Pengunjung MSJ 90% dari Empat Museum Kesejarahan Jakarta, Koleksi Retak Segera Ditangani

oleh
oleh

JAKARTA, REPORTER.ID– Pengunjung Museum Sejarah Jakarta di Kota Tua selama bulan Mei 2021 mencapai 5.531 orang. Atau tiap hari rata-rata ada 221 orang pengunjung. Jumlah itu merupakan 90% dari pengunjung empat museum dalam Unit Pengelolaan Museum Kesejarahan Jakarta secara keseluruhan yang mencapai 6.129 orang bulan Mei tersebut.

Hal itu diungkapkan Kepala UP Museum Kesejarahan Jakarta (MKJ) Esti Utami yang disampaikan Kepala Subbag Tata Usaha Hendra Handoyo, Kamis (3/6/2021).
Menurut Esti Utami empat museum dalam unit pengelolaan MKJ tersebut adalah Museum Sejarah Jakarta di Kota Tua Jakarta Barat, Museum Prasasti di Tanah Abang I dengan pengunjung 332 orang, Museum Joang ’45 di Jl Menteng Raya 31 sebanyak 207 orang dan Museum MH Thamrin di Jl Kenari II/ 15 Jakarta Pusat hanya 59 orang.

Pada hari libur Lahirnya Pancasila 1 Juni 2021 pengunjung MSJ mencapai 700 orang. Hari berikutnya juga tak jauh berbeda.
Pada umumnya pengunjung museum tiap harinya fluktuatif. Namun dapat ditandai tiap hari Sabtu, Minggu atau hari libur jumlah pengunjung melonjak dua sampai tiga kali lipat dari rata rata perhari.

Mengapa begitu banyak pengunjung Museum Sejarah Jakarta (MSJ) tersebut dibandingkan tiga museum kesejarahan lainnya?
Kepala Satuan Pelayanan (Kasatpel) MSJ, Andri Laksana mengakui lokasinya sangat strategis. Di samping mudah dijangkau dengan angkutan umum seperti TransJakarta, Kereta Commuter Line maupun Jaklingko/Mikrolet.

Arealnya pun cukup luas lebih 2.000 m2. Mengenai koleksinya, Andri Laksana menyebut MSJ yang diresmikan Maret 1974 itu memiliki koleksi 6.486 buah.
Namun yang dapat dilihat di ruang pamer ada 385 koleksi yang terdiri dari 153 koleksi di Lantai 1 dan 172 koleksi di Lantai 2.

Ada lukisan kuno dibuat pada tahun 1661 yaitu Lukisan Raja Solomon (Sulaiman) atau Lukisan Tiga Keputusan Pengadilan.
Satu lagi lukisan besar berukuran 3 m X 10 m karya S Sudjojono tahun 1974 yang menggambarkan pertempuran tentara Mataram di bawah komando Sultan Agung melawan tentara VOC Belanda di bawah komando Jan Pieterzoon Coen tahun 1629.

Di samping itu ada pula koleksi lithografi, meubel, pedang, golok dan keris, koleksi pistol, bedil atau senapan dan meriam.
Ada pula koleksi alat ukur, cetakan, mata uang logam maupun kertas, patung dan keramik.

Minggu (30/5) yang lalu Reporter.id melihat koleksi batu penggilingan di halaman dalam MSJ yang retak.
Petugas MSJ Suparta maupun Didik Cahyono kurang mengerti apa penyebab keretakan tersebut.
“Yang jelas bukan karena tertimpa pohon tumbang. Sebab tumbangnya ke arah timur sana,” kata Didik.
Sedang Suparta menegaskan itu akibat cuaca karena sudah ratusan tahun.

Arkeolog Candrian Attahiyat menjelaskan sepasang batu penggilingan itu berasal dari Kelurahan Penggilingan tahun 1976.
“Saya baca dokumennya di Perpustakaan MSJ. Batu itu berasal dari penggilingan tebu abad ke 18,” kata Candrian yang pernah meneliti peninggalan batu batu kiser di RW 07 Penggilingan bersama Mohammad Jaya dan budayawan Surya Atmadja pada tahun 2020.

Di RW 07 itu diperkirakan setelah pemberontakan etnis Cina tahun 1740 di Batavia muncul pabrik gula dengan penggilingan tebu dari batu andesit tersebut.
Terhadap koleksi batu penggilingan yang retak tersebut Andi Laksana mengatakan pihaknya segera melaksanakan tindakan konservasi kuratif.

Kepala UP Kawasan Kota Tua Dedy Tarmizi menjelaskan Kota Tua masih tertutup untuk kepentingan umum termasuk betfoto selfie di Taman Fatahillah.
Namun untuk pengunjung museum dan restoran di kawasan tersebut diizinkan masuk melalui pos screening. Ini demi mencegah meluasnya kasus Covid 19.(PRI)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *