait PPHN tersebut dibutuhkan dukungan 1/3 atau 275 anggota MPR RI. “PPHN ini penting agar dalam membangun bangsa ini mempunyai pegangan perencanaan di sektor ekonomi, keuangan, politik, pendidikan, kesehatan, pengelolaan sumber daya alam maupun sumber daya manusia dan sebagainya,” pungkasnya.
Arief Satria mengatakan sebagai Ketua Forum Rektor Indonesia dan sering berdiskusi dengan berbagai kalangan dunia yang membicarakan kemajuan China, Singapura dan lain-lain ternyata kedua negara itu mempunyai perencanaan pembangunan untuk 50 hingga 100 tahun ke depan. “Jadi, China dan Singapura memiliki kemampuan memprediksi apa yang akan terjadi di masa datang. Khususnya terkait ketahanan dan teknologi pertanian. Dan, untuk Indonesia ‘bola’ nya kini ada di tangan Ketua MPR RI,” ungkapnya.
Irman Putrasidin mengingatkan masyarakat tak perlu khawatir dengan amandemen untuk PPHN, tak perlu khawatir MPR menjadi lembaga tertinggi lagi, atau periodesasi jabatan presiden akan menjadi tiga periode dan seterusnya. Sebab, Basyar Al Asad kini terpilih kembali sebagai Presiden Suriah yang keempat kalinya dan rakyatnya memyambut dengan gembira. “Apakah hal itu bisa terjadi di Indonesia? Nah, kalau presidennya mampu menjalankan PPHN, maka bisa dipilih kembali. Itu bisa dilakukan. Jadi, sekarang ini MPR berperan penting,” kata Irman.