JAKARTA,REPORTER.ID – – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan jika evaluasi otonomi khusus (Otsus) untuk Papua dan Papua Barat yang sudah berjalan selama 20 tahun ini diperlukan, agar upaya mensejahterakan rakyat Papua itu terwujud dan itu merupakan amanat konstitusi. Karena itu dalam revisi UU No.21 tahun 2001 tentang Otsus Papua harus benar-benar mempertimbangkan aspirasi rakyat Papua secara menyeluruh.
“Pembahasan otsus Papua ini sebagai wujud komitmen bersama untuk perjuangan bersama dengan mengedepankan dialog untuk mencari solusi terbaik terkait revisi UU Otsus Papua. MPR sebagai rumah kebangsaan diharapkan menghasilkan pemikiran yang konstruktif dari berbagai sudut pandang. Termasuk aspirasi dari MRP,” demikian Bamsoet saat membuka acara audiensi MPR RI dengan MRP dan Pemerintah Provinsi Papua secara virtual di Ruang GBHN Gedung MPRVRI, Senayan Jakarta, Kamis (10/6/2021).
Bamsoet menyatakan senang selama Otsus Papua ini banyak kemajuan yang dicapai. Baik terkait pertumbuhan ekonomi, pendidikan, kesehatan, pertanian dan sebagainya. Namun, semua tidak boleh tutup mata, karena di sisi lain Papua (26,8 persen), dan Papua Barat (21,7 persen) masih merupakan daerah miskin dan tertinggal, sehingga masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan.
Karena itu Bamsoet berharap revisi UU Otsus Papua ini akan menghadirkan jawaban dan solusi alternatif untuk menyelesaikan berbagai peesoalan di Papua dan Papua Barat. “Dana otsus untuk Papua dan Papua Barat mencapai Rp168,65 triliun, dana transfer daerah dari 2005hingga 2021 Rp702,3 triliun, angka yang cukup besar untuk memajukan Papua,” ujarnya.
Namun kata Bamsoet, di sisi lain dalam revisi ini harus menggunakan paradigma yang sama untuk melakukan monitoring dan pengawasan dengan jujur terhadap anggaran tersebut agar benar-benar berpihak untuk kesejahteraan rakyat Papua. “Indonesia tanpa Papua bukanlah Indonesia,” pungkasnya.
Sememtara itu Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib mendesak Pansus Otsus Papua DPR RI menghentikan pembahasan revisi Pasal 76 terkait pemekaran Papua. Sebab, pemekaran itu cenderung akan memangkas kewenangan MRP dan DPRP Papua yang akan diambil-alih oleh pemerintah pusat.
Pasal 76 UU Otsus Papua menyatakan “Pemekaran Provinsi Papua menjadi provinsi-provinsi dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumberdaya manusia dan kemampuan ekonomi dan perkembangan di masa datang.”
Pemerintah dan DPR RI sedang merevisi Pasal 76 UU Otsus itu, dengan tambahan mekanisme pemekaran wilayah Papua yaitu secara top down tanpa daerah persiapan.
Revisi ini disebut bertujuan mempercepat pembangunan dan akomodasi kepentingan nasional. “Artinya kebijakan revisi Undang-Undang Otsus ini menjadi kontroversial. Menjadi persoalan, karena cenderung melemahkan apa yang ada dalam Undang-Undang Otsus Papua itu sendiri,” kata Timotius.
Menurut Timotius Murib dengan mengubah Pasal 34 dan Pasal 76 dalam UU Otsus, pemerintah terkesan ingin melemahkan kewenangan para pengambil kebijakan di Papua. “Dengan perubahan kedua ini, Pusat terkesan ingin menghapus kewenangan Gubernur, MRP, DPR Papua untuk menyetujui atau menolak rencana pemekaran provinsi,” kata Timotius.
Ia mendesak Pansus Otsus Papua DPR RI mengirimkan surat penghentian pembahasan Pasal 76 tersebut. “MRP minta kirim surat ke Pansus revisi Otsus Papua agar menghentikan pembahasan pasal 76 Otsus Papua itu,” ungkapnya.