JAKARTA, REPORTER.ID – Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Golkar Puteri Anetta Komarudin meminta Bank Indonesia (BI) mengkaji lagi secara mendalam rencana pembuatan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC). Karena uang digital sebagai alat pembayaran tersebut akan menjadi simbol kedaulatan negara sehingga mesti dipikirkan secara cermat dan mendalam, tidak boleh grasa-grusu.
“Kita hargai ide BI membuat uang digital rupiah, kita memang tidak bisa menghindar dari pesatnya arus disrupsi teknologi. Tetapi kita tetap perlu merespons perubahan tersebut melalui upaya antisipasi dan mitigasi yang memadai. Sehingga, inisiatif BI untuk mengkaji CBDC merupakan suatu langkah positif untuk menjawab tantangan perkembangan zaman. Proses studinya harus dilakukan secara akurat, teliti, ilmiah, dan hati-hati,” ujar Puteri di Jakarta, kemarin.
Seperti diberitakan sebelumnya, Bank Indonesia (BI) memastikan akan menerbitkan uang digital sendiri atau Central Bank Digital Currency (CBDC). Produk ini bakal diberi nama Digital Rupiah.
Bank Indonesia mengatakan dalam penerbitan Digital Rupiah BI telah melakukan kajian atau asesmen Central Bank Digital Currency-Rupiah Digital guna melihat potensi dan manfaat uang digital meliputi desain, teknologi, beserta mitigasi risikonya.
“Bank Indonesia juga berkoordinasi dengan baik sentral lain, termasuk lewat forum internasional guna pendalaman penerbitan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency-Digital Rupiah,” tulis BI dalam penjelasan resminya seperti dikutip Senin (31/5) lalu.
https://22846c82530f4511d0d4a558fdcc5c2d.safeframe.googlesyndication.com/safeframe/1-0-38/html/container.html Lebih jauh Puteri Komaruddin menyampaikan, sampai saat ini Komisi XI DPR belum melakukan pembahasan secara khusus bersama BI terkait rencana tersebut. Karenanya, Puteri meminta BI mendalami rencana pembentukan CBDC dengan memperhatikan kesiapan secara nasional.
“Dengan begitu, kita dapat menggali potensi, manfaat, serta risikonya jika dikaitkan dengan kondisi sosial dan ekonomi di Indonesia saat ini dan kedepan. Lantaran, kondisi-kondisi ini nantinya akan mempengaruhi desain, arsitektur dan infrastruktur teknologi, serta mitigasi risiko dari penerbitan CBDC,” tuturnya.
Politisi yang akrab disapa Putkom ini juga mendesak BI melakukan benchmarking dengan bank sentral negara lain yang telah lebih dulu mendalami CBDC, seperti China, Inggris, Jepang dan Uni Eropa.
“China sendiri telah menginisiasi proyek ini sejak 2014 atau butuh sekitar 7 tahun hingga penerbitannya. China juga melakukan serangkaian simulasi atas peredaran mata uang digital ini guna memantau dan mengukur dampaknya terhadap transmisi ke pasar uang dan perekonomian. Saya kira hal ini nantinya juga perlu menjadi bahan pertimbangan BI,” ujar Puteri lagi. (**)